Benarkah Covid-19 Varian Delta Adalah Sebuah Rekayasa?

Beredar sebuah postingan di dunia maya yang menganggap Covid-19 varian Delta adalah sebuah rekayasa. Penulis postingan tersebut mempertanyakan, bagaimana keberadaan varian Delta dapat ditentukan jika alat tes Covid-19 tidak dapat membedakan varian Covid-19? Mari kita ulas.
Hingga awal Agustus 2021, telah tercatat lebih dari 3,6 juta kasus Covid-19 dengan jumlah kasus aktif mencapai lebih dari 470.000 kasus di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan bulan Desember 2019, virus SARS-CoV-2 telah mengalami mutasi yang beragam mulai dari varian Alfa (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P.1), Delta (B.1.617.2), dan masih banyak lagi. Varian yang saat ini menjadi perbincangan hangat adalah varian Delta karena menyebabkan lonjakan kasus baru di tengah program vaksinasi yang dikejar oleh berbagai negara di dunia.
Varian Delta memiliki protein spike yang bermutasi dan memiliki efek terhadap respon imun tubuh inang serta kemampuan replikasi yang lebih hebat. Akibatnya, virus ini menjadi lebih mudah menular dari orang ke orang. Berawal dari India dengan penambahan kasus mencapai 400.000 kasus baru, varian virus ini terus menyebar ke berbagai negara lain di dunia. Bahkan, negara seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang pada awal pandemi dipuji karena berhasil mengontrol kasus dengan baik, saat ini sedang berjibaku mengatasi jumlah kasus baru yang membludak.
Anggapan bahwa varian Delta ini adalah sebuah rekayasa karena alat tes tidak dapat membedakan berbagai varian Covid-19 tidak masuk akal. Penentuan varian-varian Covid-19 bukan didasarkan oleh hasil pemeriksaan dengan alat tes Covid-19 seperti tes cepat antigen, tes cepat antibodi, atau PCR, melainkan oleh hasil whole genome sequencing (WGS).
WGS akan membaca kode genetik virus pada sampel SARS-CoV-2 yang diperoleh dari spesimen pasien yang positif. WGS dapat menentukan apakah suatu SARS-CoV-2 telah bermutasi sehingga memiliki karakteristik genetik yang berbeda daripada SARS-CoV-2 lainnya. Perbedaan karakteristik genetik inilah yang mendasari klasifikasi SARS-CoV-2 menjadi beberapa varian, salah satunya varian Delta. Dari hasil WGS, peneliti dapat mempelajari perubahan karakteristik virus, seberapa mudah varian virus tersebut menyebar dari orang ke orang, dan apakah vaksin yang tersedia dapat melawan varian virus tersebut.
Di Indonesia, keberadaan SARS-CoV-2 varian Delta dikonfirmasi oleh WGS yang dilakukan oleh Tim Riset WGS Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dari 61 sampel yang diidentifikasi hingga 21 Juni 2021, sebanyak 44 sampel merupakan varian Delta.
Kesimpulannya, anggapan bahwa Covid-19 varian Delta adalah sebuah rekayasa tidaklah benar. Keberadaan varian Delta dan varian-varian SARS-CoV-2 lainnya ditentukan berdasarkan hasil whole genome sequencing (WGS) dan bukan berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh alat tes Covid-19.
Referensi:
- https://covid19.who.int/region/searo/country/id
- https://www.nature.com/articles/d41586-020-02544-6
- https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/variants/delta-variant.html
- https://www.bbc.com/future/article/20210119-covid-19-variants-how-the-virus-will-mutate-in-the-future
- https://medlineplus.gov/genetics/understanding/mutationsanddisorders/genemutation/
- https://www.dhs.wisconsin.gov/covid-19/variants-info.htm
- http://lipi.go.id/siaranpress/tim-riset-whole-genome-sequencing-lipi-deteksi-covid19-varian-delta/22423
Penulis: Mochammad Izzatullah
Editor: Albertus Raditya Danendra