Hematoma Subdural (versi Oktober 2021)
Definisi & informasi umum
Hematoma subdural (SDH) merupakan kondisi terjadi pengumpulan darah di ruang potensial antara lapisan duramater dan arachnoidmater akibat robeknya pembuluh vena (bridging vein). Umumnya, kondisi ini terjadi baik karena trauma maupun terjadi secara spontan. Kondisi ini dapat terjadi akut dan sembuh dengan reabsorpsi atau menjadi kronis pada 20% kasus. Pada SDH kronis, pengumpulan darah tidak hilang dalam 21 hari. Kejadian SDH terjadi pada 11% pasien yang mengalami cedera kepala serta lebih sering dialami oleh mereka yang berusia lanjut dan dalam pengobatan antikoagulan atau antiplatelet.1
Tanda & Gejala
Tanda dan gejala yang muncul antara lain1,2
- sakit kepala
- mual muntah
- perubahan kesadaran
- tanda-tanda defisit neurologis, meliputi
- gangguan pemahaman bahasa
- gangguan fungsi sensoris
- gangguan keseimbangan
- kelemahan anggota gerak
- kelainan pola jalan
- koma dan munculnya periode lucid interval
Etiologi & Patogenesis
Hematoma subdural dapat terjadi akibat trauma, komplikasi melahirkan, penggunaan antikoagulan atau pengencer darah, penyakit gangguan pembekuan darah, ruptur pembuluh darah otak, seperti aneurisma atau malformasi arterivena, tumor hemoragik, hipotensi intrakranial yang disebabkan penurunan tekanan cairan serebrospinal akibat kebocoran cairan saat pungsi lumbal, pirau lumboperitoneal, atau anestesi epidural.1,2
Pada neonatus penggunaan vakum dan trauma saat persalinan menjadi penyebab tersering SDH. Sementara pada bayi goyangan kepala berlebihan dan belum berkembangnya otot-otot leher untuk menstabilisasi kepala menyebabkan ruptur pembuluh darah vena (bridging vein). Kondisi ini dikenal sebagai shaken baby syndrome. Perdarahan retina menjadi tanda patognomonik pada shaken baby syndrome.2 Pada Gambar 1. diilustrasikan lokasi SDH dibandingkan dengan lokasi perdarahan epidural (EDH) .
Gambar 1. Lokasi SDH dan EDH3; SDH menempati ruangan antara lapisan duramater dan araknoid, sementara EDH menempati ruang di antara kranium dan duramater
Faktor risiko meliputi usia lanjut, konsumsi antikoagulan atau antiplatelet, gangguan pembekuan darah, dan perubahan tekanan intrakranial. Hematoma subdural cenderung menjadi kronis bila pasien menderita epilepsi, mengonsumsi alkohol dalam jumlah berlebih, usia lanjut, dan menjalani hemodialisis.1
Patofisiologi
Robekan bridging vein dapat menyebabkan penekanan pada otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Penekanan ini dapat berakibat pada gangguan fungsi bergantung pada bagian otak yang terdampak. Penekanan lebih lanjut dapat menyebabkan hernia baik pergeseran garis tengah maupun herniasi unkal. Deformasi korteks juga dapat menyebabkan kejang.2
Diagnosis
Pada anamnesis, riwayat trauma dan faktor risiko perlu dieksplorasi. Penilaian kesadaran penting untuk menilai keparahan trauma dan luas perdarahan. Hematoma subdural harus dipertimbangkan pada pasien dengan gangguan status mental dan adanya defisit neurologis dengan faktor risiko. Diagnosis definitif jenis, lokasi, dan luas perdarahan dilakukan melalui pemeriksaan radiologi, seperti CT scan tanpa kontras atau MRI. Pada tampilan CT terdapat gambaran hiperdens pada 7-10 hari pertama yang perlahan menjadi hipodens seiring berjalannya waktu. Kondisi SDH kronis umumnya memunculkan pengumpulan darah subdural homogen dan hipodens, penampilan septasi internal, dan penebalan dura yang hiperdens. Tampilan CT pada pasien SDH berbentuk seperti bulan sabit (kresentik), berbeda dengan pasien EDH yang memunculkan gambaran bikonveks (lentiformis). Gambaran CT scan dapat dilihat pada Gambar 2. Pada MRI, evaluasi penyebab sekunder dapat dilakukan lebih baik. Penampilan SDH pada MRI menunjukkan lesi isointens hingga hiperintens pada T1 dan hipointens pada T2. Peningkatan intensitas pada T1 dan T2 meningkat seiring berjalannya waktu.1
Gambar 2. Tampilan CT scan SDH (kanan) dan EDH (kiri)4; SDH menunjukkan gambaran cekung seperti bulan sabit (pada gambar seperti pisang) sementara EDH memberikan gambaran bikonveks (pada gambar seperti lemon)
Tata Laksana
Penanganan kondisi simtomatik yaitu pengobatan suportif, seperti
- menjaga kondisi airway breathing circulation tetap baik
- mengatasi peningkatan tekanan darah untuk menghambat perdarahan intrakranial
- mengatasi peningkatan tekanan intrakranial (<22 mmHg)
- menjaga perfusi serebral (>60 mmHg) dan oksigenasi
- menghentikan penggunaan antikoagulan atau antiplatelet
- mengatasi kejang dengan obat antiepilepsi
Obat antiepilepsi juga dapat diberikan sebagai profilaksis kejang pada pasien dengan risiko tinggi kejang atau trauma kepala berat.1,2
Berdasarkan Brain Trauma Foundation, operasi diindikasikan jika:
- pendarahan melebihi 10 mm
- pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm
- GCS kurang dari 9
dengan tanda-tanda lain seperti penurunan GCS lebih dari dua poin sejak trauma, dilatasi atau asimetris pupil, atau peningkatan tekanan intrakranial lebih dari 20 mmHg. Indikasi relatif lainnya meliputi perburukan gejala, perubahan status mentalis, efek penekanan massa secara klinis maupun radiologi, dan tanda herniasi batang otak. Beberapa teknik operasi yang umum digunakan meliputi kraniotomi, burr hole craniostomy, dan twist drill craniostomy.1
Komplikasi & Prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan SDH, meliputi1
- kejang
- munculnya lesi sekunder, seperti
- edema serebral
- herniasi otak
- iskemia dan infark jaringan
- hidrosefalus
- kebocoran cairan serebrospinal
- kista leptomeningeal
Tingkat mortalitas SDH mencapai 32% dengan peningkatan komorbiditas dan rekurensi mencapai 33%. Pada 20% SDH akut berkembang menjadi SDH kronis. Akumulasi cairan diketahui menetap hingga 6 bulan pada pasien yang menjalani operasi SDH kronis.1
Referensi
- DynaMed [Internet]. Ipswich (MA): EBSCO Information Services. 1995 – . Record No. T114154, Subdural Hematoma; [updated 2018 Nov 30, cited 2020 Nov 28]. Available from https://www.dynamed.com/topics/dmp~AN~T114154.
- Pierre L, Rondamudi NP. Subdural hematoma. Treasure Island: StatPearls; 2020.
- Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins and Cotrans: pathological basis of disease. Philadelphia: Elsevier; 2015.
- Knippe H, Hacking C. Extradural hematoma vs subdural hematoma [Internet]. Radiopaedia.org; 2017 [cited 2020 Nov 30]. Available from: Extradural hematoma vs subdural hematoma | Radiology Reference Article | Radiopaedia.org