Hiperglikemia Hiperosmolar Non ketotik
Definisi & informasi umum
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik atau dikenal juga sebagai hyperglycemic hyperosmolar state (HHS) adalah suatu krisis hiperglikemia ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang menyebabkan hiperosmolaritas darah, dehidrasi, gangguan neurologis, tanpa disertai adanya ketosis (atau minimal) yang terjadi pada pasien dengan diabetes melitus.1-4
Kondisi ini merupakan kondisi gawat darurat yang pertama kali dilaporkan oleh Won Frerichs dan Dreschfeld pada 1880-an.2,4 Sebelum penemuan ini, koma diabetik dilaporkan memiliki gambaran tipikal, yaitu hiperglikemia, glukosuria, napas Kussmaul, dan urin dengan tes aseton positif (mengandung keton) yang dikenal sebagai ketoasidosis diabetik (DKA). Jumlah pasti kejadian HHS tidak diketahui, tetapi diperkirakan mencapai 1% dari seluruh kunjungan pasien diabetes ke rumah sakit.1,4 Dibandingkan dengan DKA, HHS lebih sering ditemukan pada penderita DM tipe II. Pada sepertiga pasien, DKA dan HHS dapat muncul bersamaan.2
Tanda & Gejala
Gejala yang muncul pada pasien hiperglikemia hiperosmolar non ketotik , antara lain1-4
- poliuria
- polidipsia
- penurunan berat badan
- mudah lelah
- umumnya tidak demam atau suhu tubuh rendah
- mual muntah dan nyeri perut
- nyeri dada
- sakit kepala dan pusing
- palpitasi
Tanda yang muncul pada pasien hiperglikemia hiperosmolar non ketotik , antara lain1-4
- dehidrasi, meliputi mukosa kering, turgor kulit menurun, dan waktu pengisian kapiler lambat
- glukosuria (glukosa ditemukan dalam urine)
- takipnea (napas cepat)
- takikardi (nadi cepat)
- defisit neurologis dan penurunan kesadaran
- gangguan penglihatan
- tanda kontrol gula darah yang buruk, seperti1,2
- akantosis nigrikan
- lesi pustular kulit
- vulvovaginitis
Etiologi & Patogenesis
Kondisi HHS tidak hanya terjadi pada pasien DM. Infeksi pernapasan, gastrointestinal, dan sistem urogenital juga dapat berujung pada HHS akibat kehilangan cairan dan pelepasan katekolamin endogen. Beberapa pengobatan juga dapat menyebabkan HHS, seperti penggunaan diuretik tiazid, penyekat beta, antipsikotik atipikal, dan kortikosteroid. Namun umumnya, pasien dengan HHS merupakan pasien DM yang tidak patuh pada pengobatan.
Kondisi HHS muncul sebagai akibat dari gagalnya utilisasi (penggunaan) glukosa oleh jaringan perifer. Hal ini berkaitan erat dengan resistensi maupun defisiensi insulin. Tubuh akan mengira bahwa tidak terdapat cukup glukosa, walaupun sebenarnya tubuh dalam kondisi hiperglikemia. Sinyal ini akan direspon dengan pengeluaran hormon glukagon, katekolamin, kortisol, dan somatotrof. Hormon ini akan meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis sehingga terjadi peningkatan lebih lanjut kadar glukosa darah. Sayangnya, tubuh tetap tidak dapat mengutilisasi glukosa dan siklus terus berlanjut.3,4
Peningkatan kadar glukosa akan meningkatkan osmolaritas darah sehingga terbentuk gradien konsentrasi yang menyebabkan perpindahan cairan dari intrasel ke intravaskular. Peningkatan cairan intravaskular juga meningkatkan laju filtrasi glomerulus yang berakibat pada peningkatan diuresis. Mekanisme ini juga ditujukan untuk mencegah terjadinya hiperglikemia. Akan tetapi, diuresis berlebih akan menyebabkan hipovolemia dan memperburuk hiperglikemia. Diperkirakan, ketoasidosis tidak terjadi akibat rasio insulin:glukagon yang tinggi di dalam darah.4
Patofisiologi
Kondisi hiperglikemia akan menyebabkan peningkatan sitokin inflamasi dan radikal bebas yang menyebabkan berbagai kerusakan oksidatif. Peroksidasi lipid juga meningkat seiring peningkatan kadar glukosa. Hipovolemia yang terjadi dapat menyebabkan dehidrasi hingga syok bahkan berakibat pada penurunan kesadaran. Sebagai respon terhadap hipovolemia, jantung akan bekerja lebih keras memompa darah. Diuresis berlebih juga akan membuang lebih banyak elektrolit yang menyebabkan gangguan elektrolit.2-4
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari gejala dan tanda serta faktor risiko dan pencetus yang mengarah pada kecurigaan HHS. Kriteria diagnosis HHS menggunakan kriteria Arieff-Carroll, meliputi1,4
- glukosa plasma > 600mg/dL
- osmolaritas plasma > 300 mOsm/L
- tidak adanya ketoasidosis
Pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan terapi dan pemantauan kondisi,meliputi
- elektrolit darah
- potasium
- bikarbonat
- natrium
- magnesium
- fosfor
- keton serum atau beta-hidroksibutirat: menilai ada tidaknya kondisi ketosis
- analisis gas darah
- fungsi ginjal
- pemeriksaan darah lengkap
- kadar laktat
- protein C-reaktif: meningkat pada infeksi
- peptida-C: lebih tinggi pada HHS dibandingkan DKA
Tata Laksana
Tujuan tata laksana adalah untuk mengembalikan osmolaritas dan glukosa darah dalam batas normal, resusitasi cairan yang hilang, dan mencegah komplikasi. Penurunan osmolaritas harus dilakukan secara perlahan. Penurunan yang terlalu cepat mengakibatkan cairan intravaskular berpindah ke intrasel dan menyebabkan edema. Pasien dengan instabilitas hemodinamik, metabolik, neurologis, dan kardiorespirasi perlu dikirim ke ICU.1-3
Resusitasi cairan diberikan sebagai berikut1
- dimulai dengan normosalin IV 15-20mL/kg/jam selama 1 jam, pemberian dapat dilanjutkan selama 1 jam jika terjadi syok atau dehidrasi berat.
- jika dehidrasi sudah membaik, turunkan infus hingga 250-500 ml/jam
- jika glukosa darah mencapai 300 mg/dL, campurkan dekstrosa 5% dalam cairan infus
Pemberian potasium IV 20-30 mEq/jam diberikan hingga kadar potasium mencapai 3,3 mEq/L dan dapat dilanjutkan hingga kadar potasium mencapai 5 mEq/L. Pemberian insulin IV berdasarkan rekomendasi American Diabetes Association (ADA) adalah sebagai berikut1
- dimulai segera saat kadar potasium >3,3 mEq/L dengan dosis 0,1 unit/kg bolus dilanjutkan dengan infus 0,1 unit/kg/jam
- jika glukosa darah tidak turun hingga 10% dalam 1 jam pertama, berikan insulin 0,14 unit/kg bolus
- jika glukosa darah sudah mencapai 300 mg/dL, turunkan infus hingga 0,02-0,05 unit/kg/jam dengan memantau kadar glukosa pada 200-300 mg/dL
- jika HHS teratasi dan pasien dapat makan per oral, dimulai transisi insulin subkutan
Komplikasi & Prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain trombosis vena, edema serebral, kejang, infark miokard, mielinolisis, ulkus diabetik, hingga koma. Tingkat mortalitas lebih tinggi 10 kali lipat dibandingkan DKA, mencapai 20%. Prognosis pasien bergantung pada usia, derajat dehidrasi, dan adanya komorbiditas.1,2
Referensi
- DynaMed [Internet]. Ipswich (MA): EBSCO Information Services. 1995 – . Record No. T115340, Hyperglycemic Hyperosmolar State in Adults; [updated 2018 Nov 30, cited 2020 Dec 12]. Available from: https://www.dynamed.com/topics/dmp~AN~T115340.
- Adeyinka A, Kondamudi NP. Hyperosmolar hyperglycemic nonketotic coma. Treasure Islands: StatPearls; 2020
- Stoner GD. Hyperosmolar hyperglycemic state. Am Fam Physician. 2017 Dec 1; 96(11): 729-36.
- Pasquel FJ, Umpierrez GE. Hyperosmolar hyperglycemic state: a historic review of the clinical presentation, diagnosis, and treatment. Diabetes Care. 2014 Nov; 37(11): 3124-31.