Leptospirosis

Definisi & Informasi Umum

Definisi

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis (dapat ditransmisikan dari hewan ke manusia) yang endemik pada wilayah tropis serta menyebabkan epidemik besar setelah hujan lebat dan banjir. Infeksi terjadi karena kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang membawa bakteri Leptospira atau urine hewan tersebut.

Klasifikasi

Klasifikasi leptospirosis merujuk pada genus Leptospira, yaitu L. interrogans dan L. biflexa.. Dari total lebih dari 300 serotipe, 200 serotipe dianggap patogenik.

Epidemiologi

Informasi mengenai insidensi leptospirosis sangat sedikit karena pelaporan juga sedikit. Hal ini disebabkan oleh kesulitan membedakan tanda klinis leptospirosis dari penyakit endemik lain dan kekurangan layanan laboratorium diagnostik yang layak.

Diperkirakan 0,1-1 per 100.000 orang yang hidup di wilayah beriklim sedang terinfeksi setiap tahunnya. Pada orang-orang di wilayah tropis, angka insidensi lebih tinggi, yaitu 10 per 100.000 orang setiap tahun. Apabila terjadi epidemi, angka insidensi melonjak hingga lebih dari 100 per 100.000 orang.

Di pulau Jawa, pada tahun 2017, terdapat 640 kasus leptospirosis yang tercatat. Dari jumlah tersebut, 108 orang meninggal, memberikan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 16,88%. Angka CFR tertinggi dimiliki oleh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (19,51%).

Tanda & Gejala

Leptospirosis dapat menimbulkan berbagai gejala, antara lain demam tinggi, sakit kepala, kedinginan, nyeri otot, muntah-muntah, penyakit kuning, mata merah, nyeri abdomen, diare, dan ruam merah di kulit. Beberapa orang yang terinfeksi dapat tidak menunjukkan gejala apapun. Masa inkubasi leptospirosis adalah 2 hari sampai 4 minggu.

Penyakit biasanya diawali dengan demam dan gejala lainnya. Leptospirosis dapat terjadi dalam dua fase:

(1) Fase pertama adalah fase di mana gejala demam, kedinginan, sakit kepala, nyeri otot, muntah-muntah, dan diare muncul. Setelah fase pertama selesai, pasien dapat sembuh selama beberapa saat, namun dapat sakit kembali;

(2) Fase kedua melibatkan kondisi yang lebih parah, seperti gagal ginjal dan hati, serta meningitis.

Etiologi & Patogenesis

Leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira. Penderita biasanya terinfeksi terpapar pada urine hewan yang terinfeksi, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung (dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi dengan urine). Hewan yang paling banyak menjadi reservoir Leptospira adalah tikus.

Air berperan penting sebagai media transmisi Leptospira. Karena itu, wabah dapat terjadi akibat paparan terhadap air banjir yang terkontaminasi urine hewan yang terinfeksi.

Pintu masuk Leptospira ke tubuh manusia meliputi robekan dan abrasi pada kulit atau membran mukosa, seperti konjungtiva, mulut, atau permukaan alat kelamin. Setelah masuk ke tubuh, bakteri tersebar pada sirkulasi darah. Melalui aliran darah, bakteri dapat tersebar ke seluruh tubuh, walau cenderung menetap pada hati dan ginjal.6

Organ target utama leptospirosis adalah hati. Pada spesimen yang diperoleh dengan otopsi, ditemukan hambatan pada sinusoid (kapiler pada hati) dan pembesaran ruang antara sinusoid dan sel hati. Jumlah Leptospira yang banyak juga ditemukan di antara sel hepatosit.

Patofisiologi

AKI yang diinduksi leptospirosis biasanya nonoligurik (jumlah urine normal) dengan hipokalemia. Studi eksperimental dan klinis menunjukkan bahwa terjadi perubahan fungsi tubulus yang diikuti dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, terutama di tubulus proksimal.

Pada leptospirosis, produk yang dilepaskan oleh bakteri menyebabkan gangguan pada proses inflamasi yang melibatkan produksi sitokin. Gangguan proses ini memicu pelepasan sitokin yang tidak terkendali dan kegagalan multi-organ.

Diagnosis

Uji diagnosis meliputi pemeriksaan mikroskopik lapangan gelap, IgM ELISA, Microscopic Agglutination Test, dan Polymerase Chain Reaction. Selain itu, uji imunohistokimia juga dapat dilakukan sebagai uji diagnostik konfirmasi. Perlu diperhatikan bahwa hasil negatif pada uji serologi tidak menetapkan adanya penyakit. Uji serologi juga harus diulang 7-14 hari setelah uji pertama.

Tata Laksana

Farmakoterapi

Leptospirosis ditangani dengan antibiotic, seperti doksisiklin atau penisilin, yang harus diberikan pada awal penyakit. Antibiiotik secara intravena dapat digunakan bagi pasien dengan gejala yang lebih parah. Antibiotik juga dapat diberikan sebagai profilaksis.

Non-farmakoterapi

Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:

  • Mengidentifikasi dan mengontrol sumber infeksi (seperti saluran air dan sumur)
  • Mengontrol reservoir kotoran hewan ternak
  • Menggunakan alat pelindung diri
  • Melakukan desinfeksi pada permukaan terkontaminasi
  • Menandai area dengan paparan risiko tinggi

Komplikasi & Prognosis

Sekitar 10% pasien dengan leptospirosis mengembangkan penyakit parah, sindrom Weil, dengan penyakit kuning, cedera ginjal akut (AKI), dan pendarahan paru.

Referensi

  1. Haake DA, Levett PN. Leptospirosis in humans. Curr Top Microbiol Immunol. 2015;387:65–97. doi:10.1007/978-3-662-45059-8_5
  2. Mohammed H, Nozha C, Hakim K, Abdelaziz F. LEPTOSPIRA: Morphology, Classification and Pathogenesis. Journal of Bacteriology & Parasitology. 2011;02(06):1–4.
  3. Leptospirosis Burden Epidemiology Reference Group (LERG) [Internet]. World Health Organization. World Health Organization; 2013 [cited 2020Feb15]. Available from: https://www.who.int/zoonoses/diseases/lerg/en/index2.html
  4. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  5. Signs and Symptoms [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; 2017 [cited 2020Feb15]. Available from: https://www.cdc.gov/leptospirosis/symptoms/index.html
  6. Wang S, Stobart Gallagher MA, Dunn N. Leptospirosis (Weil Disease) [Updated 2019 Aug 20]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441858/
  7. Seguro AC, Andrade L. Pathophysiology of leptospirosis. Shock. 2013;39 Suppl 1:17–23. doi:10.1097/SHK.0b013e31828fae49
  8. Cagliero J, Villanueva SYAM, Matsui M. Leptospirosis pathophysiology: into the storm of cytokines. Front. Cell. Infect. Microbiol. 2018;8:204. doi: 10.3389/fcimb.2018.00204 Budihal SV, Perwez K. Leptospirosis diagnosis: competancy of various laboratory tests. J Clin Diagn Res. 2014;8(1):199–202. doi:10.7860/JCDR/2014/6593.3950
  9. Leptospirosis Fact Sheet for Clinicians. Centers of Disease Control and Prevention, 30 Januari 2018.
  10. Centers for Disease Control and Prevention. Treatment [Internet]. 2015 [cited 2020 Feb 26]. Available from: https://www.cdc.gov/leptospirosis/treatment/index.html
  11. WHO recommended standards and strategies for surveillance, prevention and control of communicable diseases: Leptospirosis.

Share your thoughts