Herpes Simpleks
Definisi dan Informasi Umum
Herpes simpleks merupakan penyakit menular seksual akibat infeksi herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1) ataupun tipe 2 (HSV-2) yang bersifat berulang dan bertahan seumur hidup.
Secara umum, herpes simpleks terdistribusi luas secara global.2,3 Pada tahun 2012, terdapat sekitar 3,7 miliar kasus infeksi HSV-1 secara global pada pasien usia <50 tahun. Insidensi infeksi HSV-1 paling tinggi pada masa kanak-kanak (usia 6 bulan—3 tahun). Prevalensinya paling tinggi di Afrika (87%) dan paling rendah di Amerika (40-50%). Adapun 140 juta kasus terjadi pada area genital (kemaluan).2,5
Pada tahun yang sama, diperkirakan terdapat 417 juta kasus infeksi HSV-2 secara global pada pasien usia 15-49 tahun. Insidensinya lebih banyak dijumpai pada wanita (267 juta) dibandingkan pria (150 juta). Karena umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, insidensinya meningkat seiring umur dimulai sejak masa pubertas dan lebih banyak pada wanita karena transmisi seksualnya lebih efisien dari pria ke wanita dibandingkan dari wanita ke pria.2,4,6 Di Indonesia sendiri, data herpes simpleks secara nasional belum ada.
Sinonim: herpes, herpes simpleks genital, herpes genitalis, herpes progenitalis, ulkus genital, fever blister, herpes febrilis, cold sore, herpes labialis.
Etiologi, Patogenesis, dan Patofisiologi
Terdapat perbedaan dalam transmisi kedua tipe virus:1-3
- HSV-1 ditransmisikan utamanya melalui kontak mulut-ke-mulut sehingga mengakibatkan infeksi di daerah pinggang ke atas, utamanya area sekitar mulut dan hidung (herpes oral/labial/oral-labial). Namun, sebagian juga dapat mengakibatkan lesi di area genital melalui kontak oral-genital.
- HSV-2 ditransmisikan hampir secara eksklusif melalui hubungan seksual (coitus) sehingga mengakibatkan infeksi di daerah pinggang ke bawah, terutama area anal maupun genital (herpes genitalis).
Faktor risiko infeksi HSV-1 adalah aktivitas apapun yang melibatkan kontak dengan air liur pasien, seperti:5
- Berbagi kosmetik dan alat makan
- Kontak mulut-ke-mulut dan mulut-ke-genital.
Faktor risiko infeksi HSV-2 adalah hubungan seksual.6
Adapun faktor risiko yang berkontribusi terhadap tingkat keparahan dan rekurensi herpes simpleks adalah kondisi imunosupresi seperti:5
- penerima transplantasi organ
- infeksi HIV
- penggunaan obat-obat imunosupresi
- pasien leukemia/limfoma
Karena infeksinya bersifat merusak sel, perubahan yang terjadi utamanya disebabkan akibat nekrosis (kematian) sel yang terinfeksi dan respon inflamasi (peradangan) yang terjadi. Virus ini akan menyebabkan sel-sel menyatu untuk membantu penyebaran virus antarsel sehingga terlihat sebagai lesi vesikel.5,6,10
Selanjutnya, HSV-1 akan menginvasi ujung saraf lokal di situs infeksinya dan ditransportasi secara retrograd aksonal menuju ganglion radiks dorsalis. Di ganglion saraf, virus ini akan bereplikasi sesaat lalu mengalami fase dorman. Infeksi HSV pada daerah orofaring (utamanya HSV-1) berujung pada infeksi laten pada ganglion trigeminal, sedangkan infeksi HSV pada daerah genital (utamanya HSV-2) berujung pada infeksi laten pada ganglion sakralis. Virus akan bertahan secara persisten pada ganglion selama seumur hidup, sehingga dapat menyebabkan penyakit berulang.5,6,10
Tanda dan Gejala
Lesi kulit yang timbul pada membran mukokutaneus akibat HSV-1 dan HSV-2 memiliki bentuk yang sama, hanya dibedakan dari lokasi tipikalnya. Gejala pada herpes simpleks dapat dibagi menjadi tiga fase:1,7,8
- Infeksi primer: fase yang paling lama dan berat, berlangsung selama kira-kira tiga minggu. Pada fase ini, terdapat:
- Lesi kulit berupa vesikel (lenting berair) berkelompok di atas kulit yang eritematosa dan sembab, disertai rasa nyeri. Vesikel berisi cairan jernih yang selanjutnya menjadi seropurulen. Pada herpes genitalis, vesikel dapat pecah menjadi krusta yang kadang mengalami ulserasi superfisial. Pada herpes labialis, vesikel pecah menjadi erosi atau ulkus yang ditutupi membran keputihan
Lesi kulit tersebut dapat disertai:
- Gejala sistemik seperti malaise (tidak enak badan), kehilangan nafsu makan (anoreksia), demam, sakit kepala, nyeri otot, pembengkakan nodus limfa regional (sengkelan)
Pada herpes genitalis, dapat disertai:
- Gejala lokal pada kemaluan: disuria (nyeri saat berkemih), duh tubuh (keluar carian) dari vagina atau uretra (vaginal/urethral discharge)
- Keluhan neuropati (kerusakan urin): retensi urin, konstipasi, parestesia
- Fase laten: Pada fase ini tidak ditemukan gejala klinis. HSV akan mengalami latensi dalam ganglion saraf dorsalis.
- Infeksi berulang: HSV akan mengalami reaktivasi dan menyebar melalui saraf mencapai kulit sehingga timbul gejala klinis, baik pada tempat yang sama seperti infeksi primer (loco) maupun tempat yang berbeda, seperti daerah di sekitarnya (non loco). Terdapat:
- Lesi kulit: vesikel yang disertai rasa gatal, panas, dan nyeri dengan lesi lebih sedikit dan bersifat lebih ringan dari infeksi primer. Lesi bersifat lokal dan unilateral, muncul selama kira-kira 7—10 hari.
- Dapat didahului gejala prodromal seperti keluhan parestesia, 12 hari sebelum timbulnya lesi.
Gambar 1. Gingivostomatitis herpetik, terlihat lesi berupa erosi (rusaknya lapisan mukosa) yang luas pada mukosa mulut akibat infeksi HSV-1 primer.8
Gambar 2. Infeksi HSV-1 rekuren. Penampakannya sama dengan lesi HSV-1 primer.9
Gambar 3. Infeksi primer herpes genitalis. Pada penis ditemukan vesikel (lenting) berkelompok.9
Gambar 4. Infeksi berulang herpes genitalis.8
Diagnosis
Diagnosis umumnya ditegakkan secara klinis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosis adalah:1
- Serologi:
- Deteksi Antibodi IgM dan IgM anti-HSV
- Deteksi antigen HSV, baik dengan metode ELISA atau DFA (Direct fluorescent antibodi)
Tata Laksana
Tata laksana nonmedikamentosa adalah dengan mengajarkan pasien mengenai cara penularannya, infeksi yang dapat berulang (rekurensi), dan indikasi abstinensi (pantang berhubungan seks) maupun proteksi individual (menghindari kontak kelamin dengan kelamin, menggunakan kondom). Selain itu, pasien perlu diedukasi untuk menghindari atau mengontrol faktor pencetus seperti stres fisik/psikis, konsumsi alkohol, dan menstruasi.1
Terapi medikamentosa mencakup terapi simtomatik dan terapi definitif. Terapi simtomatik mencakup pemberian analgetik (antinyeri), antipiretik (menurunkan demam), antipruritus (mengurangi gatal), dan antiseptik sesuai kebutuhan individu. Obat yang diberikan umumnya berupa:
- Paracetamol (sebagai kombinasi penurun demam dan antinyeri)
- Cetirizine / Loratadine (mengurangi gatal)
Antiseptik seperti povidone iodine digunakan sebagai bahan kompres lesi maupun dipakai sebagai sit bath pada herpes genital untuk mencegah infeksi sekunder, mengeringkan lesi, dan mempercepat waktu penyembuhan.1
Pilihan obat untuk terapi definitif adalah sebagai berikut:1,3
- Lesi primer, episode pertama herpes:
- Asiklovir oral 5×200 mg/hari atau 3×400 mg/hari selama 7—10 hari
- Valasiklovir oral 2×500–1000 mg/hari selama 7—10 hari
- Lesi rekuren:
- Apabila ringan: Terapi simptomatik
- Lesi berat:
- Asiklovir oral
- 5×200 mg/hari atau 3×400 mg/hari selama 5 hari
- 3×800 mg/hari selama 2 hari
- Valasiklovir oral 2×500 mg/hari selama 5 hari
- Asiklovir oral
Komplikasi dan Prognosis
Umumnya, infeksi HSV bersifat sementara dan sembuh tanpa adanya gejala sisa. Namun, HSV juga bersifat berulang dan memiliki tingkat morbiditas (beban penyakit) yang signifikan akibat adanya nyeri, mati rasa, rasa tidak nyaman, dan dampak psikososial.11
Beberapa komplikasi berat seperti ensefalitis dan infeksi seluruh tubuh dapat terjadi pada herpes simpleks, terutama pada pasien wanita yang sedang masa hamil maupun individu dengan sistem imun yang lemah.11
- Pada HSV-1, komplikasi yang sering terjadi meliputi okular dan neurologis. Sekitar 15% dari pasien HSV rawat inap meninggal akibat ensefalitis HSV.11
- Pada HSV-2, komplikasi yang paling sering terjadi adalah superinfeksi bakteri. Di samping itu, komplikasi lainnya mencakup komplikasi ekstragenital seperti retensi urin, meningitis aseptik, dan proktitis.11
Referensi
- Herpes Simpleks Genital (HG). In : Panduan praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. PERDOSKI;2017. p.354-58.
- World Health Organization. Herpes simplex virus [Internet]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/herpes-simplex-virus
- Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta:Badan penerbit FKUI;2014.
- Fleming DT, McQuillan GM, Johnson RE, et al. Herpes simplex virus type 2 in the United States, 1976 to 1994. N Engl J Med. 1997 Oct 16. 337(16):1105-11.
- Saleh D, Sharma S. Herpes simplex type 1. Treasure Island: StatPearls Publishing; 2019. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482197/
- Mathew J. Herpes simplex type 2. Treasure Island: StatPearls Publishing; 2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/n/statpearls/article-688
- Taylor JS, Sood A, Amado A. Irritant contact dermatitis. In : Fitzpatricks dermatology in general medicine. 8th ed. Mc-Graw Hill;2012. p.499-506.
- James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s diseases of the skin: clinical dermatology. 11th ed. Elsevier; 2011. p. 360-4.
- James WD, Elston DM, McMahon PJ. Andrews’ diseases of the skin: clinical atlas. Edinburgh: Elsevier; 2018. p. 263-6.
- Riedel S, Hobden J, Miller S, Morse S, Mietzner T, Detrick B. Jawetz, melnick, & adelberg’s medical microbiology. 27th ed. New York: McGraw Hill Education; 2016. p. 472-82.
- McGregor SP. Dermatologi manifestations of herpes simplex [Internet]. Medscape. [updated 2018 Feb 16, cited 2020 Feb 13]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1132351-overview#a2