Internship: Ajang Latihan jadi Dokter Sungguhan
Kisah singkat di Singkawang yang terus membayang
Perjalanan internship yang dilalui setiap dokter mempunyai kisah menarik yang seru untuk dibagikan. Begitu pula dengan pengalaman dr. Lowilius Wiyono, seorang dokter umum lulusan FKUI angkatan 2016. Selesai dengan pendidikan kedokterannya, Lowi, sapaan akrabnya menghabiskan waktu dengan ikut kegiatan magang atau menjadi asisten konsulen untuk memperbanyak pengalaman sambil mempersiapkan berkas-berkas untuk internship. Lowi memilih Singkawang, Kalimantan Barat sebagai tempatnya mengabdikan diri selama satu tahun dengan harapan untuk bisa mengeksplor dan memperoleh pengalaman lebih mengenai pelayanan kesehatan luar Pulau Jawa. Enam bulan pertamanya ia habiskan di Puskesmas Singkawang Timur 1 sebagai dokter umum yang kesehariannya mengisi poliklinik, menjaga IGD puskesmas, serta berpartisipasi dalam kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Selanjutnya, ia mendapat rotasi di sebuah rumah sakit rujukan tipe B, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Azis Singkawang. Mulanya, Singkawang bukan pilihan pertamanya untuk menjalani internship. Di luar dugaan, Kota Seribu Kelenteng tersebut membawa segudang cerita tidak terlupakan baginya.
Lowi bercerita bahwa kebudayaan masyarakat setempat sangat beragam, di mana daerah tersebut didominasi oleh etnis Melayu; Dayak; serta Tionghoa. Budaya serta kebiasaan masyarakat yang masih sangat kental menjadi sebuah tantangan tersendiri baginya. Lowi menjadikan perbedaan ini sebagai pacuan untuk beradaptasi dan terbiasa dengan situasi apapun yang nanti akan dihadapinya selama menjalani profesi. “Selama internship, kita dilatih menjadi dokter sebenarnya. Saat koas lebih banyak observasi dan asistensi saja, tetapi saat internship lebih menggunakan peran kita sebagai dokter,” terang Lowi. Secara umum, memang tidak ada perbedaan yang signifikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan Ibukota, tetapi masalah logistik, bahan, juga fasilitas yang meskipun lengkap, tentunya tetap terdapat keterbatasan. “Hal ini juga mengasah kemampuan sebagai dokter umum di IGD untuk bisa memutuskan apa yang harus dilakukan sebagai tata laksana kegawatdaruratan pasien,” lanjutnya.
Awalnya, ia merasa culture shock dengan hal-hal di sana. Lokasi puskesmas yang dekat dengan perkebunan membuat ia sering menerima kasus pasien dengan kecelakaan akibat kerja, digigit anjing, dan kasus lain yang berkaitan dengan perkebunan. Pun, banyak perbedaan dari segi istilah, bahasa, kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan dibandingkan di kota. Banyak masyarakat setempat yang berobat kepada mantri atau dukun. Meskipun metode yang dilakukan juga membantu pengobatan, tentunya sebagai dokter dari sisi medis tidak jarang terdapat perbedaan pandangan. Namun, di satu sisi kita juga tidak bisa memaksakan pasien. Hal ini membuat Lowi belajar lagi cara untuk mengedukasi pasien. Sebisa mungkin ia mengakrabkan diri dengan masyarakat dan belajar bahasa mereka agar tidak terlalu merasa asing.
Banyak pelajaran yang ia peroleh dari internship yang ia anggap sebagai ajang latihan, terutama untuk koas yang jarang memiliki pengalaman klinis dengan pasien. “Menurutku, internship adalah ajang belajar, jangan takut untuk mencoba. Meskipun menjadi dokter umum, kita masih dibimbing di sini, masih ada pihak yang akan membantu meluruskan. Jadikan ini pengalaman baru untuk menghadapi dunia kerja sesungguhnya,” tutupnya.savira