Hipertensi Esensial (Primer)
Definisi dan Informasi Umum
Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan ketika tekanan darah sistolik >=140 mmHg dan diastolik >=90 mmHg. Sementara itu, hipertensi esensial atau hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik.1,2
Hipertensi merupakan keadaan yang cukup sering terjadi, serta merupakan salah satu komorbiditas yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian stroke, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. Menurut data dari Riskesdas 2018, di Indonesia, sebanyak 34,1% penduduk yang berusia1,2
Menurut Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, hipertensi dapat dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan derajat keparahannya, yang nantinya akan menentukan langkah tata laksananya. Klasifikasi hipertensi adalah sebagai berikut:1,2
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi.1
Klasifikasi | Sistolik | Diastolik | |
Optimal | <120 | dan | <80 |
Normal | 120-129 | dan/atau | 80-84 |
Normal tinggi | 130-139 | dan/atau | 84-89 |
Hipertensi derajat 1 | 140-159 | dan/atau | 90-99 |
Hipertensi derajat 2 | 160-179 | dan/atau | 100-109 |
Hipertensi derajat 3 | >=180 | dan/atau | >=110 |
Hipertensi sistolik terisolasi | >=140 | dan/atau | <90 |
Tanda dan Gejala
Sebagian besar kasus hipertensi tidak bergejala dan dapat ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan tekanan darah. Namun, pada kasus hipertensi yang cukup parah dapat ditemukan gejala akibat kerusakan organ, seperti gejala stroke, ensefalopati hipertensi, nyeri dada, sesak napas, dan sebagainyaApabila ditemukan hipertensi pada pemeriksaan, walaupun masih tidak bergejala, hal ini tetap perlu mendapat penanganan dari dokter.3
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab dari hipertensi esensial tidak diketahui atau disebut idiopatik. Apabila hipertensi disebabkan oleh suatu penyakit atau kondisi lain yang mendasari, maka hipertensi tersebut akan digolongkan sebagai hipertensi sekunder.4
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya hipertensi adalah sebagai berikut:
- Usia >55 tahun pada pria atau >65 tahun pada wanita
- Merokok
- Dislipidemia dengan salah satu atau lebih dari kriteria berikut:
- Kolesterol total >190 mg/dL
- Kolesterol LDL >115 mg/dL
- Kolesterol HDL <40 mg/dL pada pria atau <46 mg/dL pada wanita
- Trigliserida >150 mg/dL
- Diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa
- Obesitas
- Riwayat penyakit jantung dini pada keluarga
Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme dari terjadinya hipertensi, seperti peningkatan absorpsi garam sehingga menyebabkan peningkatan volume darah, respons sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) yang terganggu, serta peningkatan pengaktifan sistem saraf simpatis. Perubahan ini menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan afterload (tahanan yang harus dilawan jantung) akan meningkat.Hal ini dapat menyebabkan peningkatan pada tekanan darah.4
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan melakukan pengukuran tekanan darah, yang menunjukkan adanya peningkatan setidaknya 2 kali. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan teknik yang benar, meliputi ukuran manset yang sesuai serta pasien dalam keadaan duduk dan diam tanpa bergerak selama pemeriksaan. Perlu diperhatikan pula apabila terdapat gejala kerusakan organ (seperti otak, ginjal, jantung, mata) pada hipertensi yang cukup parah.1,5
Alur selengkapnya untuk penentuan diagnosis hipertensi dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Alur diagnosis hipertensi.1
Ket: HBPM, home blood pressure monitoring; ABPM, ambulatory blood pressure monitoring
Tata Laksana
Tata laksana hipertensi mencakup tata laksana non-farmakologi dan farmakologi. Tata laksana non-farmakologi terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan risiko kardiovaskular, dan sangat dianjurkan untuk penderita hipertensi derajat 1. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan selama 4-6 bulan,1
Strategi non-farmakologis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Penurunan berat badan – dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah
- Mengurangi asupan garam – dianjurkan tidak melebihi 2 gram/hari
- Olahraga – 30-60 menit/hari, minimal 3 hari per minggu
- Mengurangi konsumsi alkohol – tidak lebih dari 2 gelas/hari untuk pria dan 1 gelas/hari untuk wanita
- Berhenti merokok
Tata laksana farmakologis diberikan pada penderita hipertensi derajat 2 atau lebih, atau pada penderita hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami perbaikan setelah pengubahan gaya hidup selama lebih dari 6 bulan. Alur tata laksana farmakologis dapat dilihat pada gambar berikut.1
Gambar 2. Alur tata laksana hipertensi.1
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi adalah sebagai berikut:
- Penyakit jantung koroner
- Infark miokardium
- Stroke iskemik atau perdarahan
- Ensefalopati hipertensi
- Gagal ginjal akut atau kronik
- Penyakit arteri perifer
- Fibrilasi atrium
- Aneurisme aorta
Prognosis hipertensi bergantung pada kontrol tekanan darah. Prognosis lebih baik pada pasien dengan tekanan darah yang terkontrol. Sementara itu, kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik justru meningkatkan risiko kematian dari penyakit jantung atau stroke.3
Referensi
- Soenarta AA, Erwinanto, Mumpuni ASS, Barack R, Lukito AA, Hersunarti N, et al. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2015.
- Hasil utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
- Iqbal AM, Jamal SF. Essential Hypertension. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; [Updated 2019 Dec 1, cited 2020 Mar 14. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539859/
- Williams B, Mancia G, Spiering W, et al. European Society of Cardiology Scientific Document Group. 2018 ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. Eur Heart J. 2018 Sep 1;39(33):3021-3104
- Chobanian AV et al: Seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension. 42(6):1206-52, 2003