Delirium

Definisi & Informasi Umum Penyakit

Definisi

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-V), delirium adalah gangguan perhatian (kesulitan mengarahkan, memfokuskan, mempertahankan, dan mengubah perhatian) dan gangguan kesadaran (penurunan orientasi terhadap lingkungan).

Klasifikasi Internasional Penyakit World Health Organization mendefinisikan delirium sebagai gangguan kognisi yang terwujud dengan gangguan mengingat (recall) dan ingatan jangka pendek serta disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang.

Sinonim: meracau, mengigau

Klasifikasi

Klasifikasi delirium dijabarkan pada tabel di bawah.

Subtipe

Deskripsi
Delirium hiperaktif Pasien mengalami agitasi motorik (aktivitas psikomotor yang eksesif, diiringi dengan peningkatan tensi dan iritabilitas)
Delirium hipoaktif

Pasien merasakan retardasi motorik atau gejala kognitif tanpa gejala motorik.

Klasifikasi Delirium
Sumber: Int J Geriatr Psychiatry. 2018;33(11):1521–1529. doi:10.1002/gps.4690

Epidemiologi

Delirium umum terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Sebanyak 30% orang dewasa yang dirawat di rumah sakit mengalami penyakit ini. Pasien dengan usia lanjut, penurunan kognisi, dan penyakit yang lebih berat memiliki risiko yang lebih tinggi.

Tanda dan Gejala

Delirium ditunjukkan dengan adanya ciri-ciri nomor 1, 2, dan 3 atau 4:

  1. Perubahan akut status mental yang fluktuatif
  2. Pengurangan kemampuan untuk mempertahankan perhatian dan mengikuti percakapan
  3. Pemikiran yang tidak terorganisasi (masalah dengan memori, orientasi, atau bahasa)
  4. Perubahan tingkat kesadaran (kesadaran tinggi/hypervigilance, rasa kantuk, atau pingsan)

Etiologi dan Patogenesis

Delirium diketahui disebabkan oleh berbagai faktor yang merupakan interaksi pasien rentan dengan faktor predisposisi dan faktor yang memperparah.

Faktor predisposisi yang paling umum adalah usia (lebih dari 70 tahun), demensia, disabilitas fungsional, jenis kelamin laki-laki, pendengaran dan penglihatan yang buruk, dan gangguan kognitif ringan.

Faktor yang mempercepat adalah obat-obatan, seperti obat sedatif-hipnotik dan antikolinergik, nonbenzodiazepines, antihistamin (terutama antihistamin generasi pertama), alkohol, antikonvulsan, antidepresan trisiklik, histamine H2-receptor blockers, antiparkinsonian, antipsikotik, barbiturate, digoxin, dan antibiotik. Faktor lainnya adalah tindakan operasi, anestesi, anemia, infeksi, serta penyakit akut dan kronik.

Gambar di bawah menunjukkan bagaimana faktor-faktor yang telah disebutkan menyebabkan delirium.

Patofisiologi deliriumSumber: The Journals of Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences. 2006Jan;61(12):1281–6.

Patofisiologi

Patofisiologi delirium tidak diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa mekanisme yang diusulkan. Respons sitokin inflamasi sistemik dan gangguan neurotransmitter adalah dua mekanisme utama yang diduga berhubungan.

Dalam respons inflamasi sistemik seperti sepsis, sitokin proinflamasi dilepaskan di sirkulasi perifer dan masuk ke sistem saraf pusat, mengubah fungsi endotel, mengurangi perfusi, mengaktifkan mikroglia, dan menyebabkan apoptosis saraf serta neurotoksisitas.

Obat-obatan antikolinergik menginduksi delirium dengan berikatan kepada reseptor nikotinik dan muskarinik di otak, mengubah kognisi dan kesadaran.

Abnormalitas metabolik dapat menimbulkan pengurangan sintesis asetilkolin dan transmisi sinaptik.

Diagnosis

Kriteria diagnostik delirium menurut DSM-V adalah sebagai berikut:

  1. Gangguan perhatian (yaitu penurunan kemampuan untuk mengarahkan, memfokuskan, mempertahankan, dan mengubah perhatian) dan gangguan kesadaran (pengurangan orientasi terhadap lingkungan)
  2. Gangguan muncul selama periode waktu yang singkat (biasanya dalam hitungan jam sampai dengan beberapa hari), merepresentasikan perubahan dari perhatian dan kesadaran dasar, dan cenderung memiliki tingkat keparahan yang berfluktuasi dalam satu hari
  3. Gangguan kognisi tambahan, seperti defisit memori, disorientasi, bahasa, kemampuan visuospasial, atau persepsi
  4. Gangguan pada kriteria A dan C tidak dapat dijelaskan oleh kelainan neurokognitif lainnya dan tidak terjadi dalam konteks penurunan kesadaran berat seperti koma
  5. Ada bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, dan penemuan laboratorium bahwa gangguan adalah konsekuensi fisiologis langsung dari kondisi medis lain, intoksikasi atau penarikan (withdrawal) zat, paparan terhadap toksin, atau etiologi lainnya

Skrining

Instrumen skrining ideal harus memiliki sensitivitas yang tinggi dan mudah digunakan dengan pelatihan minimal. Instrumen yang dapat digunakan adalah Confusion Assessment Method (CAM), Brief Confusion Assessment Method (bCAM), Family Confusion Assessment Method (FAM-CAM), pertanyaan tunggal delirium, Nursing Delirium Screening Scale (Nu-DESC), 4AT, Month of the year backwards, Delirium Observation Screening Scale, dan Observational Scale of Level of Arousal.

Algoritma diagnosis delirium

Sumber: JAMA. 2017;318(12):1161

Salah satu alat skrining lain adalah Mini-Mental State Examination (MMSE). MMSE adalah alat skrining yang paling banyak digunakan pada praktik klinik. Namun, MMSE hanya dapat digunakan sebagai alat skrining awal untuk mengetahui orang-orang yang tidak memiliki kemungkinan atau memiliki kemungkinan kecil untuk menderita, dan tidak dapat digunakan sebagai uji konfirmasi delirium.

Berikut ini adalah MMSE versi Indonesia:

MMSE

Mini-Mental State Exam (MMSE)

Metode berbasis wawancara harus dilakukan beberapa kali dalam sehari untuk mencapai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik.

CT scan pada kepala dapat dilakukan untuk memastikan tidak adanya patologi sistem saraf pusat. Selain itu, pungsi lumbar dapat dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi sistem saraf pusat.5 Elektroensefalografi akan menunjukkan ritme dominan posterior yang melambat dan peningkatan aktivitas lambat.5

Tata Laksana

Tata laksana dilakukan dengan mengidentifikasi dan menangani penyebab yang mendasari dan faktor yang berkontribusi, mencegah komplikasi, menangani gejala, dan mengukur perubahan tingkat keparahan delirium dari waktu ke waktu.

Tata laksana delirium

Sumber: JAMA. 2017;318(12):1161

Penanganan delirium tergantung pada penyebabnya. Maka dari itu, penyakit yang mendasari harus diidentifikasi dengan tepat. Benzodiazepin harus dihindari, kecuali jika  disebabkan oleh putus zat alkohol atau sedatif, atau jika pasien mengalami kecemasan yang tidak dapat diatasi dengan obat neuroleptik.

Obat neuroleptik yang biasanya digunakan untuk mengatasi kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol diberikan 0,5-1,0 mg per oral, intramuscular, atau intravena. Obat lainnya yang dapat digunakan adalah risperidone, olanzapine, dan quetiapine.

Komplikasi dan Prognosis

Mayoritas pasien dapat pulih secara sempurna dengan atau tanpa penanganan. Walaupun begitu, pengenalan awal dan intervensi biasanya memperpendek durasi delirium.

Delirium dapat berkembang menjadi stupor (pingsan), koma, atau kematian, terutama apabila penyebab yang mendasari tidak diatasi. Tingkat mortalitas pasien di rumah sakit tinggi, dan sebanyak 40% orang meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis, terutama yang memiliki malignansi atau penyakit medis signifikan lainnya.

Dapat terjadi beberapa komplikasi seperti:

  • Pneumonia aspirasi
  • Ulkus akibat tekanan (pressure ulcers)
  • Kelemahan, pengurangan pergerakan, dan penurunan fungsi
  • Mudah terjatuh
  • Perilaku agresif yang berujung pada cedera dan fraktur
  • Malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolit
  • Gangguan kognitif jangka panjang

Referensi

  1. Grover S, Avasthi A. Clinical Practice Guidelines for Management of Delirium in Elderly. Indian J Psychiatry. 2018;60(Suppl 3):S329–S340. doi:10.4103/0019-5545.224473
  2. van Velthuijsen EL, Zwakhalen SMG, Mulder WJ, Verhey FRJ, Kempen GIJM. Detection and management of hyperactive and hypoactive delirium in older patients during hospitalization: a retrospective cohort study evaluating daily practice. Int J Geriatr Psychiatry. 2018;33(11):1521–1529. doi:10.1002/gps.4690
  3. Vasilevskis EE, Han JH, Hughes CG, Ely EW. Epidemiology and risk factors for delirium across hospital settings. Best Pract Res Clin Anaesthesiol. 2012;26(3):277–287. doi:10.1016/j.bpa.2012.07.003
  4. Ospina JP, Iv FK, Madva E, Celano CM. Epidemiology, Mechanisms, Diagnosis, and Treatment of Delirium: A Narrative Review. CMT. 2018;1(1):3.
  5. Ramírez Echeverría MdL, Paul M. Delirium. [Updated 2019 Dec 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470399/
  6. Marcantonio ER, Rudolph JL, Culley D, Crosby G, Alsop D, Inouye SK. Review Article: Serum Biomarkers for Delirium. The Journals of Gerontology Series A: Biological Sciences and Medical Sciences. 2006Jan;61(12):1281–6.
  7. Wan M, Chase JM. Delirium in older adults: diagnosis, prevention, and treatment. BCMJ. 2017;59(3):165-170.
  8. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association; 2013
  9. Lawlor PG, Bush SH. Delirium diagnosis, screening and management. Curr Opin Support Palliat Care. 2014;8(3):286–295. doi:10.1097/SPC.0000000000000062
  10. Mitchell AJ, Shukla D, Ajumal HA, Stubbs B, Tahir TA. The Mini-Mental State Examination as a diagnostic and screening test for delirium: systematic review and meta-analysis. Gen Hosp Psychiatry. 2014;36(6):627–633. doi:10.1016/j.genhosppsych.2014.09.003
  11. Oh ES, Fong TG, Hshieh TT, Inouye SK. Delirium in Older Persons. JAMA. 2017;318(12):1161.
  12. Andri, Damping CE. Peranan psikiatri geriatri dalam penanganan delirium pasien geriatri. Maj Kedokt Indon. 2007;57(7):227-232.

Share your thoughts