Autisme

Definisi

Gangguan spektrum autisme merupakan suatu kumpulan (spektrum) kondisi yang dicirikan dengan keterlambatan dan gangguan perkembangan sosial dan komunikasi serta respons tidak biasa terhadap lingkungan, seperti perilaku berulang, sulit menerima perubahan, dan kepekaan tak wajar pada benda mati.

Sinonim: gangguan spektrum autisme

Gejala Klinis

Secara umum, terdapat dua kelompok ciri khas autisme (akan dibahas lebih pada bagian diagnosis), yaitu:

  • Defisit komunikasi sosial, yaitu:
    • Kurangnya interaksi sosial pada berbagai situasi
    • Kurangnya timbal balik sosial dan emosional
    • Kurangnya perilaku komunikatif nonverbal, misalnya kontak mata
  • Perilaku repetitif atau terbatas
    • Perilaku motor stereotipik
    • Kurangnya minat dan desakan untuk kesamaan akan berbagai hal, termasuk kesulitan menerima perubahan dan sangat bergantung pada rutinitas
    • Ketertarikan terbatas yang sangat tinggi pada suatu objek
    • Hipo/hipersensitivitas pada input

Gejala-gejala tersebut harus ada pada tahap perkembangan awal dan menyebabkan keterbatasan klinis yang bermakna.

Etiologi & Patogenesis

Etiologi

Terdapat beberapa teori tentang etiologi autisme.

Teori Biologis

Konsensus saat ini mengatakan bahwa autisme disebabkan oleh satu atau lebih faktor yang bekerja pada sistem saraf pusat. Walaupun abnormalitas biologis yang mendasarinya belum diketahui, saat ini banyak dilakukan penelitian untuk lebih memahami mekanisme neuropatologi dari autisme.

Faktor Genetik

Studi pada keluarga dan individu kembar menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting dalam etiologi autisme. Sekitar 60% kembar monozigot didiagnosis autisme secara definitif dan 80-90% masuk dalam spektrum autisme yang lebih luas. Walau sudah dilakukan banyak studi, hingga saat ini belum ada varian gen spesifik yang ditemukan berkaitan dengan autisme.

Autisme juga diasosiasikan dengan penyakit lain yang memiliki komponen genetik kuat, seperti fragile X syndrome dan sklerosis tuberosa. Selain itu, faktor selain variasi gen seperti epigenetik dan faktor lingkungan juga penting dalam etiologi ASD.

Faktor Pranatal, Perinatal, dan Neonatal

Beberapa studi menunjukkan tingginya komplikasi pra-, peri-, dan neonatal pada anak dengan autisme. Faktor predisposisi genetik mungkin berinteraksi dengan faktor perinatal yang akhirnya menghasilkan spektrum autisme.

Etiologi Lain

Akhir-akhir ini, banyak ketertarikan terkait peningkatan prevalensi autisme mungkin disebabkan faktor lingkungan atau lainnya. Meski mekanisme pastin belum diketahui, pasti terdapat peran lingkungan dalam etiologi autisme. Kombinasi perkembangan studi neurobiologi dan genetik diharapkan dapat memperjelas risiko lingkungan spesifik yang paling relevan, dan terpenting, dapat diubah. Selain itu, terkait vaksinasi, tidak ada bukti bahwa vaksinasi berperan dalam etiologi autisme.

Patogenesis

Autisme adalah gangguan perkembangan neurologis yang muncul pada awal kehidupan. Gejala biasanya mulai terlihat pada usia 12—24 bulan, tetapi dapat pula terlihat sebelum usia 12 bulan jika keterlambatan perkembangan cukup berat, atau terlihat setelah usia 24 bulan jika lebih ringan.

Gejala pertama autisme biasanya meliputi terlambat bicara yang disertai kurangnya minat sosial atau interaksi sosial tak lazim (misalnya, menarik tangan orang lain tanpa berusaha melihat orang tersebut), pola bermain aneh (membawa mainan tanpa memainkannya), dan pola komunikasi tak lazim (mengenali huruf, tetapi tidak merespons ketika dipanggil namanya sendiri). Pada tahun kedua, perilaku repetitif dan hilangnya cara bermain yang normal menjadi lebih jelas.

Patofisiologi

Studi neuroanatomi dan fungsi otak dengan structured MRI (sMRI) dan functional MRI (fMRI) telah berperan dalam pemahaman terkini terkait struktur dan fungsi otak terkait autisme.

Data terkini menunjukkan bahwa autisme sangat heterogen dalam fitur khasnya, dengan tingkat keparahan bervariasi dari batasan perkembangan tipikal hingga gangguan berat, dan mengenai banyak kondisi komorbid seperti disabilitas intelektual, epilepsi, kecemasan, dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).

Beberapa daerah otak yang berpotensi penting dalam autisme dapat dilihat pada tabel berikut.

Area Otak Fungsi
Amigdala Bangkitan emosional, persepsi emosi, dan pembelajaran emosional
Perpanjangan amigdla, striatum ventral, dan nucleus accumbens Sirkuit hadiah sosial
Gyrus fusiformis (terutama aspek lateral gyrus fusiformis kanan) Interpretasi komunikasi nonverbal, observasi kejadian, dan teori pikiran
Korteks prefrontal orbital Pembelajaran emosional
Korteks prefrontal medial Kognisi sosial (interpretasi perasaan dan pikiran orang lain)

Tabel 1. Daerah otak yang berpotensial penting dalam autisme.

Diagnosis

Menurut DSM-V, kriteria diagnosis gangguan spektrum autisme (F84) adalah:

  • Defisit persisten dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial pada berbagai konteks yang bermanifestasi sebagai berikut dahulu atau saat ini:
    1. Defisit hubungan timbal balik sosial-emosional (contoh: dari pendekatan sosial abnormal; hingga penurunan penunjukkan ketertarikan, emosi, atau afek; hingga kegagalan untuk memulai atau merespons interaksi sosial).
    2. Defisit perilaku komunikatif nonverbal untuk interaksi sosial (contoh: integrasi komunikasi verbal dan nonverbal yang buruk; abnormalitas kontak mata atau bahasa tubuh dan sulit memahami bahasa tubuh; tidak memiliki ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal sama sekali).
    3. Defisit dalam mengembangkan, mempertahankan, dan memahami hubungan (contoh: dari kesulitan menyesuaikan perilaku yang sesuai dengan konteks sosial; hingga kesulitan membagikan peran imajinatif atau membuat teman).
  • Perilaku, ketertarikan, atau aktivitas yang terbatas dan berpola repetitif yang bermanifestasi sebagai setidaknya dua dari hal-hal berikut (dahulu atau saat ini):
    1. Gerakan motorik, penggunaan benda, atau ucapan yang stererotipik atau repetitif (contoh: gerakan motorik sederhana stereotipik, membariskan mainan atau membolak-balikkan benda, ekolalia, dan frase idiosinkratik).
    2. Desakan untuk hal-hal yang sama, mengikuti rutinitas dengan sangat kaku, atau perilaku verbal atau nonverbal yang memiliki pola ritual (contoh: stres berat ketika menghadapi perubahan kecil, kesulitan dengan transisi, pola berpikir kaku, ritual menyapa, harus melewati rute yang sama, dan makan makanan yang sama setiap hari).
    3. Ketertarikan yang sangat terbatas dan terfiksasi yang memiliki intensitas/fokus abnormal (contoh: keterikatan atau preokupasi yang kuat pada benda tertentu, dan ketertarikan yang sangat terbatas dan kuat).
    4. Hipo/hipersensitif terhadap input sensorik atau ketertarikan tak lazim pada aspek sensorik tertentu dari lingkungan (contoh: cuek terhadap nyeri/suhu, respons berlawanan terhadap tekstur atau suara tertentu, menyentuh atau menghidu benda secara berlebihan, dan kekaguman visual terhadap cahaya atau gerakan).
  • Gejala harus ada pada periode perkembangan awal (tetapi dapat saja tidak terlihat sepenuhnya hingga kebutuhan sosial melebihi kemampuannya yang terbatas, atau dapat tertutupi oleh strategi yang dipelajari kemudian hari).
  • Gejala menyebabkan gangguan klinis yang signifikan terhadap fungsi sosial, okupasional, atau area penting lainnya.
  • Gangguan-gangguan di atas tidak dapat dijelaskan oleh disabilitas intelektual (gangguan perkembangan intelektual) atau keterlambatan perkembangan global.

Untuk penjelasan diagnosis yang lebih lengkap, termasuk derajat keparahan, dapat dilihat di buku DSM-V.

 

Tata Laksana

Tujuan tata laksana bagi anak dengan autisme adalah mengurangi perilaku disruptif dan mendorong pemelajaran, terutama bahasa, komunikasi, dan keterampilan merawat diri.

Pendekatan Pendidikan

Anak dengan autisme membutuhkan edukasi yang sangat terstruktur dan intensif sedini mungkin. Pada anak yang terpengaruh autisme cukup berat, prioritasnya secara berurutan ialah: (1) menoleransi bimbingan dewasa dalam melakukan tugas; (2) mengikuti rutinitas harian secara konsisten; (3) mengembangkan kemampuan berkomunikasi; dan (4) bergerak dari pemelajaran asosiatif ke pemelajaran konseptual.

Fokus terapi komunikasi, bicara, dan bahasa ialah menggunakan kata-kata yang bertujuan melakukan komunikasi bermakna. Karena anak dengan autisme dapat memperoleh kosakata yang tidak tidak berhubungan dengan komunikasi, pemelajaran bahasa harus dijalankan bersama dengan mendorong niat anak untuk berkomunikasi.

Terapi Perilaku

Terapi perilaku menggunakan teknik modifikasi perilaku untuk mencanangkan perilaku yang diinginkan dan mengeliminasi perilaku bermasalah. Terapi perilaku juga dapat digunakan untuk memfasilitasi pemelajaran, termasuk mendorong kemampuan kognitif awal seperti pengelompokkan dan menghasilkan suara dan bicara. Sebagian besar anak mendapatkan keuntungan dari terapi perilaku.

Psikoterapi

Psikoterapi tidak cocok untuk tata laksana anak, tetapi dapat berguna pada individu yang lebih berfungsi dan mengalami gejala cemas atau depresi akibat mulai menyadari keunikan mereka dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Psikofarmakologi

Tidak ada agen farmakologi yang bersifat kuratif, tetapi obat-obatan tertentu dapat berguna untuk gejala tertentu. Pengobatan bertujuan pada gejala melukai diri sendiri, agresi, gerakan stereotipik, dan hiperaktivitas.

Komplikasi

Autisme bukanlah penyakit degeneratif sehingga memungkinkan untuk dilakukan kompensasi dan pemelajaran seumur hidup. Hanya sedikit individu yang perilakunya memburuk selama remaja, sementara sisanya membaik. Secara umum, individu dengan gangguan ringan dapat berfungsi secara independen. Namun, individu tersebut tetap rentan secara sosial dan rentan mengalami kecemasan dan depresi. Tidak banyak yang diketahui terkait autisme pada usia lanjut.

Referensi

1. Sadock BJ, Sadoc VA, Ruiz P, eds. Kaplan & Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2017.

2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 5th ed. Arlington: American Psychiatric Association; 2013.

Share your thoughts