Diabetes Melitus: Kencing Manis, Bisakah Hidup Manis?
Kontrol gula darahnya, manis hidupnya, bahagia keluarganya
Beberapa waktu lalu, terdapat cuitan di dunia maya yang menyatakan bahwa diabetes melitus (DM) bukanlah suatu penyakit genetik. Lebih mengejutkannya lagi, cuitan tersebut menyarankan pasien DM untuk berhenti mengonsumsi obat DM, memeriksa kadar gula darah, dan meminum susu. Sebaliknya, cuitan tersebut mengatakan pasien DM hanya memerlukan konsumsi vitamin D3 dan B, Curcuma FCT, dan Norit. Apakah semua hal tersebut dapat dibenarkan dari sudut pandang medis?
Diabetes melitus, yang dikenal juga sebagai penyakit kencing manis, merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan sekresi dan/atau kerja insulin, yaitu hormon yang berfungsi untuk mengontrol kadar gula darah. Secara umum, DM dapat dibagi menjadi DM tipe 1 dan 2. DM tipe 2 akan menjadi topik bahasan artikel ini.
DM tipe 2 dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah, tes toleransi glukosa oral, dan pemeriksaan kadar HbA1c. Gejala yang umum dialami pasien DM meliputi “3P”, yakni poliuria (banyak buang air kecil terutama di malam hari), polidipsia (banyak minum/mudah haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Namun, tidak semua pasien memiliki gejala tersebut sehingga perlu dilakukan deteksi dini untuk populasi yang berisiko.
Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan DM, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Meskipun pola penurunan secara genetik belum diketahui secara jelas, diketahui bahwa seseorang dari keluarga dengan riwayat DM lebih berisiko terkena DM.
Terapi DM perlu dilakukan secara menyeluruh. Langkah awal terapi DM adalah perubahan gaya hidup meliputi terapi nutrisi dan latihan jasmani. Dalam cuitan, dikatakan bahwa pasien DM harus berhenti minum susu. Penderita DM memang harus menghindari susu yang kaya akan lemak jenuh dan gula. Akan tetapi, penderita DM sebenarnya masih boleh minum susu asalkan susu yang diminum adalah susu rendah lemak. Selagi menjalani terapi, penderita DM juga harus mengecek gula darah secara rutin untuk mengevaluasi hasil terapi. Anjuran untuk tidak mengontrol kadar gula darah adalah hal yang tidak tepat.
Jika modifikasi gaya hidup kurang berhasil, dokter akan memberikan obat untuk mengontrol DM. Obat-obatan DM dapat dibagi menjadi obat minum dan suntik. Obat-obatan yang ada saat ini telah terbukti secara ilmiah mampu menurunkan kadar gula darah. Jenis dan jumlah obat yang dipilih bergantung pada pertimbangan dokter. Menghentikan pengobatan DM tanpa pertimbangan dokter tidak dianjurkan karena meningkatkan risiko munculnya komplikasi DM akibat kadar gula darah tidak terkontrol.
Cuitan di atas menyarankan konsumsi vitamin D3 dan B untuk pasien DM. Peran vitamin D dalam mengontrol kadar gula darah masih belum jelas. Konsumsi vitamin D hanya diperlukan bagi orang yang kekurangan vitamin D.. Bentuk suplemen yang tersedia untuk vitamin D saat ini pun hanya memiliki batas atas aman konsumsi sebanyak 4.000IU/hari untuk dewasa.
Bagaimana dengan vitamin B? Vitamin B yang terkandung dalam Neurobion membantu memelihara fungsi saraf yang dapat menurun akibat komplikasi DM sehingga sebenarnya baik untuk dikonsumsi. Akan tetapi, vitamin B tidak menyelesaikan masalah utama penderita DM, yaitu kadar gula darah yang tidak terkontrol sehingga tidak dapat mengobati DM dengan menyeluruh.
Berikutnya, cuitan tersebut juga menyarankan konsumsi Curcuma FCT dan Norit. Curcuma FCT termasuk kategori jamu untuk memelihara kesehatan hati, sedangkan Norit merupakan tablet karbon aktif yang bekerja pada saluran pencernaan untuk menyerap racun. Berdasarkan cara kerjanya, Curcuma FCT dan Norit tidak begitu berhubungan dengan penyakit DM sehingga tidak ada hubungannya untuk mengobati DM.
Tidak semua informasi kesehatan yang beredar di media sosial dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu, Anda harus bijak dan pandai dalam memilah informasi yang diperoleh dari dunia maya. Jika bisa, konfirmasi dahulu kebenarannya dengan tenaga kesehatan yang terpercaya.
Penulis: Vincent Kharisma Wangsaputra
Editor: Alexander Rafael Satyadharma
Referensi:
- Powers AC. Diabetes mellitus. In: Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J, editors. Harrison’s principles of Internal Medicine. 19th ed. New York: McGraw Hill Education; 2015.
- Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014
- Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014
- Tjokroprawiro A, Murtiwi S. Terapi nonfarmakologi pada diabetes melitus. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014
- Martin T, Campbell RK. Vitamin D and diabetes. Diabetes Spectrum. 2011 May 1;24(2):113–8.
- SehatQ/Kemenkes. Neurobion forte tablet [Internet]. 2021 [cited 2021 Feb 28] Available from: https://www.sehatq.com/obat/neurobion-forte-tablet
- SehatQ/Kemenkes. Curcuma FCT tablet [Internet]. 2021 [cited 2021 Feb 28] Available from: https://www.sehatq.com/obat/curcuma-fct-tablet
- Salleh NAM, Ismail S, Ab Halim MR. Effects of Curcuma xanthorrhiza Extracts and Their Constituents on Phase II Drug-metabolizing Enzymes Activity. Pharmacognosy Res. 2016 Dec;8(4):309–15.
- SehatQ/Kemenkes. Norit tablet 325 mg [Internet]. 2021 [cited 2021 Feb 28] Available from: https://www.sehatq.com/obat/norit-tablet-325-mg