Herd Stupidity: Pemicu Gelombang Kedua Pandemi?

Pandemi Covid-19 belum usai, masyarakat dan pemerintah semakin abai

herd stupidity

Belakangan ini masyarakat Indonesia diperkenalkan dengan suatu istilah baru yang menggambarkan keadaan mereka sekarang, yakni herd stupidity. Sebutan ini digaungkan oleh dr. Pandu Riono, seorang pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Herd stupidity sendiri dapat diartikan sebagai sikap masyarakat serta pemangku jabatan negara ini yang abai serta acuh tak acuh terhadap situasi pandemi Covid-19 sekarang. Label yang dipakai oleh Pandu tersebut adalah pelesetan dari herd immunity yaitu suatu kekebalan secara komunal yang diharapkan dapat tercapai untuk menyelesaikan pandemi Covid-19. 

Sikap abai terhadap pandemi yang banyak terjadi dapat terlihat baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah. Bila kita mengamati perilaku masyarakat saat ini, terdapat beberapa hal yang menggambarkan ketidakpedulian. Sebagai contoh, masyarakat tetap mudik di saat pemerintah mengeluarkan larangan pada lebaran yang lalu. Tidak hanya itu, banyak masyarakat yang dengan mudahnya berkumpul bersama teman atau kerabatnya. Bahkan di tempat-tempat umum pun, masih banyak ditemukan orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker dengan baik dan benar. 

Tak hanya masyarakat, kita juga dapat melihat kurangnya ketegasan dan konsistensi dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Demi menggerakkan roda perekonomian negeri, ruang publik seperti pusat perbelanjaan dan bioskop mulai diizinkan untuk beroperasi. Meskipun pengunjung diimbau untuk melaksanakan protokol kesehatan, nyatanya kerumunan masih dapat ditemui di berbagai tempat. Ironisnya, pengawas yang sudah ditugaskan justru sering kali membiarkan hal tersebut terjadi. Pemerintah juga sudah berupaya mengerahkan pasukan satuan tugas (Satgas) di berbagai pusat keramaian. Namun, kenyataan di lapangan sering kali masih tidak sesuai dengan yang diharapkan. 

Di samping itu, inkonsistensi pemerintah dapat terlihat melalui pemberhentian pembelajaran luring sejumlah sekolah yang sudah mulai diberlakukan. Pemerintah berupaya untuk mengatasi permasalahan yang dialami siswa seperti kebosanan, ketidakmampuan mengikuti pelajaran dengan maksimal, dan keterbatasan fasilitas di sejumlah daerah. Nyatanya, pembukaan sekolah tatap muka ini tidak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian, sekolah kembali diperintahkan untuk beroperasi secara daring. Kebijakan yang terus-menerus berubah ini membuat tidak sedikit orang yang merasa lelah dan muak sehingga berujung kepada keputusan untuk tidak lagi bersikap abai. 

Banyak faktor yang memengaruhi sikap tidak peduli masyarakat terhadap imbauan pemerintah selama ini. Faktor pertama adalah semakin tipisnya kepercayaan mereka terhadap pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Kedua, rendahnya pengetahuan dan wawasan akan pandemi dan virus Sars-Cov2. Hal ini bahkan berujung kepada pemahaman bahwa virus tersebut tidak benar-benar ada. Kurangnya kejelian dalam menyaring informasi, berbagai faktor lingkungan, serta pemahaman kepercayaan tertentu menyebabkan terjadi misinterpretasi. Ketiga, faktor semakin tingginya keinginan untuk bertemu dan berinteraksi secara tatap muka dengan orang lain. Tidak bisa dimungkiri bahwa pandemi yang telah berlangsung lebih dari setahun ini membuat masyarakat jenuh. Beberapa faktor tersebut rentan memicu masyarakat untuk bertindak sesuka hatinya dan tidak lagi mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. 

Jika herd stupidity ini terus dibiarkan, pandemi di negara kita mungkin tidak dapat diakhiri. Bukti nyata yang terjadi saat ini adalah kembali muncul lonjakan kasus positif Covid-19 di Indonesia bahkan dengan jumlah lebih banyak dari kasus-kasus yang lalu. Fenomena ini digadang sebagai gelombang kedua pandemi. Kita tentu memiliki harapan yang sama : mengakhiri pandemi. Oleh karena itu, setiap lapisan masyarakat di negara ini perlu meningkatkan kemawasan diri akan peran masing-masing. Pemerintah seyogyanya semakin tegas dalam membuat dan mengimplementasikan setiap kebijakan yang dinilai dapat memulihkan keadaan sekarang. Masyarakat juga sepatutnya semakin cerdas dalam memilih serta memilah informasi yang diterima, melatih diri untuk semakin bijaksana dalam bertindak, serta mengembangkan rasa peduli akan keselamatan bangsa.

Ditulis oleh:
Firda Izzain Baliyati
Firda Izzain Baliyati
Mahasiswi Tingkat 2 FKUI

Editor:
Alessandrina Janisha Parinding
Ariestiana Ayu Ananda Latifa

Share your thoughts