Kanker Serviks
Definisi dan Informasi Umum
Kanker serviks adalah penyebab keganasan kedua terbanyak dan merupakan penyakit keganasan yang paling mematikan pada wanita.1
Sinonim: Kanker Leher Rahim, Kanker Mulut Rahim, Karsinoma Serviks, Ca Serviks
Faktor risiko kanker serviks sangat berhubungan dengan faktor risiko infeksi Human papillomavirus (HPV), yakni memiliki pasangan seksual lebih dari satu, melakukan hubungan seksual pada usia dini, dan memiliki riwayat penyakit kelamin. Faktor lain yang turut meningkatkan risiko penyakit ini adalah rokok dan imunitas buruk.1,2
Tanda dan Gejala
Kanker serviks berderajat rendah umumnya bersifat tidak bergejala. Akan tetapi, pada tahap lanjut, wanita dengan kanker serviks dapat mengalami perdarahan di luar siklus menstruasi (menometroragia) atau perdarahan setelah selesai berhubungan seksual. Pasien juga dapat mengeluh adanya cairan kuning dan berbau yang keluar dari vagina.1,2
Etiologi dan Patogenesis
Kanker serviks umumnya diawali oleh infeksi human papillomavirus (HPV) yang bersifat high-risk.3 Sekitar 20 subtipe HPV memiliki kemampuan untuk menyebabkan displasia dan keganasan, yang paling dikenal adalah HPV tipe 16 dan 18.1 HPV dapat menginfeksi sel basal imatur pada epitel skuamosa, terutama yang terdapat pada sambungan skuamokolumnar serviks.3
Infeksi HPV yang bersifat persisten dapat menyebabkan kondisi prakanker yang kemudian dapat berkembang menjadi karsinoma serviks apabila tidak segera mendapatkan pengobatan.1 Area prakanker ini kemudian dapat berkembang menjadi kanker in situ atau dapat sembuh dengan spontan.2
Patofisiologi
Beberapa jenis kanker serviks yang dapat ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma adenoskuamosa, dan karsinoma neuroendokrin. Karsinoma sel skuamosa serviks merupakan kasus yang paling sering ditemukan, yakni sebesar 80% dari keseluruhan kasus kanker pada serviks.3
Perubahan morfologi jaringan pada serviks (leher rahim) dapat menandakan derajat keparahan kondisi. Lesi ini, disebut dengan neoplasia intraepithelial serviks (NIS), dapat memberikan gambaran displasia jaringan pada pemeriksaan histopatologi melalui Pap smear.2
Berdasarkan derajatnya, NIS dapat dikategorikan menjadi NIS I (displasia atau perubahan atipik pada epitel serviks), NIS II (displasia tingkat sedang), dan NIS III (displasia tingkat berat). NIS I tergolong dalam low-grade squamous intraepithelial lesion (LSIL) atau kondiloma, sedangkan NIS II dan NIS III tergolong dalam high-grade squamous intraepithelial lesion (HSIL). Karsinoma in situ umumnya berasal dari perkembangan NIS III.2,3
Gambar 1. Perkembangan NIS. Sumber:2
Diagnosis
Pemeriksaan yang umum dilakukan adalah Pap Smear untuk mengidentifikasi infeksi HPV, baik pada pasien bergejala maupun tidak bergejala, Setiap wanita berusia produktif disarankan untuk melakukan pemeriksaan ini setidaknya satu kali dalam setahun.1 Pada pemeriksaan Pap smear, ditemukan gambaran koilosit atipia sebagai karakteristik dari infeksi HPV.3
Gambar 2. Hasil pemeriksaan Pap smear. Sumber:3
Hal yang kerap ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah tumor yang terlihat di sekitar leher rahim. Tumor yang berukuran besar dapat diidentifikasi saat inspeksi lalu dilakukan biopsi. Biopsi tumor diperlukan untuk menentukan derajat kanker serviks (staging).1 Pemeriksaan radiologi dengan metode CT Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dilakukan untuk melihat staging penyakit ini.5
Kanker serviks derajat 1 menandakan bahwa tumor masih berada di sekitar serviks, sedangkan kanker serviks derajat 2 menandakan bahwa tumor sudah mulai menyebar menuju jaringan lunak paraserviks atau vagina bagian atas. Tumor pada kanker serviks derajat 3 telah menyebar menuju vagina bagian bawah atau dinding pelvis, sementara tumor derajat 4 telah menyebar menuju mukosa kantung kemih, rektum, atau situs lain.1,3
Gambar 3. Derajat kanker serviks. Sumber:1
Pemeriksaan dini terhadap kecurigaan infeksi HPV dapat dilakukan melalui pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) atau kolposkopi. Area pada serviks yang telah terinfeksi HPV akan menunjukkan perubahan warna menjadi putih (disebut lesi acetowhite) ketika diberikan asam asetat. Skrining ini hanya umumnya diadakan pada wanita berusia <50 tahun.4
Di bawah ini adalah panduan algoritma untuk skrining, baik dengan metode IVA maupun tes Pap. Kedua metode tersebut dipilih karena termasuk pemeriksaan yang mudah dan sederhana, serta mampu dilakukan oleh tenaga medis dengan pelatihan singkat.6,7
Tata Laksana
Penanganan pasien dengan kanker serviks dilakukan berdasarkan derajat perubahan neoplasma, ukuran dan lokasinya, serta tingkat penyebaran tumor atau metastasis.4 Pasien dengan kanker serviks umumnya diberikan pengobatan awal berupa pengangkatan area luka. Beberapa teknik yang dapat dilakukan antara lain electrocautery, cryosurgery, dan terapi laser. Namun, terapi radiasi dan/atau pembedahan perlu dilakukan pada kanker yang bersifat invasif.2,4
Pencegahan yang dapat dilakukan pada individu berisiko adalah dengan pemberian vaksin terhadap HPV, seperti Gardisil® atau Cervarix®. Vaksinasi ini terbukti mengurangi infeksi HPV sehingga dapat mengurangi risiko karsinoma jaringan serviks sebanyak 97%.1,2
Komplikasi dan Prognosis
Kanker serviks merupakan kondisi yang cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Sebagian besar pasien meninggal sebagai akibat dari penyebaran sel tumor pada organ lain, seperti penyumbatan saluran kemih, pyelonefritis, dan uremia.3
Prognosis kesembuhan pada kanker serviks bergantung derajat kanker pada saat pemeriksaan dan jenis histologisnya. Sebagai contoh, small cell neuroendocrine tumor memiliki prognosis paling buruk. Akan tetapi, berbagai pilihan terapi yang tersedia kini telah meningkatkan prognosis kanker serviks, bahkan mencapai 100% untuk survival rate selama lima tahun pada kondisi karsinoma mikroinvasif.3
Referensi
- Spriggs D. Gynecologic malignancies. In: Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison’s principles of internal medicine. 20th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2019. p. 640–1.
- Grossman L. Disorders of the female reproductive system. In: Grossman S, Porth CM, eds. Porth’s pathophysiology. 9th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2014. p. 1387–9.
- Ellenson LH, Pirog EC. The female genital tract. In: Kumar V, Abbas AK, Aster JC, eds. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015. p. 1002–7.
- Phillippi JC, Latendresse GA, McCance KL. Alterations of the female reproductive system. In: McCance KL, Huether SE, eds. Pathophysiology: the biologic basis for disease in adults and children. 7th ed. St. Louis: Mosby; 2014. p. 825–9.
- Wipperman J, Neil T, Williams T. Cervical cancer: evaluation and management. Am Fam Physician. 2018 Apr 1;97(7):449–54.
- Comprehensive cervical cancer control: a guide to essential practice. 2nd ed. Geneva: WHO; 2014.
- Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan penatalaksanaan kanker serviks. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.