Defek Septum Atrium
Daftar Isi
Definisi
Defek septum atrium (DSA) adalah penyakit jantung bawaan dimana terjadi pembukaan abnormal (lubang) pada sekat yang memisahkan atrium (serambi) kiri dan kanan. Berdasarkan lokasi kelainan, DSA dikelompokkan menjadi1,2 :
- DSA sekundum, yaitu terjadi defek pada fosa ovalis yang sebenarnya merupakan septum primum. DSA pada lokasi ini paling sering terjadi.
- DSA dengan defek sinus venosus superior, yaitu terjadi defek dekat muara vena kava superior sehingga terjadi koneksi antar kedua atrium.
- DSA septum atrium primum, yaitu defek pada septum atrioventrikular dan bagian atas yang berbatas dengan fosa ovalis sedangkan bagian bawah dengan katup atrioventrikular.1,2
Gambar 1. Letak defek septum atrium1
Sinonim: Atrial Septal Defect (ASD) – Penting untuk dibedakan dengan Autism Spectrum Disorder karena memiliki singkatan yang sama.
Gejala Klinis
Sebagian besar pasien dengan DSA ostium sekundum atau sinus venosus tidak memiliki gejala hingga dewasa muda. Namun ketika pasien mendekati paruh baya, kemampuan ventrikel (bilik) kiri untuk memompa dapat menurun sehingga aliran darah dari atrium kanan ke kiri meningkat. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan adalah sesak napas terutama ketika beraktivitas. Sebanyak 10% pasien DSA istium sekundum berprogresi menjadi hipertensi pulmonal yang diasosiasikan dengan penyakit obstruktif vaskuler paru atau Sindrom Eisenmenger. Ketika tekanan pulmonal meningkat, pirau kiri ke kanan menurun digantikan dengan pirau kanan ke kiri. Kondisi ini menimbulkan gejala sianosis dan hipertensi pulmonal. Gejala klinis2,3 :
- Infeksi saluran napas berulang
- Sesak napas – akibat gagal jantung karena beban ventrikel kiri meningkat
- Kesulitan menyusu
- Gagal tumbuh kembang
- Mudah lelah
Etiologi dan Patogenesis
DSA disebabkan oleh tidak menutupnya septum antar atrium. Dalam pembentukan jantung, pemisahan atrium primordial menjadi atrium kiri dan kanan dimulai dari pembentukan septum primum dan sekundum. Septum primum akan bergabung dengan bantalan endokardial lalu terbentuk septum sekundum yang menutup menjadi sekat antar atrium. Namun pada DSA, septum sekundum tidak sepenuhnya menutup karena ada tekanan atrium kanan yang mendorong septum primum ke kiri sehingga darah bisa masuk ke atrium kiri. Kegagalan menutup dapat terjadi tidak hanya pada septum sekundum tetapi juga septum primum dan sinus venosus. 1
Patofisiologi
Keadaan DSA memnyebabkan tekanan pada atrium kiri sedikit lebih tinggi dari atrium kanan sehingga darah masuk ke atrium kanan. Pada atrium kanan akan terjadi kelebihan darah sehingga atrium berdilatasi untuk mengatasinya. Ventrikel kanan akan bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan lalu dapat pula menyebabkan hipertensi pulmonal.1
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik didapatkan2,3 :
- Takipnea atau pernapasan cepat
- Sianosis (kulit membiru) – Perlu diperhatikan bahwa sianosis ini sangat tergantung kadar Hemoglobin. Pada pasien dengan anemia, sianosis dapat muncul terlambat.
- Auskultasi : splitting bunyi jantung II, P2 mengeras, ejeksi sistolik murmur di sela iga 2 parasternal kiri, mid diastolik murmur di katup trikuspid
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah2,3
- EKG minimal 2 kali : temuan deviasi aksis kanan, right bundle branch block (RBBB)
- Foto thoraks minimal 2 kali : temuan pembesaran pada atrium kanan dan ventrikel kanan
- Ekokardiografi untuk diagnosis dan evaluasi setelah pembedahan
- Sadap jantung ketika terdapat kecurigaan penyakit vaskular paru
- MRI
Tata Laksana
DSA besar (rasio aliran pulmonal ke sistemik Qp:Qs > 1,5:1) sebaiknya ditutup untuk menghindari kemungkinan timbulnya hipertensi pulmonal. Penutupan DSA dapat dilakukan dengan prosedur bedah atau non bedah dengan pemasangan alat.3
DSA dengan aliran pirau kecil
Tata laksana dengan pemantauan klinis dan ekokardiografis. Apabila hasil ekokardiogram meragukan antara DSA kecil dan sedang maka dilakukan pemeriksaan sadap jantung untuk menentukan flow rasio (FR). Penutupan ASD dilakukan apabila FR >=1,5.
DSA dengan aliran pirau besar
- Bayi dengan SDA besar dengan Gagal Jantung Kronis (GJK)
Terapi dengan obat anti gagal jantung (digitalis, diuretik, vasodilator)
- Apabila GJK teratasi : operasi penutupan ASD ditunda sampai usia >1 tahun tanpa didahului pemeriksaan sadap jantung
- Apabila GJK tidak teratasi : operasi penutupan DSA harus dilakukan lebih dini.
- Bayi dengan ASD besar tanpa GJK dan tanpa hipertensi pulmonal
Operasi penutupan DSA usia 3-4 tahun
- Anak atau orang dewasa dengan hipertensi pulmonal
Penutupan DSA harus segera dilakukan
- Apabila secara klinis dan ekokardiografis terlihat aliran pirau deras maka penutupan dilakukan tanpa perlu mengukur PARi (Pulmonary Artery Resistance Index)
- Apabila secara klinis dan ekokardiografis terlihat aliran pirau kurang deras atau bidireksional (dugaan penyakit vaskuler paru) aka perlu dilakukan penyadapan jantung untuk menilai reaktivitas vaskuler paru. Jika ditemukan :
- PARi <8 U/m2 maka risiko operasi penutupan DSA kecil
- PARi >=8 U/m2, dengan O2 100% turun <8 U/m2 maka operasi penutupan masih dapat dilakukan, tetapi dengan risiko tinggi. Jika dengan O2 100% tidak turun maka operasi penutupan tidak dapat dilakukan
- Anak atau orang dewasa tanpa hipertensi pulmonal
Operasi penutupan SDA dapat dilakukan secara elektif pada usia 3-4 tahun. Penutupan SDA sekundum dilakukan dengan pembedahan atau nonbedah dengan alat tanpa didahului pemeriksaan sadap jantung.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah prosedur pembedahan adalah aritmia. 3
Referensi
- Park MK. Atrial septal defect. In : Park’s pediatric cardiology for practioners. 6th ed. Singapura : Elsevier Saunders;2014.
- Ghanie A. Penyakit jantung kongenital pada dewasa. In : Ilmu penyakit dalam. 6th ed, jilid III. Jakarta : Interna Publishing; 2014. p.1656-9.
- Atrial septal defect. In : Panduan praktik dan clinical pathway penyakit jantung dan pembuluh darah. 1st ed. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI);2016. p.151-4.