Sinar UV Bisa Jadi Tameng COVID-19 Omicron?
Media sosial Facebook tengah diramaikan oleh sebuah unggahan yang menyatakan bahwa sinar ultraviolet (UV) dapat menangkal SARS-CoV-2 (virus penyebab Covid-19) varian Omicron. Di dalam postingan tersebut, terunggah sebuah video yang mengklaim bahwa tingginya pancaran sinar UV di Indonesia membuat varian Omicron tidak banyak menyebar. Apakah klaim tersebut benar?
Terdapat 3 jenis sinar UV yang diklasifikasikan berdasarkan energi yang dimiliki, yaitu UVA, UVB, dan UVC:
- Sinar UVA memiliki energi yang paling rendah. Jenis sinar UV yang paling banyak terdapat dalam sinar matahari adalah sinar UVA. Paparan sinar UVA yang berlebihan berkaitan dengan penuaan dan kerusakan kulit.
- Sinar UVB memiliki energi sedang. Sinar ini hanya mencakup sebagian kecil dari sinar UV yang dipancarkan matahari. Namun, sinar UVB merupakan sinar UV yang paling berperan dalam kejadian luka bakar akibat sinar matahari dan kanker kulit.
- Sinar UVC memiliki energi paling besar. Sinar tersebut diserap oleh lapisan ozon bumi sehingga kita tidak terpapar dengan sinar ini dari matahari. Sinar ini memiliki berbagai manfaat sehingga terdapat alat-alat yang didesain khusus untuk memancarkan sinar UVC. Salah satu manfaat dari sinar ini adalah untuk disinfeksi.
Suatu studi oleh Heilingloh dkk. menyatakan bahwa radiasi sinar UVC dapat menginaktivasi SARS-CoV-2 pada cairan. SARS-CoV-2 dapat terinaktivasi secara sempurna setelah paparan sinar UVC berdosis 1048 mJ/cm2 diberikan selama 9 menit. Studi-studi lain juga memaparkan bahwa sinar UVC dapat membunuh SARS-CoV-2 pada permukaan benda atau bahkan di udara. Alhasil, sinar UVC dianggap sebagai sebuah opsi alternatif untuk disinfeksi SARS-CoV-2. Beberapa alat disinfeksi yang bekerja dengan memancarkan sinar UVC juga telah dikembangkan, seperti ruang disinfeksi dan robot disinfeksi. Sayangnya, sinar UVC tidak terkandung dalam sinar matahari.
Lantas, bagaimana dengan kemampuan menginaktivasi virus dalam sinar ultraviolet yang banyak terkandung di dalam sinar matahari? Memang, terdapat beberapa bukti bahwa radiasi sinar UVB efektif dalam menginaktivasi virus SARS. Akan tetapi, efektivitasnya jauh lebih rendah daripada UVC; sinar UVB memiliki energi 20 hingga 100 kali lebih lemah dibandingkan sinar UVC. Di samping itu, sinar UVB juga lebih berbahaya bagi manusia. Sinar tersebut dapat UVB dapat menembus kulit dan mata secara mendalam sehingga dapat merusak DNA dan meningkatkan risiko kanker kulit dan katarak.
Di sisi lain, studi menunjukkan bahwa sinar UVA tidak berdampak banyak untuk menginaktivasi SARS-CoV-2. Hal ini berkaitan dengan rendahnya energi yang terkandung dalam sinar tersebut, yaitu kira-kira 1000 kali lebih lemah bila dibandingkan sinar UVB atau UVC. Sejalan dengan itu, studi-studi sebelumnya pada virus SARS-CoV-1 (virus SARS) yang juga merupakan virus korona menyatakan bahwa sinar UVA tidak dapat menginaktivasi virus secara sempurna.
Sementara ini, belum ada penelitian yang meneliti efektivitas sinar UV dalam membasmi SARS-CoV-2 varian Omicron secara khusus. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, tidak ada hubungan antara tingkat penyebaran varian Omicron dengan sinar UV di Indonesia. Seorang dokter relawan Covid-19, dr. Muhammad Fajri Addai, juga menegaskan bahwa tidak ada studi yang membuktikan adanya hubungan antara tingginya sinar UV dengan rendahnya penyebaran varian Omicron di Indonesia.
Kesimpulannya, klaim bahwa sinar UV dapat menangkal virus Covid-19 varian Omicron masih belum terbukti kebenarannya. Sinar UVC yang cukup efektif membasmi SARS-CoV-2 tidak terkandung pada sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi. Sementara itu, sinar UVA yang jumlahnya berlimpah pada sinar matahari tidak efektif dalam membunuh virus. Sinar UVB dalam sinar matahari memang berpotensi untuk membunuh SARS-CoV-2, tetapi jumlahnya pada sinar matahari sangat sedikit. Bukan intensitas sinar UV yang menentukan tinggi rendahnya tingkat penyebaran SARS-CoV-2 varian Omicron, melainkan angka vaksinasi atau kekebalan masyarakat.
REFERENSI
- Heilingloh CS, Aufderhorst UW, Schipper L, et al. Susceptibility of SARS-CoV-2 to UV irradiation. Am J Infect Control. 2020;48(10):1273-1275. doi:10.1016/j.ajic.2020.07.031
- Kitagawa H, Nomura T, Nazmul T, et al. Effectiveness of 222-nm ultraviolet light on disinfecting SARS-CoV-2 surface contamination. Am J Infect Control. 2021;49(3):299-301. doi:10.1016/j.ajic.2020.08.022
- Buonanno M, Welch D, Shuryak I, Brenner DJ. Far-UVC light (222 nm) efficiently and safely inactivates airborne human coronaviruses. Sci Rep. 2020;10(1):10285. doi:10.1038/s41598-020-67211-2
- Bhardwaj SK, Singh H, Deep A, et al. UVC-based photoinactivation as an efficient tool to control the transmission of coronaviruses. Sci Total Environ. 2021;792:148548. doi:10.1016/j.scitotenv.2021.148548
- Aboubakr HA, Sharafeldin TA, Goyal SM. Stability of SARS-CoV-2 and other coronaviruses in the environment and on common touch surfaces and the influence of climatic conditions: A review. Transbound Emerg Dis. 2021;68(2):296-312. doi:10.1111/tbed.13707
- https://www.fda.gov/medical-devices/coronavirus-covid-19-and-medical-devices/uv-lights-and-lamps-ultraviolet-c-radiation-disinfection-and-coronavirus
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/39826/hoaks-sinar-uv-di-indonesia-sebagai-tameng/0/laporan_isu_hoaks
Penulis: Albertus Raditya Danendra
Editor: Alexander Rafael Satyadharma