Berhenti Merokok: Bagaimana Cara yang Tepat?
Saat ini merokok hampir menjadi budaya masyarakat. Berhenti merokok menjadi sulit jika dicoba tanpa cara yang benar. Bagaimana cara yang tepat untuk berhenti?
Mengapa Harus Berhenti Merokok?
Asap rokok mengandung lebih dari 7000 campuran bahan kimia yang mematikan dengan komposisi ratusan bahan berbahaya dan sekitar 70 bahan yang dapat menyebabkan kanker.1 Merokok merupakan faktor risiko utama penyakit yang mematikan, misalnya penyakit jantung koroner dan kanker.1,2
Data pada tahun 2010 menunjukkan sekitar 76% perokok Afrika-Amerika ingin berhenti merokok, tetapi hanya 59% orang yang mencoba untuk berhenti merokok. Hanya sekitar 3% orang yang berhasil untuk berhenti merokok tanpa bantuan.3 Angka tersebut akan meningkat menjadi sekitar 10% jika mendapatkan terapi dari dokter dan 35% dengan terapi kombinasi antara farmakologi, psikoterapi, serta dukungan sosial.4 Oleh karena itu, terapi kombinasi akan lebih efektif untuk pasien yang ingin berhenti merokok.
Tingginya angka merokok juga menjadi landasan kuat adanya program berhenti merokok (PBM). Berdasarkan data dari The ASEAN Tobacco Control tahun 2014, jumlah perokok dewasa di ASEAN mencapai 121 juta orang dengan prevalensi tertinggi (67,4%) ada di Indonesia.5 Selain itu, rata-rata usia perokok di Indonesia adalah 10-25 tahun dan jumlah perokok usia 10-14 tahun telah meningkat 2 kali lipat dalam 10 tahun (2000-2010).5 Penelitian di Bogor tahun 2013 pada siswa SMA, terdapat 22,1% adalah perokok dan 5,3% bekas perokok.6
Prevalensi perokok yang tinggi akan menyebabkan beban ekonomi yang tinggi juga. Estimasi jumlah seluruh kerugian ekonomi secara makro pada tahun 2013 yang mencakup pengeluaran masyarakat untuk membeli tembakau (138 triliun rupiah), kehilangan tahun produktif karena kematian prematur, sakit dan disabilitas (235,4 triliun rupiah), total biaya rawat jalan dan rawat inap karena penyakit terkait tembakau (5,35 triliun rupiah), memberi jumlah kumulatif kerugian ekonomi sebesar 378,75 triliun rupiah. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan cukai rokok untuk tahun 2013, yaitu sebesar 103,02 triliun rupiah.7
Namun, menghentikan kebiasaan merokok tersebut sulit sekali dilakukan. Ketergantungan rokok bersifat multidimensional. Secara fisiologis, ketergantungan tersebut disebabkan utamanya oleh nikotin. Adanya reward fisiologis sebagai dampak dari tingginya kadar dopamin dan tidak tahan gejala putus nikotin (withdrawal effect) membuat perokok akan terus merokok.8 Studi oleh Hawari, et al9, menunjukkan jumlah abstinen merokok selama 12 bulan pada pasien kanker di Jordan hanya 21,2%. Mayoritas pasien gagal berhenti merokok karena situasi stres, tidak tahan gejala putus nikotin, dan kepercayaan berhenti merokok tidak ada nilai.
Manfaat Berhenti Merokok
Terdapat beberapa manfaat yang dirasakan apabila berhenti merokok, yaitu9-11:
- Dalam 20 menit: tekanan darah, denyut jantung, aliran darah, dan suhu tubuh akan membaik
- Dalam 8 jam: Kadar nikotin dalam darah akan berkurang menjadi 6,25% dari kadar puncak harian
- Dalam 12 jam: Oksigen dalam darah mencapai normal dan kadar karbon dioksida turun menjadi normal
- Dalam 24 jam: Rasa cemas mencapai puncaknya dan dalam 2 minggu akan mendekati tingkat sebelum berhenti merokok
- Dalam 48 jam: Kerusakan saraf akan mulai perbaikan, serta sensasi penghidu dan pengecap kembali ke normal
- Dalam 72 jam: Sekitar 90% nikotin telah dimetabolisme dan diekskresikan melalui urine
- Dalam 5-10 hari: Fungsi perasa/pengecap jauh lebih baik dan kardiovaskular terus membaik
- Dalam 10-14 hari: Sirkulasi darah di gusi dan gigi akan sama dengan non-perokok
- Dalam 2-4 minggu: Rasa marah, cemas, sulit konsentrasi, tidak sabar, insomnia, lelah, depresi telah berakhir. Risiko serangan jantung berkurang, fungsi paru mulai membaik
- Dalam 3 minggu: Jumlah reseptor asetilkolin akan meningkat di otak. Sirkulasi darah semakin membaik.
- Dalam 4 minggu: Kadar plasma suPAR akan stabil sehingga risiko diabetes dan kanker akan sama dengan non-perokok
- Dalam 8 minggu: Fungsi insulin telah mencapai normal
- Dalam 1 – 9 bulan: Cilia pada paru telah tumbuh kembali sehingga mampu mengatasi mukus dan membuat paru tetap bersih sehingga mengurangi risiko infeksi.
- Dalam 1 tahun: Risiko penyakit jantung koroner, serangan jantung, stroke telah berkurang 50% dibandingkan perokok
- Dalam 5 tahun: Risiko perdarahan subarachnoid berkurang 59% dibandingkan perokok. Pada perempuan, risiko diabetes akan sama dengan non-perokok
- Dalam 5-15 tahun: Risiko stroke akan sama dengan non-perokok
- Dalam 10 tahun: Risiko mengalami kanker paru 30-50% dibandingkan perokok. Risiko mortalitas kanker paru berkurang 50% dibandingkan perokok. Risiko kanker lainnya juga berkurang. Risiko mengalami diabetes pada laki-laki dan perempuan sama dengan orang yang tidak pernah merokok
- Dalam 13 tahun: Risiko kehilangan gigi berkurang dibandingkan perokok
- Dalam 15 tahun: Risiko penyakit jantung koroner dan kanker pankreas sama dengan orang yang tidak pernah merokok
- Dalam 20 tahun: Risiko penyakit akibat rokok pada permpuan akan berkurang
Kendala Berhenti Merokok
Terdapat beberapa kendala dalam berhenti merokok12, antara lain:
- Faktor Psikologis dan Perilaku
Berhenti merokok bagi perokok merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan atau lebih ekstrem menyengsarakan secara psikologis. Gejala yang timbul saat berhenti merokok sangat erat kaitannya dengan faktor psikologis dan perilaku sehingga menjadi penting untuk melakukan pendekatan secara psikologis dan terapi perilaku.
- Lingkungan Sosial
Tidak adanya orang terdekat yang mendukung, misalnya teman dekat atau keluarga, dapat menurunkan motivasi seseorang untuk berhenti merokok. Lingkungan yang tidak mendukung untuk berhenti merokok akan memberikan stimulasi untuk tetap merokok sehingga pasien akan sulit untuk melepaskan ketergantungan merokok tersebut.
Program Berhenti Merokok dan Kebijakan Pengendalian Tembakau
Program berhenti merokok (PBM) dibuat sebagai upaya preventive medicine yang dilaksanakan oleh dokter di layanan primer. Program ini idealnya merupakan bagian dari upaya terpadu dalam memerangi rokok untuk peningkatan derajat kesehatan, misalnya bersama dengan beberapa kebijakan pengendalian tembakau lainnya.13
- Kebijakan Pelarangan Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok
Pada saat ini belum ada aturan yang melarang total iklan, promosi dan sponsor rokok. UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers hanya membatasi perusahaan iklan dalam membuat materi iklan rokok dengan tidak meragakan wujud dan penggunaan rokok. Dalam pasal 13 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa perusahaan iklan dilarang memuat iklan minuman keras, narkoka, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (ayat 2) dan dilarang memuat iklan peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok (ayat 3). UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran juga sejalan dengan UU tentang Pers. Media penyiaran masih diperbolehkan untuk menyiarkan iklan rokok selama tidak memperlihatkan wujud dan perilaku merokok seperti yang tercantum dalam pasal 46 ayat 3c. Meskipun ayat 3c ini bertentangan dengan ayat sebelumnya (3b) yang menyatakan bahwa media penyiaran dilarang menyiarkan iklan dari produk yang mengandung zat adiktif.
- Kebijakan tentang Cukai dan Pajak Rokok serta Retribusi Daerah
Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, besaran cukai rokok ditetapkan adalah 57 persen dari harga jual eceran. Jika dibandingkan dengan praktek penerapan cukai di negara-negara ASEAN lainnya, cukai rokok di Indonesia memang lebih rendah terutama jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand.
Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 28), yaitu sebesar 10% dari cukai rokok (Pasal 29). Setiap Kabupaten/Kota akan mendapatkan 70% bagi hasil penerimaan Pajak Rokok di provinsi yang bersangkutan (Pasal 94). Dalam pasal 31, disebutkan bahwa Pajak Rokok dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok) serta penegakan hukum (pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok).
- Kebijakan tentang Peringatan Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau
Kebijakan yang mengatur peringatan kesehatan pada kemasan rokok adalah UU Nomor 36 tahun 2009, PP Nomor 109 tahun 2012 dan Permenkes No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau.
- Kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok
Dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 menyebutkan bahwa yang termasuk Kawasan Tanpa Rokok adalah fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (ayat 1). Selain itu, disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya (ayat 2).
- Kebijakan tentang Perlindungan Anak dan Perempuan Hamil
Dalam PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan juga mengatur tentang perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil. Pada pasal 25 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menjual Produk Tembakau menggunakan mesin layan diri, kepada anak di bawah usia 18 (delapan belas) tahun, dan kepada perempuan hamil.
Program Berhenti Merokok (PBM)
Strategi berhenti merokok harus berdasarkan motivitasi diri sendiri, tata laksana medis adiksi dan withdrawal, serta dukungan keluarga yang secara sinergi dilaksanakan secara komprehensif. PBM pada dasamya adalah kombinasi dari terapi kognitif, terapi perilaku, dan terapi farmakologis. Alat bantu untuk PBM ini terdiri dari pertanyaan tentang kebiasaan merokok, kuesioner untuk menjajagi berbagai faktor pendukung atau penghambat upaya, dan sejumlah pertemuan konseling. Kunci suksesnya PBM adalah bersifat khusus setiap pasien dan disampaikan dalam bahasa yang dimengerti.2
Terapi kognitif dalam PBM bertujuan membuat perokok mengerti dampak dari merokok secara lebih spesifik. Melalui terapi kognitif ini dapat dilakukan juga dengan demythologize karena ada beberapa mitos tentang rokok dan merokok yang harus dikikis dari masyarakat, misalnya bahwa rokok dapat mengatasi stres, dapat membatasi naiknya berat badan. Mitos yang paling berbahaya adalah bahwa rokok yang light, mild, atau ultralow tidak berbahaya, padahal itu tidak terbukti.2
Selain itu, konseling dan psikoterapi sebagai kesatuan dari terapi perilaku juga memegang peranan penting. Beberapa prinsip dalam konseling pasien untuk berhenti merokok14 adalah
- Tidak memberikan saran terus-menerus
- Tidak menghakimi/judgemental
- Tidak memilah-milah masalah (melihat secara keseluruhan masalah)
- Tidak mendorong untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan keinginan konselor
- Tidak terlibat secara emosional
- Tidak melihat masalah pasien dari perspektif diri sendiri
Psikoterapi suportif dalam mendorong untuk berhenti merokok sebaiknya mencakup14:
- Membangkitkan motivasi pasien agar mengubah tingkah lakunya
- Membantu pasien mengambil keputusan dan membuat rencana pribadi untuk berubah
- Pasien belajar mekanisme koping baru untuk menghadapi keadaan saat berhenti merokok
- Membantu pasien mengenali, menghindari, serta menyesuaikan diri terhadap situasi yang membuat mereka merokok
- Mengenali dan mengatasi masalah mental (depresi, dan lainnya) yang berkaitan dengan rokok
Langkah awal dalam PBM adalah dengan pendekatan 5A atau 4T (Ask, advice, assess, assist, arrange) atau (tanya, telaah, tolong dan nasihati, tindak lanjut).14,15
- Tanya
- Tanya apakah pasien merokok/tidak/pernah merokok
- Status merokok pasien dan dokumentasikan
- Keluarga yang merokok
- Telaah
- Gali keinginan perokok untuk berhenti
- Nilai beratnya ketergantungan dan tawarkan bantuan
- Nilai tahap kesiapan pasien
- Telaah hambatan berhenti merokok
- Telaah faktor pendukung
- Tolong dan Nasihati
- Tentukan tanggal berhenti merokok
- Bantu dengan farmakoterapi atau non-farmakoterapi (konseling)
- Dukungan keluarga
- Informasikan keluhan yang mungkin muncul
- Tindak Lanjut
- Berhasil/gagal/masih sedang mencoba (pada minggu pertama setelah tanggal berhenti merokok dan lanjutkan dengan follow up berikutnya)
- Evaluasi keluhan lain, kendala
- Evaluasi motivasi
Bagi perokok yang belum mau berhenti merokok, dapat dilakukan pendekatan 5R15, yaitu:
- Relevance
Diskusikan dampak rokok, tidak hanya pada kesehatan diri sendiri, tetapi juga keluarga sebagai perokok pasif
- Risk
Diskusikan dampak-dampak negatif dari rokok
- Rewards
Diskusikan keuntungan dari berhenti merokok (dari segi kesehatan, finansial, dan lain-lain)
- Roadblocks
Tanyakan tantangan yang dihadapi pada saat berhenti merokok
- Repetition
Berikan terus perhatian dan menanyakan status dan keluhan dari pasien
Terdapat beberapa cara untuk berhenti merokok14,15, yaitu:
- Berhenti seketika
Pasien masih merokok hari ini, besok berhenti sama sekali. Cara ini cukup berhasil pada banyak orang. Namun, pada perokok berat, dibutuhkan terapi farmakologis untuk mengatasi efek ketagihan
- Penundaan
Dilakukan dengan menunda mengisap rokok pertama 2 jam setiap hari dibanding dari sebelumnya. Jumlah rokok yang dihisap tidak dihitung. Sebagai contohnya kebiasaan menghisap rokok pertama pukul 7 pagi dan direncanakan berhenti dalam 7 hari, maka hari kedua pukul 9 pagi, hari ketiga pukul 11 siang, dan seterusnya hingga hari ke-7 pukul 9 malam dan berhenti.
- Pengurangan
Jumlah rokok yang dihisap dikurangi secara perlahan hingga 0 batang. Sebagai contoh sehari menghisap 28 batang dan direncanakan berhenti dalam 7 hari, maka setiap hari harus dikurangi 4 batang.
Referensi:
- S. Department of Health and Human Services.The health consequences of smoking—50 years of progress: A report of the surgeon general. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health; 2014.
- Sadikin ZD, Louisa M. Program berhenti merokok. Maj Kedokt Indon. 2008;58(4):130.
- The Wall Street Journal. Smokers who try to quit dooged by high failure rate.
- Hughes JR. Motivating and helping smokers to stop smoking. J Gen Intern Med. 2003 Dec;18(12):1053-7.
- Lian TY, Dorotheo U. The ASEAN tobacco control atlas. Thailand: Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA); 2014.
- Pulungan AT, Syahruddin E, Fitriani F. Proporsi ketergantungan nikotin pada siswa SMA dengan menggunakan FTND; 2013.
- Kosen S. Beban kesehatan dan dampak ekonomi merokok di Indonesia tahun 2013. Dalam: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Bunga rampai fakta tembakau dan permasalahannya di Indonesia. Jakarta: Tobacco Control and Support Center – IAKMI; 2014. p31-43.
- Caggiula AR, Donny EC, Chaudhri N, Perkins KA, Evans-Martin FF, Sved AF. Importance of nonpharmacological factors in nicotine self-administration. Psychol Behav. 2002;77:683-7.
- Polito JR. Stop smoking recovery timetable.
- Mathers CD, Loncar D. Projections of global mortality and burden of disese from 2002 to 2030. PLoS Medicine, 2006;3(11): 2011-30.
- American Cancer Society. Benetfits of quiting smoking over time.
- Nardini S. Smoking cessation. United Kingdom: European Respiratory Monograph 42; 2008
- Fauzi R, Zakiyah, Ainul M. Kebijakan pengendalian tembakau. Dalam: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Bunga rampai fakta tembakau dan permasalahannya di Indonesia. Jakarta: Tobacco Control and Support Center – IAKMI; 2014. p123-44.
- Fiore MC, Jaen C, Baker T, Bailey WC, Benowitz NL, Curry SJ, et al. Treating tobacco use and dependence: Clinical Practice Guideline. Rockville, MD: US Department of Health and Human Services. Public Health Service; 2008.