Ikterik pada Bayi
Definisi & Informasi Umum
Ikterus pada bayi adalah suatu kondisi terjadinya kulit yang menguning pada kulit, konjungtiva, dan sklera akibat peningkatan bilirubin pada bayi yang baru lahir. Sebagian besar kasus ikterus neonatal bersifat fisiologis dan sementara. Sekitar 60% dari bayi cukup bulan dan 80% bayi baru lahir dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih akan mengalami ikterus neonatal dengan kadar bilirubin serum yang mencapai atau melebihi 5 mg/dL.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis dari ikterus neonatal adalah timbulnya warna kuning pada kulit, mukosa, dan konjungtiva pada bayi. Namun, ikterus pada kulit umumnya tidak terlihat pada kadar bilirubin total di bawah 4 mg/dL. Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada hari kedua hingga keempat, menghilang dalam waktu 2 minggu, dan tidak pernah terjadi dalam 24 jam pertama.
Etiologi & Faktor Risiko
Penyebab tersering dari ikterus neonatal adalah penumpukan bilirubin tak terkonjugasi akibat kurangnya proses konjugasi bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi juga dipengaruhi oleh meningkatnya kadar bilirubin karena polisitemia relatif, lama hidup eritrosit yang lebih pendek (sekitar 80 hari, lebih pendek daripada 120 hari pada dewasa), peningkatan sirkulasi enterohepatik, serta proses penyerapan bilirubin oleh hepar dan proses konjugasi yang masih belum matang.
Beberapa faktor risiko untuk ikterus neonatal adalah sebagai berikut:
- Ketidakcocokan golongan darah ibu dan janin
- Kelahiran prematur
- Kehamilan sebelumnya yang juga memiliki riwayat ikterus neonatal
- Adanya trauma saat kelahiran
- Ibu dengan diabetes
Patofisiologi
Bilirubin berasal dari proses degradasi heme, yang merupakan hasil dari degradasi sel darah merah. Heme akan diubah menjadi biliverdin, yang kemudian akan diubah lagi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Pada pH fisiologis, bilirubin tak terkonjugasi tidak dapat larut dalam plasma sehingga butuh berikatan dengan albumin. Bilirubin kemudian akan masuk ke dalam hepar dan dikonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut dalam air. Bilirubin ini akan diekskresi melalui cairan empedu ke dalam saluran cerna. Sebagian bilirubin akan diekskresi melalui feses setelah dimetabolisme oleh flora bakteri pada usus dan sebagian lagi diserap kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
Pada bayi baru lahir, laju produksi bilirubin lebih tinggi daripada orang dewasa, yakni sekitar 6-8 mg/kgBB/hari. Hal ini disebabkan oleh polisitemia relatif dan usia sel darah merah yang lebih pendek. Terlebih lagi, fungsi hepar dalam metabolisme bilirubin masih belum matang, sehingga terjadi penumpukan bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin yang berlebih dapat menumpuk di bawah kulit dan mukosa sehingga bayi tampak menguning.
Diagnosis
Diagnosis ikterus neonatal dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar bilirubin. Dari anamnesis, perlu digali tentang riwayat kelahiran, riwayat keluarga, dan awitan ikterus, serta kualitas dan kuantitas BAK, BAB, dan pemberian ASI. Pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan tampilan bayi secara umum, pemeriksaan mata, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan abdomen untuk memeriksa adanya hepatomegali, splenomegali, ataupun asites. Pengamatan ikterus dilakukan dengan memeriksa bayi dengan pencahayaan yang cukup dan memberikan penekanan pada kulit untuk menentukan warna dari kulit dan jarigan bawah kulit.
Pada pemeriksaan kadar bilirubin, ikterus fisiologis umumnya memiliki kadar bilirubin total yang memuncak pada sekitar 5-6 mg/dL pada hari ketiga hingga keempat setelah kelahiran, dan kemudian menurun dalam minggu pertama. Terkadang, total bilirubin dapat meningkat hingga 12 mg/dL, tetapi kadar bilirubin terkonjugasinya kurang dari 2 mg/dL. Kadar bilirubin dapat diperkirakan dengan mengamati ikterus yang umumnya berkembang dari arah kepala dan wajah, ke batang tubuh, dan kemudian ke ekstremitas. Berdasarkan indeks Kramer, kadar bilirubin dapat diperkirakan sebagai berikut:
- Area wajah: 4-6 mg/dL
- Dada, abdomen atas: 8-10 mg/dL
- Abdomen bawah hingga paha: 12-14 mg/dL
- Lengan, tungkai bawah: 15-18 mg/dL
- Telapak tangan dan kaki: 15-20 mg/dL
Gambar 1. Indeksi Kramer untuk menilai ikterus neonatal
Hal yang penting dalam penegakkan diagnosis ikterus neonatal adalah membedakan ikterus neonatal yang fisiologis dari yang patologis. Ikterus dikategorikan sebagai ikterus yang patologis jika terjadi pada 24 jam pertama setelah kelahiran, kadar bilirubin total meningkat sebesar lebih dari 5 mg/dL per hari atau hingga lebih tinggi dari 17 mg/dL, serta adanya tanda klinis pada bayi yang menunjukkan adanya penyakit yang serius. Peningkatan bilirubin terkonjugasi juga mengarah pada ikterus yang patologis. Jika kadar bilirubin terkonjugasi meningkat lebih dari 2 mg/dL, bayi perlu diperiksa lebih lanjut karena terdapat kecurigaan penyakit hepatoseluler atau obstruksi bilier.
Beberapa diagnosis banding dari icterus pada bayi adalah:
- Sepsis neonatorum awitan dini/lanjut
- Perdarahan
- Dehidrasi (breastfeeding jaundice)
- Breast milk jaundice
- Inkompatibilitas golongan darah dengan ibu
- Hipotiroidisme
- Kolestasis, yang terkait dengan sindrom maupun atresia bilier
Tata Laksana
Ikterus neonatal dapat ditangani dengan melanjutkan pemberian ASI, fototerapi atau terapi sinar, serta terapi tukar (exchange transfusion) jika dibutuhkan. Fototerapi dilakukan untuk bayi dengan kadar bilirubin di atas 15 mg/dL pada usia 25-48 jam, 18 mg/dL pada bayi usia 49-72 jam, dan 20 mg/dL untuk bayi dengan usia di atas 72 jam. Prosedur ini menggunakan sinar biru untuk mengubah bilirubin tak terkonjugasi pada kulit menjadi fotoisomer yang tidak toksik dan dapat larut air, sehingga dapat diekskresi melalui cairan empedu dan urine. Akan tetapi, fototerapi dikontraindikasikan pada bayi dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi seperti pada pasien dengan kolestasis atau penyakit hepar. Dengan fototerapi yang intensif, kadar bilirubin total seharusnya akan turun dalam waktu 4-6 jam.
Gambar 2. Pedoman untuk fototerapi pada ikterus neonatal
Namun, jika kadar bilirubin total tetap meningkat setelah fototerapi intensif, maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan transfusi tukar. Prosedur ini menyingkirkan sel darah merah yang dilapisi antibodi dan yang telah mengalami hemolisis sebagian dan menukarnya dengan sel darah merah yang tidak tersensitisasi.
Komplikasi & Prognosis
Dengan tata laksana yang sesuai, prognosis ikterus neonatal fisiologis sangat baik. Bayi dengan hiperbilirubinemia berat berisiko untuk mengalami komplikasi disfungsi neurologis apabila bilirubin melewati sawar darah otak. Bilirubin dapat berikatan dengan bagian-bagian otak tertentu dan menyebabkan enselopati bilirubin akut yang ditandai dengan letargi, kejang, dan hipotoni. Kondisi ini dapat berlanjut menjadi kernikterus yang ditandai dengan lumpuh otak (cerebral palsy), tuli sensorineural, retardasi mental, dan gangguan perkembangan.
Referensi
- Bhat J, Ara R. Correlation of cord blood albumin values with neonatal jaundice in health new-borns: a prospective observational study. International Journal of Contemporary Pediatrics. 2019;6(2):634.
- Lauer BJ, Spector ND. Hyperbilirubinemia in the newborn. Pediatr Rev. 2011; 37(8):341-9.
- Smitherman H, Stark AR, Bhutani VK. Early recognition of neonatal hyperbilirubinemia and its emergent management. Semin Fetal Neonatal Med. 2006 Jun;11(3):214-24. doi: 10.1016/j.siny.2006.02.002.
- Porter M, Dennis M. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn. Am Fam Physician. 2002 Feb 15; 65(4):599-607.
- Ansong-Assoku B, Ankola PA. Neonatal Jaundice. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan [cited 2020 Dec 31]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532930/