Katarak

Definisi

Katarak adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan kehilangan transparansi lensa akibat dari opasifikasi. Berdasarkan survei kesehatan indra penglihatan yang dilakukan Departemen Kesehatan RI tahun 1993—1996, katarak merupakan penyebab utama dari kebutaan.

Gejala Klinis

Gejala utama:

  • sensitif pada pancaran sinar
  • penurunan tajam penglihatan pada jarak dekat dan jauh

Gejala lain:

  • myopic shift – penglihatan mendekati rabun dekat karena peningkatan aksis anteroposterior
  • penglihatan ganda
  • penglihatan berkabut
  • kesulitan melihat di malam hari
  • melihat “halo” (lingkaran cahaya) di sekitar sumber cahaya
  • tidak ada rasa sakit

Secara histologis, lensa terdiri dari epitel selapis kuboid yang mensekresikan cairan pada membran basal tebal bernama kapsul lensa. Sel baru terbentuk secara konstan dan menumpuk pada bagian eksternal dari sel yang lama. Sel-sel tersebut berdiferensiasi membentuk serat lensa. Karena struktur tersebut, katarak dapat menyebabkan cahaya terpecah saat memasuki lensa sehingga mengurangi jumlah cahaya yang sampai pada retina. Katarak terbentuk secara perlahan dan tidak menimbulkan rasa sakit.

Etiologi & Patogenesis

Terdapat beberapa jenis katarak berdasarkan penyebab dari terjadinya penyakit itu sendiri, diantaranya adalah: usia lanjut, kongenital, atau akibat paparan dari molekul lainnya. Katarak pada anak atau kongenital sering kali berkaitan dengan penyakit lain seperti infeksid dari rubella, cytomegalovirus, varicella, syphillis, atau toksoplasma. Namun, juga dapat disebabkan oleh penyakit autosomal dominan katarak kongenital, sindrom Lowe, dan galaktosemia.

Contoh dari pajanan yang dapat menyebabkan katarak adalah kortikosteroid yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Obat lain yang juga dapat menyebabkan antara lain fenotiazin, busulfan, miotik, dan amiodarone. Tak hanya obat, adanya trauma mekanik, cedera kimiawi, cedera listrik, ionisasi, dan paparan infra merah atau ultraviolet. Katarak juga dapat menjadi kondisi sekunder dari penyakit lain, seperti uveitis kronik atau diabetes.

Patofisiologi

Pada usia lanjut, katarak dapat terjadi karena adanya perubahan reaksi biokimia pada metabolisme lensa. Hal ini menyebabkan terjadinya elusidasi dari mekanisme pembentukan katarak seiring bertambahnya usia. Namun, di antara banyaknya reaksi yang terjadi pada lansia, masih belum diketahui secara pasti reaksi apa yang menyebabkan katarak.

Terdapat tiga macam katarak berdasarkan tempat terbentuknya penumpukan:

  1. Nuklear

Merupakan tipe yang paling umum; dimulai dengan adanya pengerasan kekuningan secara bertahap dan disertai sklerosis dari nukleus, kemudian tersebar ke lapisan lain dari lensa.

  1. Kortikal

Jenis ini umumnya ditemukan pada pasien dengan diabetes. Pengerasan bermula pada lensa bagian perifer pada lapisan kortikal luar dan perlahan menumpuk ke bagian dalam sehingga membentuk pola spoking.

  1. Posterior Subkapsular (PSC)

Katarak jenis ini membentuk seperti plak yang menumpuk pada bagian belakang lensa dan menumpuk dengan cepat. Gejala pada penglihatan tidak terlihat dengan jelas sampai katarak sudah menumpuk cukup banyak. Jenis ini umumnya ditemukan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid.

Pola pertumbuhan katarak

Gambar 1. Pola pertumbuhan katarak; (A) nuklear, (B) posterior subkapsular, (C) kortikal.

Selain berdasarkan tempat pola pertumbuhan, penyakit ini juga dapat dibagi kategorinya berdasarkan tingkat maturitas dari opasifikasi lensa pada pasien dengan tahapan:

  1. Pemisahan lamelar akibat penumpukan cairan, hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan slit-lamp dan bersifat reversibel.
  2. Katarak insipiens, mulai terlihat adanya opasifikasi awal namun belum terlihat dengan pemeriksaan cahaya biasa.
  3. Katarak imatur, opasifikasi semakin berat, tetapi tidak pada keseluruhan lensa, serta didapatkan hasil positif pada pemeriksaan shadow test.
  4. Katarak matur, opasifikasi komplit yang mengenai seluruh korteks lensa dan didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan shadow test.
  5. Katarak hipermatur, komplikasi dari jenis matur yang tidak segera dioperasi serta memiliki dua bentuk:
    • Katarak hipermatur Morgagni: lensa yang terlalu “matang” akibat opasifikasi akan mencair membentuk kantung cairan putih seperti susu dan memberikan hasil positif pada pemeriksaan shadow test.
    • Katarak hipermatur sklerotik: korteks mengalami disintegrasi, lensa mengecil akibat air yang keluar, serta anterior chamber menjadi lebih dalam (iridodonesis)

Diagnosis

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah bahwa pasien mengalami kesulitan untuk melihat pada jarak jauh dan dekat, dan pemeriksaan harus menggunakan kacamata dengan kekuatan lensa yang tepat. Namun, bukan berarti penglihatan dengan hasil 6/6 menunjukkan bahwa pasien tidak memiliki katarak.

Katarak dengan tipe kortikal, umumnya mengeluh memiliki penurunan fungsi penglihatan pada keadaan silau seperti saat mengendarai kendaraan di malam hari.

Berikut metode yang umumnya digunakan oleh dokter spesialis mata untuk mendiagnosis pasien katarak:

  1. Periksa mata menggunakan oftalmoskop untuk melihat dengan jarak sekitar 12 inci dari mata
  2. Menggunakan 2,5% phenylephrine dan 1% tropicamide untuk memperbesar pandangan lensa (mengecilkan iris)
  3. Lakukan dengan kekuatan lensa 0

Pada pengamatan menggunakan oftalmoskop, cahaya yang mengenai retina akan memantulkan warna merah sehingga pada pasien sehat akan menunjukan warna merah yang uniform. Pasien katarak akan menunjukkan adanya bintik gelap di antara pantulan merah tersebut.

Selain menggunakan oftalmoskop, pemeriksaan yang lebih mudah dapat dilakukan dengan menggunakan lampu pencahayaan biasa yang bernama shadow test. Shadow test adalah pemeriksaan kekeruhan lensa menggunakan senter yang disorotkan dari arah temporal ke pupil. Pada katarak nuklear yang imatur, sebagian lensa yang keruh akan menjadi alas dan memantulkan kembali sinar senter yang jatuh melalui pupil, sehingga terbentuk bayangan iris pada lensa yang opak sebagai bentuk bulan sabit.

Katarak subkapsular posterior

Gambar 2. Mata katarak jenis PSC.

Pemeriksaan mata primer harus memenuhi hal berikut:

  • Pemeriksaan tajam penglihatan sesuai dengan Snellen chart, Tumbling E, atau WITH dengan kacamata yang cocok
  • Pemeriksaan mata eksternal atau deformitas
  • Pergerakan otot ekstraokular
  • Adanya defek papilari eferen
  • Refleks merah bilateral
  • Saraf optik dan diskus dengan oftalmoskop
  • Kemampuan untuk fiksasi dan mengikuti objek yang bergerak

Tata Laksana

Penanganan untuk pasien katarak paling efektif sejauh ini adalah dengan melakukan operasi. Operasi katarak dilakukan atas tiga indikasi, yaitu adanya gangguan visus, indikasi medis selain visus (glaukoma, endoftalmitis fakoanafilaktik, penyakit retina yang diperparah dengan katarak), dan indikasi kosmetik.

Operasi katarak dulunya dilakukan dengan metode intracapsular cataract extraction (ICCE), yaitu mengambil bagian lensa yang mengalami katarak beserta lensanya. Namun, metode ini dapat menimbulkan komplikasi dan hanya dilakukan apabila zonula Zinii penggantung lensa mengalami kerusakan.

Metode operasi terkini dapat membersihkan seluruh opasifikasi dengan tingkat invasif rendah, yaitu extracapsular cataract extraction (ECCE) yang menyisakan kapsul posterior dari lensa. ECCE dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu konvensional, small incision (SICS), dan fakoemulsikfikasi. Di Indonesia, metode fakoemulsifikasi sedang berkembang menjadi teknik yang tidak invasif dengan komplikasi yang minimal.

Setelah dilakukan operasi katarak, pasien yang tidak memiliki lensa disebut sebagai individu afakia. Dapat dipasangkan lensa intraokuler buatan (IOL) pengganti untuk membantu penglihatan pasien. IOL sendiri bermacam-macam dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi pasien. Sebelum dipasang, terlebih dahulu dilakukan keratometri dan biometri untuk menentukan kekuatan lensa dari pasien. Individu dengan IOL disebut sebagai individu pseudofakia.

Sebelum Operasi 

Dilakukan anaesthesia yang bertahap dari general ke lokal (retrobulbar, peribulbar, subkonjungtiva) hingga ke anaesthesia topikal.

Teknik Operasi Katarak

Operasi katarak dengan fakoemulsifikasi

Gambar 3. Tahapan operasi katarak dengan phacoemulsification.

  1. Opthalmic Viscoelasticity Device (OVD) tampak bening (ditunjuk). OVD digunakan untuk menjaga anterior chamber dan untuk menjaga endotel kornea ketika instrumen dimasukan ke dalam mata.
  2. Continuous curvilinear capsulorhexis (ditunjuk) digunakan untuk membuk kapsul.
  3. Lakukan hidrodiseksi diantara kapsul dan korteks lensa yang untuk melepaskan lensa dari kantung kapsul.
  4. Phacoemulsification device (ditunjuk) dimasukan untuk mengemulsifikasi dan mengaspirasi materi pada lensa.
  5. Penampakan setelah pengangkatan material lensa dan penusukan OVS.
  6. Lensa intraokuler (dalam kasus ini dapat dilipat untuk memudahkan pemasangan) di implan ke dalam kantung kapsul.

Setalah pasien menjalani operasi, ia harus mengonsumsi obat-obatan dan melakukan berbagai medikasi untuk mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi. Berikut adalah obat-obat pilihannya:

Antibiotik topikal
Konsumsi selama 1-4 minggu setelah operasi
Tetes kortikosteroid atau OAINS
Konsumsi selama 1-4 minggu setlah operasi
Digunakan untuk mata yang mengalami inflamasi pasca operasi

Selain itu, pasien juga disarankan untuk melakukan follow-up sesuai dengan kebutuhan, perhari, perminggu, perbulan, atau per 3 bulan.

Komplikasi

Pasien katarak yang sudah melalui operasi kataran memiliki risiko pecah kapsular dan kehilangan cairan vitrous. Kedua kondisi tersebut dapat teratasi dengan baik dan memiliki penglihatan yang baik apabila dilakukan penanganan yang sesuai. Hilangnya cairan vitrous dapat meningkatkan risiko untuk terkena endoftalmitis, ini termasuk salah satu kondisi yang paling berbahaya dari operasi intraokular.

Komplikasi pascaoperasi yang sering timbul adalah katarak sekunder di mana terdapat kekeruhan atau opasitas yang menetap setelah ekstraksi korteks lensa. Bentuk yang paling umum dari katarak sekunder adalah opasifikasi kapsul posterior (PCO). Komplikasi ini dapat ditatalaksana dengan kapsulotomi posterior menggunakan YAG-laser.

Referensi

  1. Liu YC, Wilkins M, Kim T, Malyugin B, Mehta JS. Cataracts. The Lancet. 2017;390(10094): 600–612.
  2. Thompson J, Lakhani Cataracts. Primary Care: Clinics in Office Practice. 2015;42(3): 409–423.
  3. Schmitt C, Hockwin The mechanisms of cataract formation. Journal of Inherited Metabolic Disease. 1990;13(4):501–508.
  4. Asbell PA, Dualan I, Mindel J, Brocks D, Ahmad M, Epstein S. Age-related cataract. The Lancet. 2005;365(9459):599–609.
  5. Yorston D. Cataract complications. Community Eye Health Journal. 2008;21(65):1-3.

Share your thoughts