Depersonalization Disorder: Ketika Jiwa Tak Bersatu dengan Tubuh

7829980_f520

Suatu ketika, Nn. M pergi ke supermarket seorang diri. Saat ia berniat untuk membayar belanjaannya, mendadak ia tidak dapat mengingat apa yang akan ia lakukan. Nn. M merasa melayang di sudut ruangan; ia dapat melihat dirinya sedang berdiri di kasir. Petugas kasir menanyakan pertanyaan kepadanya, namun ia tidak dapat mengingat apa pertanyaannya dan bagaimana ia menjawab pertanyaan tersebut. Ia pun menjadi panik. Ia tidak mampu bergerak atau berbicara.

Kejadian itu kembali terulang ketika Nn. M akhirnya memutuskan untuk mengunjungi psikiater. Di tengah-tengah waktu konsultasi, saat diminta untuk bercerita tentang keluarganya, ia tiba-tiba menjadi ragu untuk menjawab. Nn. M pun terhenti sejenak. Ia tampak gemetar dan napasnya menjadi terengah-engah. Ia sadar bahwa ia sedang duduk di seberang psikiaternya, namun ia merasa sedang tidak berada di dalam tubuhnya. Ia merasa sedang melayang, dan lagi-lagi ia dapat mengamati dirinya sendiri dan sang psikiater dari atas ruangan.

Nn. M adalah seorang wanita berusia 49 tahun yang telah bercerai dengan suaminya. Ketika berusia 11 tahun, ia disiksa secara seksual oleh kakaknya yang lebih tua tiga tahun darinya. Hal itu berlangsung hingga ia berusia 16 tahun. Selama masa remaja dan dewasanya, Nn. M telah menjalani serangkaian hubungan asmara yang gagal.

 

Ketika Anda Merasa Terpisah dengan Tubuh dan Lingkungan Sekitar

  1. Pengalaman Nn. M tadi mungkin pernah dialami oleh lebih dari 2% populasi masyarakat, berdasarkan studi di Amerika Serikat dan Inggris. Penderita depersonalization/derealization disorder (DDD) mengalami suatu pengalaman persisten atau berulang terpisah dari lingkungan atau tubuhnya sendiri. Mereka mendeskripsikan kondisinya seperti “jiwa yang terpisah dari tubuh”; Anda akan merasa seperti sedang bermimpi, menjalani hidup layaknya robot atau autopilot, dan seolah-olah Anda dapat melihat diri Anda sendiri sebagai “orang ketiga”. Anda akan merasa hampa – seperti tidak memiliki perasaan, pikiran, sensasi, dan tubuh – namun Anda tetap dalam keadaan sadar. Depersonalisasi mungkin disertai dengan keadaan derealisasi, dimana seseorang merasa asing dan terpisah dengan lingkungan sekitar. Ia merasa seperti berada di dalam kabut atau gelembung, atau seolah-olah terdapat dinding kaca yang memisahkan dirinya dengan dunia luar.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition (DSM-5), panduan yang digunakan oleh American Psychiatric Association, DDD termasuk dalam kategori gangguan disosiatif, yaitu gangguan kejiwaan yang melibatkan gangguan atau kerusakan memori, kesadaran, identitas, dan/atau persepsi. Gangguan disosiatif lainnya adalah Dissociative Amnesia dan Dissociative Identity Disorder, atau yang lebih dikenal dengan kepribadian ganda. Gejala disosiasi dianggap sebagai ukuran adaptif normal ketika seseorang sedang dalam bahaya atau mengalami trauma; disosiasi memungkinkan seseorang untuk mentoleransi kejadian tersebut. Akan tetapi, gejala ini dianggap patologis ketika seseorang tidak dapat mengendalikan kapan dan dimana kondisi tersebut terjadi atau ketika kejadian tersebut terjadi pada situasi dan keadaan biasa-biasa saja.

 

Penyebab dan Gejala Depersonalization/Derealization Disorder

Gejala depersonalisasi ini cukup sering ditemui di masyarakat, khususnya pada remaja, namun masih belum diakui oleh dunia. Sampai sekarang, penyebab gangguan ini masih belum diketahui, namun diduga dipengaruhi oleh faktor biologis. Sama seperti gangguan disosiatif lainnya, DDD mungkin dipicu oleh pengalaman traumatik seperti perang, kekerasan, kecelakaan, atau bencana yang dialami maupun disaksikan oleh individu.

Penderita gangguan depersonalisasi berada dalam kondisi sadar, namun akan tampak seperti orang bingung. Ia sulit mempertahankan kontak mata. Ia menjadi mudah tersinggung, dan wajahnya seperti sedang tertekan. Penalaran, penilaian, dan wawasannya juga menjadi terbatas. Bagi sebagian orang, gejala depersonalisasi hanya timbul sesekali dan dalam jangka waktu yang pendek. Bagi sebagian orang lainnya, gejala ini dapat berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun dan dapat menyebabkan kegilaan.

 

Konsultasi dengan Ahli Tetap Menjadi Pilihan Terbaik

Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini belum ditemukan rencana pengobatan yang khusus dan efektif untuk mengatasi gangguan depersonalisasi/derealisasi ini. Jika Anda pernah merasakan gejala-gejala seperti yang telah tersebut di atas, segera cari pertolongan medis yang terpercaya dan kompeten dalam bidangnya. Dan jika Anda mengamati seseorang dengan gejala-gejala tersebut, Anda dapat membantunya agar tetap tenang dan stabil, serta menjauhkannya dari interaksi yang berpotensi menyebabkan trauma, sambil tetap mencari bantuan ahli.

 

Referensi:

  1. Gentile JP, Snyder M, Gillig PM. STRESS AND TRAUMA: Psychotherapy and Pharmacotherapy for Depersonalization/Derealization Disorder. Innov Clin Neurosci. 2014 Jul-Aug; 11(7-8): 37–41.
  2. Goldberg J. Mental Health and Depersonalization Disorder [Internet]. [Place unknown]: WebMD; 2014 [updated 2014 May 23; cited 2015 Nov 5]. Available from: http://www.webmd.com/mental-health/depersonalization-disorder-mental-health
  3. Sharon I. Dissociative Disorder [Internet]. [Place unknown]: WebMD; 2014 [updated 2014 Mar 27; cited 2015 Nov 5]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/294508-overview#showall
  4. Swains H. Depersonalisation disorder: the condition you’ve never heard of that affects millions. The Guardian [Internet]. 2015 Sept 4 [cited 2015 Nov 5]. Available from: http://www.theguardian.com/society/2015/sep/04/depersonalisation-disorder-the-condition-youve-never-heard-of-that-affects-millions

Share your thoughts

Yuk berlangganan SKMA!

Anda akan memperoleh berita dan artikel terkini mengenai isu, perkembangan, dan tips-tips seputar kedokteran dan kesehatan.

Klik link berikut untuk berlangganan SKMA digital!

http://linktr.ee/medaesculapius

Bantu Beranisehat menjadi lebih baik lagi:

http://tiny.cc/EvalBeranisehat23