Infeksi HSV (versi oktober 2021)

Definisi penyakit

Infeksi herpes simplex virus (HSV) adalah serangkaian infeksi yang melibatkan permukaan mukokutan, sistem saraf pusat, dan organ-organ dalam. HSV yang dimaksud dalam infeksi ini adalah HSV-1 dan HSV-2. Identifikasi penyakit dan penanganan segera dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas terkait infeksi HSV. HSV-1 biasanya ditularkan melalui bibir atau hidung, dan biasanya terjadi pada usia 6-18 bulan. HSV-2 biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan biasanya menyebabkan herpes genital.

 

Tanda dan Gejala

Infeksi HSV dapat menunjukkan gejala atau tanpa gejala. Gejala yang muncul meliputi:

  • Luka lepuh berupa vesikel, biasanya di sekitar mulut atau kemaluan
  • Nyeri saat buang air kecil
  • Gatal
  • Gejala flu, seperti demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala, lelah, tidak nafsu makan

 

Patogenesis penyakit dan Patofisiologi gejala

Paparan HSV pada permukaan mukosa atau lokasi kulit yang terluka dapat menyebabkan masuknya virus ke dalam sel epidermis dan dermis kulit, kemudian virus akan bereplikasi dalam sel. Infeksi HSV terjadi setelah virus berhasil melakukan replikasi dan akan menginvasi sel saraf. Setelah masuk kedalam sel saraf, virus akan dihantarkan hingga sistem saraf pusat serta organ-organ lainnya. Kemampuan ini akan menyebabkan keterlibatan banyak bagian dari tubuh ketika terjadi infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan merespons terhadap infeksi virus ini, yang akan muncul sebagai gejala.

Beberapa manifestasi klinis yang ditunjukkan karena infeksi HSV primer, terutama pada infeksi HSV-1, termasuk adanya gingivostomatitis (peradangan pada daerah gusi dan mulut), keratokonjungtivitis (peradangan pada selaput bola mata), keratitis (peradangan pada kornea), dan meningoensefalitis (peradangan pada otak). Infeksi HSV-2 menunjukkan adanya gejala klinis berupa balanopostitis (peradangan pada daerah kemaluan laki-laki), vulvovaginitis (peradangan pada daerah kemaluan wanita), dan anoproktitis (peradangan di sekitar anus).

 

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis, maka dapat dilakukan anamnesis untuk mengetahui waktu munculnya gejala. Biasanya gejala akan timbul tiga hari sampai satu minggu setelah terpapar virus HSV, meliputi demam, meriang, rasa nyeri atau panas pada daerah kulit tertentu, serta penurunan nafsu makan sampai penurunan berat badan.

Infeksi kedua (infeksi berulang atau infeksi rekuren) yang terjadi setelah sempat sembuh dari infeksi ini biasanya menunjukkan gejala yang lebih ringan. Luka atau lesi yang muncul akibat infeksi HSV biasanya berbentuk benjolan berisi air (vesikel) yang berkelompok, lalu menjadi berisi nanah (pustula), sampai akhirnya pecah dan menjadi bekas luka menyerupai kulit kering yang terkelupas (krusta). Biasanya lesi ini akan hilang dalam dua sampai enam minggu.

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan dengan menggunakan spesimen berupa apusan lesi, cairan dalam vesikel, dan biopsi jaringan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berupa kultur virus, serologis, amplifikasi DNA, dan visualisasi elektron mikroskop.  Apabila tidak muncul lesi, maka dapat dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap HSV.

 

Tata Laksana

Sebelum diberikan obat antivirus, maka harus dipastikan bahwa pasien memiliki kebiasaan kebersihan diri yang baik. Pada gejala berupa luka atau lesi awal, dapat diberikan salep atau krim dengan kandungan idoksuridin setiap beberapa jam sekali. Asiklovir dalam dosis 200 mg sehari lima kali selama lima hari dapat diberikan ketika virus masih aktif di dalam tubuh penderita. Keduanya merupakan obat antivirus. Apabila terdapat komplikasi berupa infeksi pada organ dalam, dapat diberikan asiklovir melalui infus, adenin arabinoside, atau interferon. Apabila lesi pecah, maka dapat dikompres. Untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh pasien, dapat diberikan levamisole atau isoprinosin.

 

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul dari infeksi HSV, antara lain superinfeksi bakteri, meningitis aseptik, gejala sisa terkait sistem saraf, dan ketahanan terhadap antivirus asiklovir.

 

Prognosis

Tidak mengancam nyawa, namun apabila telah menjadi ensefalitis dapat menyebabkan kerusakan neurologis dan bahkan kematian.

 

 

Referensi

  1. Corey L. herpes simplex virus infections. In: Jameson JL, Kasper DL, Longo DL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 20th New York: McGraw Hill Education; 2018. p.1345-54
  2. Hadisaputro S. Herpes simpleks. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi keenam. Jakarta: InternaPublishing; 2014. p.739-45
  3. Indriatmi W. Herpes simpleks. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2019. p.478-80

 

 

Share your thoughts