Saksama dan Cepat Diagnosis Lupus!
Kenali dengan baik si penyakit seribu wajah demi mencegah komplikasi organ
Lupus eritematosus sistemik (LES) yang dikenal masyarakat sebagai penyakit lupus merupakan sebuah penyakit autoimun. Pada penderita lupus, sistem imun tubuh menyerang sel atau jaringan tubuh sendiri karena sistem imun tidak mampu membedakan jaringan tubuh dengan zat asing. Akibat reaksi autoimun ini, terjadi reaksi inflamasi yang dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh.
Berdasarkan Infodatin 2017 mengenai situasi lupus di Indonesia, diperkirakan sekitar 0,5% (1,25 juta) penduduk di Indonesia mengidap lupus. Dari seluruh penderita LES, hanya sedikit yang menyadari bahwa dirinya mengidap LES. Begitu bervariasinya gejala LES menyebabkan orang sulit menyadari bahwa ia menderita LES. Bila tidak segera ditangani, LES dapat menyebabkan komplikasi berupa kerusakan organ sehingga dibutuhkan upaya diagnosis yang tepat agar tata laksana dapat dimulai sedini mungkin.
Kriteria Klasifikasi
LES dapat bermanifestasi pada berbagai organ, antara lain muskuloskeletal (nyeri otot), kulit dan mukosa (ruam malar), hematologi (anemia), neuropsikiatri, paru (pleuritis), jantung (perikarditis), ginjal (nefritis lupus), gastrointestinal (gejala nonspesifik serta peningkatan enzim hati), rambut (rontok), mata, dan sebagainya. Tanda atau gejala pada sistem organ akibat LES tidak terbatas pada contoh yang telah disebutkan.
Diagnosis LES ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan penunjang. Terdapat kriteria klasifikasi yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis LES, antara lain ACR 1997, SLICC 2012, atau EULAR/ACR.
Kriteria ACR 1997 terdiri dari 11 kriteria yang mencakup kriteria klinis dan kriteria laboratorium. Diagnosis LES dapat ditegakkan bila pasien memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut. Kriteria SLICC 2012 terdiri dari kriteria klinis dan kriteria imunologi dengan total 17 kriteria. LES dapat ditegakkan dengan SLICC 2012 jika pasien memenuhi 4 dari 17 kriteria dengan minimal 1 kriteria klinis dan 1 kriteria imunologi.
Kriteria EULAR/ACR terdiri atas kriteria klinis dan kriteria imunologi. Setiap kriteria memiliki poin masing-masing dengan poin terendah 2 dan poin tertinggi 10. Pasien dapat ditetapkan mengidap LES bila mendapatkan >10 poin dengan minimal 1 kriteria klinis. Syarat penggunaan kriteria ini adalah pasien telah melakukan tes ANA (antibodi antinuklear) dengan hasil titer ANA positif ≥ 1:80.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium utama untuk diagnosis LES adalah pemeriksaan ANA. Pemeriksaan ini dilakukan pada setiap pasien dengan kecurigaan LES. Hasil pemeriksaan ANA positif menunjukkan adanya reaksi autoimun pada pasien meski tidak spesifik LES. Pemeriksaan ANA dengan titer 1:80 dinilai memiliki sensitivitas cukup tinggi untuk menapis kecurigaan LES.
Pemeriksaan antibodi lain yang dapat dilakukan adalah anti-dsDNA, anti-Sm, anti-Ro, dan anti-La. Pemeriksaan anti-dsDNA digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi LES bila pasien menunjukkan hasil pemeriksaan ANA positif. Selain pemeriksaan antibodi, pemeriksaan komplemen C3 dan C4 juga dapat dilakukan. Kadar C3 dan C4 mengalami penurunan pada pasien LES. Pemeriksaan komplemen juga berfungsi untuk memantau aktivitas penyakit.
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan pada pasien LES adalah pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah (LED), urine lengkap, dan kimia darah. Pemeriksaan darah perifer lengkap dan LEDdilakukan untuk menilai kelainan hematologi pada pasien. Pemeriksaan urine lengkap bertujuan menilai adanya gangguan ginjal. Pemeriksaan kimia darah yang dilakukan adalah kreatinin untuk menilai fungsi ginjal, SGOT & SGPT untuk menilai fungsi hati, dan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan lain yang umum dilakukan yaitu foto polos toraks dan EKG yang bertujuan menilai adanya gangguan kardiovaskular. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi, misalnya biopsi ginjal jika ada kecurigaan nefritis lupus. Namun, dari seluruh pemeriksaan, yang terpenting bagi seorang klinisi adalah harus selalu memikirkan LES sebagai satu diagnosis banding jika seorang pasien datang dengan keluhan sistemik, segera melakukan pemeriksaan penunjang yang relevan, dan segera merujuk jika fasilitas tidak memadai.
Referensi:
- Infodatin. Situasi lupus di Indonesia [Internet]. Pusdatin; 2017. Available from: https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin-Lupus-2017.pdf
- Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia: diagnosis dan pengelolaan lupus eritematosus sistemik [Internet]. Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2019. Available from: https://reumatologi.or.id/wp-content/uploads/2020/10/Diagnosis_dan_pengelolaan_SLE.pdf
Penulis: Ryan Andika
Editor: Kareen Tayuwijaya
# diagnosis lupus