Demam Tinggi, Bercak Merah, Tulang Ngilu: Infeksi Virus dari Tikus?
Mengenal lebih dekat zoonosis dari tikus dan kiat pencegahannya
Beberapa waktu lalu, gempar berita tentang kemunculan penyakit yang diduga disebabkan oleh suatu virus dari tikus. Kejadian ini melibatkan setidaknya 8 orang warga Cipete Selatan dengan gejala demam tinggi, timbul bercak merah pada lengan dan kaki dalam waktu berdekatan, serta rasa ngilu pada tulang. Saat ini, penyelidikan dan pemeriksaan masih berlangsung sehingga belum dapat dipastikan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh virus dari tikus. Namun, terdapat kecenderungan bahwa penyakit yang diderita adalah chikungunya bila ditinjau dari gejala yang muncul. Oleh karena itu, mari kita simak artikel berikut ini tentang penyakit yang ditularkan dari tikus, perbedaannya dengan Chikungunya, dan pencegahan yang dapat dilakukan.
Penyakit infeksi yang ditularkan antara hewan dan manusia, baik dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya, disebut juga dengan zoonosis. Pada penyakit zoonosis, mikroba penyebab infeksi dapat berupa virus, bakteri, parasit, dan jamur. Ada berbagai penyakit zoonosis yang dapat menular dari tikus ke manusia, di antaranya adalah leptospirosis dan demam gigitan tikus.
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri genus Leptospira. Metode penularan bakteri ini adalah melalui kontak dengan urine atau cairan tubuh lain dari tikus yang terinfeksi. Namun, kita juga dapat terkena leptospirosis bila meminum air atau bersentuhan dengan air, tanah, maupun makanan yang terkontaminasi dengan urine tikus. Oleh karena itu, angka kejadian penyakit ini sering meningkat saat terjadi banjir. Orang yang terkena leptospirosis akan mengalami gejala berupa demam, mata merah, ruam, dan nyeri otot.
Demam gigitan tikus atau rat-bite fever (RBF) merupakan penyakit infeksi akibat bakteri Streptobacillus moniliformis dan Spirillum minus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan atau cakaran tikus. Gejala penyakit ini dapat bervariasi, mulai dari demam, ruam, nyeri sendi, hingga nyeri otot.
Bila leptospirosis dan RBF dapat ditularkan secara langsung oleh tikus maupun lingkungan yang terkontaminasi oleh tikus sakit, beberapa penyakit hanya dapat ditularkan oleh vektor. Penyakit-penyakit tersebut disebut dengan istilah vector-borne disease, contohnya adalah chikungunya, malaria, dan demam berdarah. Vektor yang membawa kuman ini umumnya adalah organisme invertebrata, seperti nyamuk.
Chikungunya, yang merupakan vector-borne disease, bisa jadi merupakan penyakit yang sebenarnya diderita oleh orang-orang yang ada di berita di atas. Chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (alfavirus) yang ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes sp. Gejalanya bergantung pada fase perjalanan penyakit dan dapat berupa demam tinggi mendadak, nyeri sendi (artralgia) yang berat, maupun timbul bintik merah. Gejala-gejala tersebut memang mirip dengan zoonosis yang menular dari tikus sehingga diperlukan serangkaian pemeriksaan lanjutan untuk mengonfirmasi diagnosis.
Bagaimanakah cara agar terhindar penyakit-penyakit di atas? Terdapat perbedaan metode dalam mencegah penyakit yang ditularkan tikus dan nyamuk. Penyakit zoonosis dari tikus dapat dicegah dengan menerapkan metode seal up, trap up, dan clean up. Seal up artinya menutup lubang/celah-celah di luar maupun di dalam rumah untuk mencegah masuknya tikus. Metode Trap up menggunakan perangkap tikus snap trap, seperti di kartun animasi “Tom and Jerry”. Perangkap seperti lem kurang disarankan karena umumnya tidak langsung membunuh tikus dan dapat menyebabkan rasa takut pada tikus sehingga tikus berkemih dan meningkatkan risiko terpapar urin. Clean up merupakan upaya membersihkan tempat sehingga meminimalisasi kemungkinan tikus mengontaminasi sumber makanan. Sebagai contoh, kita dapat menyimpan makanan pada wadah plastik tebal atau bahan logam, serta memastikan wadah tempat sampah kuat dan tidak mudah dirusak tikus. Sementara itu, prinsip pencegahan penyakit yang ditularkan nyamuk adalah dengan mencegah gigitan nyamuk. Cara yang dapat dilakukan meliputi memasang kelambu, mengoleskan krim antinyamuk, memakai pakaian panjang ketika tidur, ataupun dengan menggunakan obat nyamuk.
Sebagai penutup, pencegahan zoonosis dapat dilakukan dengan memahami metode penularan penyakit. Pencegahan selalu menjadi kunci utama apapun sumber zoonosisnya. Jangan ragu-ragu mencari pertolongan tenaga kesehatan karena zoonosis yang satu dengan lainnya dapat menunjukkan gejala serupa.
Referensi:
- Chomel BB. Zoonoses. In: Encyclopedia of Microbiology [Internet]. Elsevier; 2009 [cited 2022 Jun 5]. p. 820–9. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/B9780123739445002133
- Centers for Disease Control and Prevention. Zoonotic diseases [Internet]. 2021 [cited 2022 Jun 5]. Available from: https://www.cdc.gov/onehealth/basics/zoonotic-diseases.html
- World Health Organization. Vector-borne diseases [Internet]. 2020 [cited 2022 Jun 5]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/vector-borne-diseases
- Centers for Disease Control and Prevention. Diseases directly transmitted by rodents [Internet]. 2017 [cited 2022 Jun 5]. Available from: https://www.cdc.gov/rodents/diseases/direct.html
- Centers for Disease Control and Prevention. Leptospirosis [Internet]. 2019 [cited 2022 Jun 5]. Available from: https://www.cdc.gov/leptospirosis/index.html
- Centers for Disease Control and Prevention. Rat-bite fever (RBF) [Internet]. 2019 [cited 2022 Jun 5]. Available from: https://www.cdc.gov/rat-bite-fever/index.html
- Centers for Disease Control and Prevention. Chikungunya virus [Internet]. 2022 [cited 2022 Jun 5]. Available from: https://www.cdc.gov/chikungunya/index.html