Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Definisi dan Informasi Umum

Infeksi saluran kemih (ISK) mencakup segala macam infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih. Kondisi ini sering terjadi pada wanita, bahkan diperkirakan sekitar 50-60% wanita setidaknya pernah mengalami ISK dalam hidupnya.1-3

ISK dapat dibagi menjadi 2, yaitu ISK bagian atas yang melibatkan ginjal atau ureter, serta ISK bagian bawah yang melibatkan kandung kemih dan uretra. Terdapat berbagai macam jenis klasifikasi dari ISK. Menurut panduan dari European Association of Urology (EAU) pada tahun 2018, ISK dapat diklasifikasikan menjadi:1-3

  • ISK non-komplikata

ISK akut, sporadik, atau rekuren, baik yang menyerang saluran kemih atas (pielonefritis) atau bawah (sistitis), yang terjadi pada wanita pre-menopause, non-hamil yang tidak memiliki abnormalitas struktur atau fungsi saluran kemih serta penyakit komorbid.

  • ISK komplikata

ISK yang tidak masuk kriteria non-komplikata, dalam arti, ISK pada pasien laki-laki, ibu hamil, pasien dengan abnormalitas struktur atau fungsi pada saluran kemih, menggunakan kateter, penyakit ginjal, atau penyakit komorbid lain yang menekan sistem imun

  • ISK berulang (recurrent)

ISK (komplikata atau non-komplikata) yang berulang paling tidak 3 kali dalam 1 tahun atau 2 kali dalam 6 bulan terakhir

  • ISK yang terasosiasi dengan kateter

ISK yang terjadi pada pasien yang saat ini menggunakan kateter atau telah menggunakan kateter dalam 48 jam terakhir

  • Urosepsis

Keadaan mengancam jiwa yang disebabkan oleh respons penjamu yang berlebihan terhadap ISK, sehingga mengakibatkan disfungsi organ.

Selain itu, ISK juga dapat dikelompokkan berdasarkan infeksi level anatomis, yaitu:

  • Uretra: uretritis
  • Kandung kemih: sistitis
  • Ginjal: pielonefritis
  • Darah/sistemik: urosepsis

Tanda dan Gejala

Gejala-gejala yang dapat terjadi pada ISK bergantung pada level infeksi secara anatomis. Jika infeksi hanya terbatas pada saluran kemih bagian bawah (uretra dan kandung kemih), pasien umumnya mengalami gejala-gejala seperti nyeri pada saat berkemih (disuria), frekuensi berkemih meningkat (frekuensi), sulit untuk mulai berkemih (hesitation), keinginan untuk berkemih tiba-tiba yang tidak dapat ditahan (urgensia), dan terkadang terdapat darah pada urine. Terkadang, ISK juga dapat disertai dengan nyeri pada suprapubis.3,4

Sementara itu, jika infeksi mencapai saluran kemih bagian atas dan ginjal, maka pasien dapat mengalami demam, menggigil, mual, muntah, serta nyeri pinggang, gejala-gejala yang umumnya tidak ditemukan pada ISK bawah non-komplikata.3,4

Etiologi & Patogenesis

ISK dapat disebabkan oleh bakteri gram-negatif, gram-positif, maupun oleh fungi. Etiologi tersering dari ISK, baik komplikata maupun non-komplikata, adalah Escherichia coli yang uropatogenik (UPEC). Selain UPEC, untuk ISK non-komplikata, mikroorganisme lainnya yang dapat menyebabkan infeksi adalah Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus saprophyticus, Enterococcus faecalis, Streptococcus grup B, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Stapphylococcus aureus, dan Candida spp. Sementara itu, untuk ISK komplikata, selain UPEC, ISK juga dapat disebabkan oleh Enterococcus spp., K. pneumoniae, Candida spp., S. aureus, P. mirabilis, P. aeruginosa, dan Streptococcus grup B.4,5

Mikroorganisme masuk dan menyebabkan ISK melalui 3 rute: rute menjalar naik (ascending route), rute hematogen, dan rute limfatik. Rute ascending adalah rute infeksi yang paling sering terjadi. ISK berawal ketika terdapat uropatogen dari saluran cerna atau anus yang mengontaminasi uretra dan area sekitarnya. Selanjutnya, patogen ini dapat bermigrasi ke kandung kemih, di mana molekul adhesi seperti pili dan adhesin membantu dalam kolonisasi dan invasi ke sel epitel kandung kemih. Infeksi patogen ini dapat menjalar naik hingga ke ginjal dan turut menyebabkan ISK bagian atas (pielonefritis).4,5

Bakteri juga dapat mencapai saluran kemih melalui darah. Rute hematogen dapat terjadi pada pasien yang mengalami bakteremia atau endokarditis yang disebabkan oleh mikroorganisme Gram-positif dan Candida spp. Sementara itu, patogenesis rute infeksi limfatik masih belum sepenuhnya jelas mekanismenya. Infeksi saluran kemih secara hematogen maupun limfatik amatlah jarang terjadi.4,5

Patofisiologi

Saat patogen mulai berkolonisasi dan menginvasi sel epitel saluran kemih, respons inflamasi dari host mulai aktif, seperti infiltrasi neutrofil ke area infeksi yang akan membantu untuk membunuh patogen tersebut. Namun, beberapa patogen dapat menghindar dari sistem imun dan bermultiplikasi, bahkan beberapa bakteri dapat membentuk biofilm yang semakin membantu mereka dalam kolonisasi dan menghindar dari sistem imun.4

Bakteri ini akan memproduksi toksin dan protease yang menyebabkan kerusakan sel, sehingga zat nutrisi tertentu dilepaskan dari sel, yang kemudian akan membantu bakteri untuk terus hidup, bahkan naik ke ginjal. Setelah berkolonisasi pada ginjal, bakteri dapat melepaskan toksin lagi dan menyebabkan kerusakan sel host. Jika tidak ditangani dengan baik, ISK dapat berkembang menjadi bakteremia apabila patogen berhasil melintasi dan menembus epitel tubulus pada ginjal4

Patofisiologi pada ISK komplikata serupa dengan ISK pada umumnya. Namun, keberadaan benda asing atau instrumen pada saluran kemih, seperti kateter, dapat mempermudah kolonisasi dan invasi dari bakteri patogen. Hal ini disebabkan karena sistem imun tubuh akan berespons terhadap keberadaan benda asing tersebut, menghasilkan fibrinogen yang menumpuk pada kateter. Adanya fibrinogen menjadikan benda tersebut lingkungan yang ideal untuk penempelan patogen karena beberapa bakteri memiliki protein yang dapat menempel pada fibrinogen. Akibatnya, bakteri akan lebih mudah bermultiplikasi, membentuk biofilm, dan kemudian menyebar.4

Gejala ISK

Gambar 1. Patogenesis dan patofisiologi dari ISK.4

Diagnosis

Diagnosis ISK umumnya dapat ditegakkan melalui riwayat gejala-gejala pasien, seperti gejala gangguan berkemih, atau gejala sistemik seperti demam dan menggigil apabila ISK melibatkan saluran kemih bagian atas.3,7

Pemeriksaan penunjang carik celup dapat dilakukan sebagai alternatif terhadap kultur urine untuk membantu diagnosis ISK non-komplikata. Kultur urine hanya dianjurkan pada keadaan berikut:3,7

  • Dugaan pielonefritis akut
  • Gejala yang tidak kunjung hilang atau muncul kembali 2-4 minggu setelah selesai pengobatan
  • Wanita dengan gejala yang tidak khas
  • Wanita hamil
  • Pria yang dicurigai menderita ISK

Jumlah bakteri uropatogen ³103/mL urine dianggap diagnostik secara mikrobiologis untuk wanita yang menunjukkan gejala sistitis akut, sementara jumlah koloni uropatogen ³104/mL urine dianggap signifikan secara klinis untuk menegakkan pielonefritis akut. Pada pria dengan ISK, disarankan pula untuk melakukan evaluasi urologis dan colok dubur untuk mengidentifikasi adanya kelainan pada prostat.3,7

Tata Laksana

Pilihan tata laksana untuk ISK bergantung pada jenisnya, yaitu ISK komplikata atau non-komplikata. ISK bawah non-komplikata berespons baik terhadap terapi antibiotik oral. Sementara itu, untuk pielonefritis akut, penting untuk membedakan antara kasus komplikata dan non-komplikata. Pielonefritis juga dapat diterapi dengan pemberian antibiotik. Namun, apabila pasien sudah menunjukkan gejala sepsis, maka perlu segera dirujuk ke unit gawat darurat rumah sakit.3,7

Pemilihan antibiotik bergantung pada pola resistensi bakteri dan uji sensitivitas di area rumah sakit atau area setempat. Untuk sistitis akut non-komplikata, pilihan antibiotik pertama untuk wanita adalah fosfomycin trometamol (3 g, dosis tunggal) atau nitrofurantoin (100 mg 2 kali/hari, selama 5 hari). Sementara untuk pria, pasien dapat diberikan amoxicillin-klavulanat (625 mg 3 kali/hari, selama 7 hari). Untuk kasus pielonefritis non-komplikata, pasien dapat diberikan fluorokuinolon atau sefalosporin. Beberapa antibiotik seperti fosfomycin atau nitrofurantoin justru sebaiknya dihindari pada pielonefritis, karena obat-obat ini diekskresi di urine dan tidak mencapai kadar yang cukup pada jaringan ginjal. Namun, perlu diingat lagi, pemberian antibiotik tersebut perlu disesuaikan dengan pola resistensi setempat.3,7

Sementara itu, untuk ISK komplikata, tata laksana bergantung pada tingkat keparahannya. Terdapat 3 tujuan utama dalam prinsip tata laksananya: tata laksana abnormalitas urologi, terapi antimikroba, serta terapi suportif jika diperlukan.3,7

Urinalisis atau kultur urine yang disertai uji sensitivitas perlu dilakukan pada pasien yang masih mengalami gejala pasca selesainya pengobatan, ataupun jika gejala berhenti dan muncul kembali dalam 2 minggu.3,7

Komplikasi dan Prognosis

Pada ISK non-komplikata, umumnya komplikasi jarang terjadi jika diobati dengan baik. Namun, beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ISK adalah sebagai berikut8:

  • Bakteremia atau sepsis
  • Abses renal atau perinefrik (komplikasi dari pielonefritis)
  • Gagal ginjal akut
  • Sistitis atau pielonefritis emfisematosa – yaitu adanya gas pada dinding atau lumen saluran kemih

Prognosis ISK secara keseluruhan cukup baik. Wanita dengan sistitis akut umumnya mengalami perbaikan gejala 3 hari setelah mengonsumsi antibiotik. Sistitis berulang dapat terjadi pada sekitar 25% wanita dalam 6 bulan setelah ISK pertama.8

Referensi

  1. Bonkat G, Pickard R, Bartoletti R, Cai T, Buryère F, Geerlings SE, et al. EAU guidelines on urological infections. European Association of Urology; 2018.
  2. Medina M, Castillo-Pino. An introduction to the epidemiology and burden of urinary tract infections. Ther Adv Urol. 2019 Jan-Dec; 11: 1756287219832172.
  3. Seputra KP, Tarmono, Noegroho BS, Mochtar AC, Wahyudi I, Renaldo J, et al. Guideline penatalaksanaan infeksi saluran kemih dan genitalia pria 2015. 2nd Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia; 2015. p.24-7.
  4. Bono MJ, Reygaert WC. Urinary tract infection. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. [Updated 2019 Dec 2, cited 2020 Feb 15]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470195/
  5. Raka L, Mulliqi-Osmani G, Kurti A, Bajrami R, Lila G. Urinary tract infections. Kosova: University of Prishtina; 2016. Available from: https://smjournals.com/ebooks/urinary-tract-infections/chapters/UTI-16-07.pdf
  6. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary tract infections: epidemiology, mechanisms of infection and treatment options. Nat Rev Microbiol. 2015 May; 13(5): 269–84.
  7. Tan CW, Chlebicki MP. Urinary tract infections in adults. Singapore Med J. 2016 Sep; 57(9): 485–90.
  8. Hooton TM. Clinical practice. Uncomplicated urinary tract infection. N Engl J Med. 2012 Mar 15;366(11):1028-37

Share your thoughts