Kejang Demam
Daftar Isi
Definisi dan Informasi Umum
Kejang demam terjadi apabila seorang anak mengalami demam dengan suhu tubuh >38°C.1,2 International League Against Epilepsy (ILAE) mendefinisikan kejang demam sebagai kejang yang terjadi pada anak-anak berusia >1 bulan, tidak terkait dengan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang tidak terprovokasi sebelumnya, dan tidak memeuhi kriteria kejang simtomatik akut lainnya.1
Kejang demam merupakan bentuk kejang yang paling sering terjadi pada anak-anak, terutama pada usia <5 tahun. Puncak insidensi kejang demam umumnya terletak pada usia 18 bulan. Sebesar 90% kasus kejang demam terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan, 4% kasus sebelum usia enam bulan, dan 6% setelah usia tiga tahun.3,4
Tanda dan Gejala
Kejang demam umumnya diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kejang demam sederhana adalah serangan kejang yang terjadi secara generalisata selama maksimal 15 menit, bentuk kejang umum (tonik dan/atau klonik), dan tidak terjadi serangan berulang dalam kurun waktu 24 jam. Kejang demam kompleks adalah serangan kejang fokal atau kejang umum yang didahului dengan kejang parsial dengan waktu >15 menit dan/atau berulang dalam kurun waktu 24 jam. Febrile status epilepticus merupakan serangan kejang yang terjadi selama lebih dari 30 menit.2,5
Etiologi dan Patogenesis
Kejang demam umumnya terkait dengan demam yang diakibatkan infeksi. Namun, berbagai penelitian yang telah mengasosiasikan insidensi kejang demam dengan infeksi patogen tertentu. Sebagai contoh, infeksi saluran pernapasan atas dilaporkan memiliki asosiasi yang tinggi terhadap kejadian kejang demam. Namun, kejang demam diperkirakan terjadi secara multifaktorial, yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan.3,4
Gambar 1. Faktor risiko kejang demam. Sumber:2
Patofisiologi
Hingga saat ini, patofisiologi kejang demam masih belum dapat dijelaskan.3 Meskipun demikian, sejumlah penelitian telah mengemukakan beberapa hipotesis mengenai patofisiologi kejang demam pada model hewan coba. Peningkatan suhu pada otak dapat memingkatkan aktivitas temperature-sensitive ion channels. Kondisi ini akan menyebabkan peningkatan hantaran impuls pada otak sehingga meningkatkan risiko terjadinya aktivitas neuron masif, seperti pada kasus kejang.1
Hipotesis lain mengemukakan bahwa demam dan hipertermia memiliki mekanisme untuk menginduksi terjadinya serangan kejang melalui fever-promoting pyrogen interleukin-1β. Sitokin ini berperan dalam meningkatkan eksitabilitas neuronal sehingga dapat memicu kejang.1
Diagnosis
Setiap anak dengan kejang demam harus diperiksa melalui anamnesis dan pemeriksaan neurologis secara menyeluruh, terutama mengenai ada/tidaknya tanda rangsang meningeal dan tingkat kesadaran anak.1,2 Dokter juga harus dapat menentukan sumber demam anak dalam kurun waktu 12 jam setelah terhadinya serangan simple febrile seizure.3
Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) tidak perlu dilakukan apabila pasien hanya menunjukkan simple febrile seizure, akan tetapi apabila bangkitan bersifat fokal, maka EEG diperlukan untuk menentukan fokus kejang pada otak. Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dilakukan, namun dapat dipertimbangkan untuk dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan diantaranya DPL, elektrolit, dan gula darah. Pemeriksaan neuroimaging menggunakan CT dan MRI dapat dilakukan apabila pasien mengalami complex febrile seizure untuk melihat lesi pada sistem saraf pusat, atau terdapat kelainan neurologis fokal menetap, seperti hemiparesis atau paresis nervus kranial.2,5
Pemeriksaan cairan serebrospinal perlu dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis. Pungsi lumbal tidak rutin dilakukan pada anak berusia <12 bulan dengan kejang demam sederhana dan keadaan umum baik. Indikasi pemeriksaan pungsi lumbal pada kejang demam diantaranya terdapat tanda rangsang meningeal, ada kecurigaan mengarah pada diagnosis infeksi sistem saraf pusat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, atau dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam sebelum yang telah mendapat antibiotik dimana tanda dan gejala meningitis menjadi kabur.5
Gambar 2. Algoritma diagnosis kejang demam. Sumber:2
Tata Laksana
Terapi menggunakan agen antiepilepsi tidak direkomendasikan pada anak-anak dengan manifestasi simple febrile seizure. Namun, apabila serangan kejang terjadi >5 menit, diazepam, lorazepam, atau midazolam dapat diberikan secara intravena kepada pasien. Umumnya, pasien akan diberikan diazepam secara intrarektal. Obat tersebut dapat diberikan orang tua di rumah. Dosisnya adalah 5 mg untuk anak dengan BB <12 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >12 kg.2,4,5
Agen antipiretik dapat diberikan kepada anak untuk meningkatkan kenyamanannya, tetapi pemberian antipiretik tidak menjamin akan menurunkan risiko terjadinya kejang demam pada anak. Pemberian agen antipiretik untuk profilaksis tidak direkomendasikan karena manfaat yang timbul tidak melebihi risiko yang ditimbulkan. Obat yang dapat digunakan adalah parasetamol atau ibuprofen.2,3,5
Antikonvulsan intermiten sebagai profilaksis diberikan apabila terdapat faktor risiko seperti kelainan neurologis berat, berulang 4 kali atau lebih setahun, usia <6 bulan, saat kejang, suhu tubuh kurang dari 39oC, dan pada episode kejang demam sebelum, suhu tubuh meningkat dengan cepat.
Konseling dan edukasi kepada orang tua pasien juga penting untuk dilakukan sehingga dapat memberikan persepsi yang benar mengenai kejang demam. Kejang demam merupakan kasus yang umum ditemukan dan sebagian besar kasus tidak bersifat berbahaya. Oleh sebab itu, orang tua perlu diyakinkan untuk tidak mengambil langkah intervensi yang kurang tepat.3
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada kejang demam adalah status epileptikus, sklerosis hippokampus, dan defisit motorik minor. Akan tetapi, secara umum kejang demam memiliki angka mortalitas yang rendah dan prognosis yang baik. Sekitar 1/3 dari keseluruhan pasien yang pernah mengalami kejang demam dapat mengalami serangan kembali (rekuren) pada masa yang mendatang.4
Referensi
- Chung S. Febrile seizures. Korean J Pediatr. 2014;57(9):384–95
- Mikati MA, Hani AJ. Seizures in childhood. In: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF, editors. Nelson textbook of pediatrics. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 2829–31
- Seinfield S, Shinnar S. Febrile seizures. In: Swaiman KF, Aswal S, Ferriero DM, Schor NF, Finkel RS, Gropman AL, et al. Swaiman’s pediatric neurology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2018. p. 519–22
- Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile seizures: risks, evaluation, and prognosis. Am Fam Physician. 2012 Jan 15;85(2):149–53
- Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S, editors. Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016.
1 Comment
Join the discussion and tell us your opinion.
Terimakasih infonya sangat bermanfaat