Gonore

Definisi dan Informasi Umum1,2,3

Gonore merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini merupakan penyakit menular seksual yang cukup sering terjadi. Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2016, diperkirakan terdapat sebanyak 87 juta kasus baru dalam 1 tahun. Angka kejadiannya paling tinggi pada dewasa muda serta pada pria homoseksual (men who have sex with men).1,2

Gonore dapat diklasifikasikan menjadi:3

  • Tanpa komplikasi – menyebabkan uretritis, servisitis, faringitis, dan proktitis (peradangan pada dinding usus besar)
  • Dengan komplikasi – menyebar ke luar situs infeksi awal, misalnya epididimitis dan radang panggul (pelvic inflammatory disease).

Tanda dan Gejala2,4

Tanda dan gejala pada gonore bergantung pada organ genital dan bagian lain mana yang terkena infeksi, biasanya 2-8 hari setelah terpapar. Pada wanita, sebagian besar kasus terjadi tanpa gejala, dengan tidak ditemukan adanya kelainan objektif. Namun, gonore dapat pula menyebabkan uretritis, vaginitis, dan servisitis dengan disuria (nyeri saat berkemih), dispareunia (nyeri saat berhubungan seks), keluarnya cairan hijau kekuningan atau bernanah dari vagina, serta nyeri pada abdomen bawah.

Sementara itu, pada pria, kasus yang terjadi tanpa gejala lebih sedikit daripada wanita. Keluhan yang paling sering pada pria adalah kencing nanah. Pasien mengalami rasa panas dan gatal di bagian ujung uretra, disertai dengan frekuensi (peningkatan frekuensi berkemih), disuria, dan keluarnya nanah kuning kehijauan, kadang disertai darah. Jika menyebar dan terjadi epididimitis, keluhan disertai dengan nyeri pada skrotum, sementara jika terjadi prostatitis, keluhan juga dapat disertai dengan rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah serta retensi urine.

Selain di daerah genital, gonore juga dapat menyebabkan rasa terbakar di daerah anus akibat proktitis. Gejala sistemik, yaitu demam, yang dapat terjadi ketika infeksi menyebar. Pasien juga dapat mengalami faringitis, biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit tenggorokan.

Etiologi dan Patogenesis5,6

Etiologi dari gonore adalah infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, patogen Gram-negatif intrasel yang berbentuk diplokokus. N. gonorrheae menyebar melalui kontak seksual atau melalui transmisi vertikal saat persalinan, dan umumnya menginfeksi permukaan mukosa dari penjamu. Risiko transmisi gonore dari seorang wanita yang terinfeksi kepada pasangannya adalah sekitar 20% per hubungan seksual dan dapat meningkat hingga 60-80% pada paparan 4 kali atau lebih. Beberapa faktor risiko dari gonore yang membuat seseorang lebih rentan terkena penyakit ini adalah:2,5

  • Berhubungan seks dengan orang yang terinfeksi tanpa pengaman
  • Berganti-ganti pasangan
  • Status sosial dan ekonomi yang lebih rendah
  • Riwayat penyakit menular seksual sebelumnya
  • Homoseksual dan pekerja seks komersial
  • Wanita pra-pubertas dan menopause

gonorrhea memiliki kemampuan untuk mengambil masuk DNA ekstrasel, sehingga mudah untuk mendapat sifat resistensi antibiotik, misalnya terhadap antibiotik penisilin, tetrasiklin, dan fluorokuinolon. Bakteri ini memiliki beberapa faktor virulensi yang berperan dalam patogenesis penyakit, di antaranya adalah6

  • Lipo-oligosakarida – suatu endotoksin yang dapat menstimulasi sistem imun pada tubuh
  • Opacity-associated proteins (protein Opa) – membantu penempelan dan invasi bakteri ke dalam sel tubuh, termasuk neutrofil
  • Pili tipe IV – membantu penempelan pada sel epitel
  • Porin – berfungsi untuk pengambilan nutrisi
  • Protease immunoglobulin A1 (IgA1) – menonaktifkan beberapa kelompok IgA pada mukosa

Patofisiologi6

Patogen akan menempel dan berinteraksi dengan sel epitel pada mukosa, misalnya pada uretra, serviks, tuba fallopi, rektum, nasofaring, atau bahkan konjungtiva, dan kemudian melakukan invasi ke dalam sel. Seperti patogen lainnya, bakteri Neisseria akan dideteksi oleh  sel-sel imun pada area epitel yang mencakup T-helper 17 (Th17), makrofag, dan sel dendritik.  Akibatnya, infeksi ini akan menstimulasi pelepasan interleukin dan sitokin lainnya yang akan mengaktifkan neutrofil untuk bermigrasi ke area yang terinfeksi.

Neutrofil umumnya memiliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme intrasel dan ekstrasel. Akan tetapi, Neisseria justru memiliki kemampuan untuk memodulasi fungsi neutrofil ini, sehingga dapat tidak dihancurkan oleh neutrofil, meskipun sudah difagositosis.  Bahkan, kemampuan ini membuat Neisseria dapat terbawa oleh neutrofil naik ke saluran reproduksi bagian atas. Selain itu, aktifnya sistem imun akan menyebabkan reaksi inflamasi lokal yang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel epitel pada permukaan mukosa, sehingga mempermudah bakteri untuk masuk ke jaringan yang lebih dalam dan menimbulkan komplikasi, seperti radang panggul atau epididimitis.

Diagnosis2,7

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan edema dan eritema pada orifisium uretra eksterna, sekret mukopurulen, serta dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening (KGB) inguinal, baik unilateral maupun bilateral. Jika disertai proktitis, maka area rektum juga akan tampak mengalami edema, eritema, serta terdapat pus mukopurulen.

Pada wanita yang sudah menikah, dapat dilakukan pemeriksaan inspekulo, dengan serviks yang tampak merah, erosi, dan disertai sekret mukopurulen. Sementara itu, pada pria, dapat pula dilakukan pemeriksaan colok dubur (rectal touche) untuk memeriksa prostat dan menilai apakah terdapat pembesaran, nyeri tekan, ataupun abses.

Cairan atau duh tubuh diambil untuk melakukan pemeriksaan mikroskopis. Pewarnaan Gram dari sediaan duh tubuh akan menunjukkan adanya bakteri gonokokus Gram-negatif yang terdapat pada intrasel atau ekstrasel. Sediaan ini dapat diambil dari fossa navicularis pada pria dan dari uretra, muara kelenjar Bartolin, serviks atau rektum dari wanita. Pemeriksaan lain seperti kultur spesimen dapat dilakukan pada kondisi gagal pengobatan untuk uji suseptibilitas antibiotik. Uji untuk infeksi menular seksual lainnya, seperti Chlamydia trachomatis, sifilis, dan HIV juga dianjurkan untuk dilakukan pada pasien gonore.

Tata Laksana2,8

Terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian antibiotik, yaitu tiamfenikol 3,5 gram per oral (p.o.) dosis tunggal, atau ofloksasin 400 mg p.o. dosis tunggal, atau kanamisin 2 gram injeksi intra-muskular (IM) dosis tunggal. Sementara itu, berdasarkan rekomendasi WHO 2016, antibiotik yang dapat diberikan adalah seftriakson 250 mg IM dosis tunggal ditambah azitromisin 1 gram p.o. dosis tunggal, atau cefixime 400 mg p.o dosis tunggal ditambah azitromisin 1 gram p.o. dosis tunggal.

Selain itu, pasien perlu diminta untuk tidak melakukan kontak seksual hingga infeksinya sembuh sepenuhnya dan dihimbau untuk selalu menjaga kebersihan area genital. Pasangan pasien juga perlu diperiksa dan dievaluasi untuk kemungkinan terjangkit gonore, terutama yang berhubungan seks dengan pasien dalam rentang waktu 60 hari timbulnya gejala.

Komplikasi dan Prognosis2,9

Komplikasi dari gonore dapat berupa penyebaran atau infeksi gonore yang berulang. Pada pria, komplikasi lokal yang dapat terjadi adalah parauretritis dan kowperitis, sementara jika terjadi infeksi asenden (naik), dapat terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, vasdeferentitis, epididimitis, dan trigonitis. Sementara itu, pada wanita, secara lokal infeksi dapat menyebar dan menyebabkan parauretritis dan bartolinitis. Infeksi asenden pada wanita dapat menyebabkan safingitis dan radang panggul, hingga kemungkinan kemandulan (sterilitas). Pada beberapa kasus, jika terjadi infeksi diseminata (menyebar), dapat pula terjadi artritis, miokarditis, meningitis, endokarditis, perikarditis, dan dermatitis.

Selain itu, gonore juga dapat terjadi pada konjungtiva dan menyebabkan konjungtivitis gonore. Hal ini terutama terjadi pada bayi, yang disebut dengan oftalmia neonatorum dan kemungkinan besar terjadi akibat transmisi dari ibu saat persalinan. Konjungtivitis gonore merupakan suatu keadaan yang tidak boleh diabaikan karena tata laksana yang inadekuat dapat berujung pada kebutaan.

Prognosis gonore umumnya baik dan tidak mengancam jiwa. Akan tetapi, jika terjadi komplikasi dan penyebaran infeksi, hal ini dapat menyebabkan gangguan fungsi. Selain itu, jika seseorang tetap tidak menghindari faktor-faktor risiko yang ia alami, maka kejadian gonore dapat kembali berulang.

Referensi

  1. Report on global sexually transmitted infection surveillance 2018. Geneva: World Health Organization; 2018. Available from: https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/277258/9789241565691-eng.pdf?ua=1
  2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017. p.436-7.
  3. Mayor MT et al: Diagnosis and management of gonococcal infections. Am Fam Physician. 86(10):931-8, 2012
  4. Clinical overview: gonorrhoea. Elsevier Point of Care. 2018 Feb 14 [cited 2020 Apr 13].
  5. Wong B. Gonorrhea. Medscape [Internet]. 2018 Sep 07 [cited 2020 Apr 14]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/218059-overview#a4
  6. Criss AK, Selfert HS. A bacterial siren song: intimate interactions between Neisseria and neutrophils. Nat Rev Microbiol. 2012 Jan 31;10(3):178-90.
  7. Workowski KA, Bolan GA. Sexually transmitted diseases treatment guidelines, 2015. MMWR Recomm Rep. 2015 Jun 5;64(RR-03):1-137
  8. WHO guidelines for the treatment of Neisseria gonorrhoea. Geneva: World Health Organization; 2016.
  9. Costumbrado J, Ng DK, Ghassemzadeh S. Gonococcal Conjunctivitis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan [Updated 2020 Jan 14, cited 2020 Apr 30]]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459289/

Share your thoughts