Demam: Selalu Butuh Antibiotik?

Demam dan antibiotik layaknya sahabat di mata sebagian besar orang. Dokter sangat sering meresepkan antibiotik ketika pasien demam. Tujuan meresepkan obat tersebut terkadang kurang tepat. Data di Amerika menunjukkan bahwa 50% antibiotik yang diresepkan sebenarnya tidak perlu. Hal ini merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi.

Penelitian Widayati dkk di Yogyakarta menunjukkan masih terdapat pembelian antibiotik tanpa resep di apotek (7%). Amoksisilin merupakan antibiotik paling banyak dibeli secara swamedikasi atau sebesar (77%) selain ampisilin, tetrasiklin, fradiomisin gramisidin, dan siprofloksasin. Antibiotik tersebut umumnya dibeli untuk mengobati gejala flu, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan gejala sakit ringan lainnya dengan lama penggunaan sebagian besar kurang dari lima hari.

Di Amerika, 50% infeksi setelah operasi dan lebih dari 25% infeksi setelah kemoterapi oleh bakteri sudah tidak mempan terhadap antibiotik standar. Inilah salah satu contoh yang ditakutkan dari resistensi obat tersebut, yaitu belum adanya obat yang mengatasi hal tersebut.

Mengenal demam dan antibiotik

Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh mencapai lebih dari 37.5oC. Terjadinya demam diakibatkan oleh sel-sel dalam tubuh akan bereaksi melawan infeksi. Akan tetapi, penting untuk diketahui bahwa infeksi tidak hanya disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh virus. Sebagaimana diketahui bahwa virus tidak dapat dibunuh  dengan antibiotik, tetapi dengan obat antivirus. Umumnya infeksi virus merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limiting disease) oleh sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu, pengobatan pada infeksi virus hanyalah menjaga kondisi tubuh. Jadi, memang tidak semua demam memerlukan antibiotik.

Kapan antibiotik diberikan?

  1. Jika demam tinggi mendadak (1-2 hari), biasanya di atas 39oC dan turun dengan obat penurun panas, maka biasanya merupakan infeksi virus. Pada anak, mayoritas (90-95%) demam disebabkan oleh virus, hanya 5-10% disebabkan oleh bakteri.
  2. Jika suhu tubuh naik turun pada minggu pertama dan mendekati minggu ke dua suhu tubuh tinggi, tapi stabil, maka ini merupakan infeksi bakteri dan perlu menggunakan antibiotik.
  3. Demam yang terlokalisasi di satu organ biasanya disebabkan oleh bakteri, sedangkan jika melibatkan banyak organ (biasanya berhubungan dengan saluran napas) lebih sering dipicu oleh virus sehingga tidak perlu diberi antibiotik.
  4. Adanya gejala lain, seperti: ruam kemerahan, sakit tenggorokan, pilek, batuk (dahak tidak berwarna), muntah, dan diare, maka biasanya adalah infeksi virus.

 

Penggunaan antibiotik jika digunakan untuk tujuan yang tepat maka akan menyembuhkan, tetapi jika tidak tepat maka akan menimbulkan resistensi antibiotik. Oleh karena itu, jika Anda demam ada baiknya konsumsi obat penurun panas terlebih dahulu, jangan langsung antibiotik. Lebih baik lagi jika Anda dapat memastikan infeksi virus atau bakteri.

 

Referensi:

  1. Hicks LA, Taylor TH. U.S. outpatient antibiotic prescribing, 2010. N Engl J Med. 2013;368:1461-2.
  2. Widayati A, Suryawati S, de Crespigny C, Hiller JA. Self medication with antibiotics in Yogyakarta City Indonesia: a cross sectional population-based survey. BMC Research Notes 2011;4:491

Share your thoughts