Malaria

Definisi dan Informasi Umum Penyakit

Malaria adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh protozoa Plasmodium yang dibawa oleh nyamuk Anopheles betina. Spesies plasmodium yang paling banyak menyebabkan malaria berat dan kematian adalah Plasmodium falciparum (P. falciparum), yaitu sebanyak 50% kasus di Asia Tenggara. Selain P. falciparum, malaria dapat disebabkan oleh P. vivax, P. malariae, P. ovale, dan P. knowlesi. P. knowlesi ditularkan oleh monyet yang hidup di area hutan di Asia Tenggara.

Malaria biasa diklasifikasikan berdasarkan spesies penyebabnya. Selain itu, klasifikasi malaria juga ditentukan berdasarkan ada atau tidaknya gejala, tingkat keparahan, dan kompleksitas penyakit.

Pada 2018, 93% kasus Malaria terjadi di Afrika, sementara 3,4% kasus terjadi di Asia Selatan, Timur, dan Tenggara. Dibandingkan dengan tahun 2010, angka insidensi malaria di wilayah WHO Asia Selatan, Timur, dan Tenggara pada tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 70%. Di tahun yang sama, malaria menyebabkan 405.000 kematian di seluruh dunia. Balita menjadi kelompok yang paling rentan meninggal akibat malaria, yakni sebanyak 67% kasus kematian.

Di Indonesia, Papua adalah provinsi dengan insidensi malaria tertinggi pada tahun 2015, yaitu sebanyak 31,93 kasus per 1000 penduduk. Angka ini diikuti oleh insidensi di Papua Barat, NTT, Maluku, Maluku Utara, dan Bengkulu.

Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis malaria bergantung pada tingkat keparahannya. Manifestasi awal yang dapat dialami oleh semua penderita malaria (terjadi pada semua spesies plasmodium) adalah:

  • Gejala seperti flu tidak spesifik
  • Demam yang awalnya tidak teratur, disertai penurunan suhu tubuh, menggigil, demam, dan berkeringat
  • Demam didahului oleh malaise (keadaan lesu), anoreksia (tidak selera makan), keinginan meluruskan anggota gerak dan menguap, pusing, sakit kepala, sakit punggung di sekitar pinggang, nyeri otot, mual, muntah, dan kedinginan

Apabila malaria sudah berat, manifestasi yang dapat terjadi adalah:

  • Gangguan kesadaran atau koma
  • Tidak dapat berjalan atau duduk tanpa bantuan
  • Tidak dapat makan
  • Kejang
  • Kesulitan bernapas
  • Syok, dengan tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-anak.
  • Kuning/ikterus
  • Gangguan organ vital
  • Hemoglobinuria, munculnya hemoglobin bebas pada urin, menyebabkan urin terlihat gelap.
  • Pendarahan spontan
  • Edema paru atau paru basah (dilihat dari pemeriksaan radiologi)

Manifestasi klinis khas malaria adalah siklus menggigil, demam, dan berkeringat yang terjadi berulang. Tergantung pada jenis parasit yang menginfeksi, siklus dapat terjadi setiap hari, dua hari sekali, atau tiga hari sekali.

Etiologi & Patogenesis

Etiologi malaria adalah parasit protozoa Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, dan Plasmodium knowlesi. Plasmodium akan mengalami beberapa perubahan bentuk dan replikasi dari satu menjadi lebih dari 10.000 sel. Namun, pada tubuh manusia, hanya sedikit fase plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria.

Siklus Hidup Malaria

Siklus hidup plasmodium adalah sebagai berikut:

  1. Infeksi malaria dimulai dengan transmisi sporozoit plasmodium oleh nyamuk Anopheles betina ke manusia
  2. Sporozoit akan masuk ke dalam hati, menginvasi sel-sel hati, dan berkembang menjadi merozoit sebelum menuju ke aliran darah manusia
  3. Merozoit akan menginvasi eritrosit, lalu menjalani perkembangbiakan aseksual dengan menjadi tropozoit dan skizon. Peristiwa ini mengubah struktur membran sel darah merah dan mengubah kemampuan sel darah merah untuk menempel pada sel inang lainnya. Penempelan sel darah merah yang sudah terinfeksi parasit pada sel inang dimediasi oleh antigen parasit PfEMP1, STEVOR, dan RIFIN
  4. Skizon akan berkembang menjadi 16-32 merozoit yang akan dilepaskan dari sel darah merah untuk menginvasi sel darah merah lainnya.
  5. Setelah itu, merozoit akan berkembang biak secara seksual untuk membentuk gametosit.
  6. Gametosit masuk ke tubuh nyamuk.
  7. Di dalam tubuh nyamuk, parasit menjalani replikasi mitosis dan meiosis untuk membentuk sporozoit yang dapat menginfeksi manusia lainnya.

PfEMP1 adalah antigen yang terpenting karena dapat berikatan pada berbagai sel inang dan terlibat dalam penghindaran parasit dari sistem imun dan modulasi imun. STEVOR berperan dalam penghindaran parasit dari sistem imun, pembentukan rosette (gumpalan sel darah merah yang terinfeksi), dan invasi merozoit. RIFIN berperan dalam mekanisme penghindaran dari sistem imun.

Patofisiologi

P. falciparum bertumbuh di dalam sel darah merah dan mengonsumsi hemoglobin sebagai sumber energi, sehingga jumlah hemoglobin dalam sel darah merah berkurang. Konsumsi hemoglobin menghasilkan heme bebas yang bersifat toksik bagi sel darah merah dan P. falciparum sendiri. Untuk melindungi diri, P. falciparum membuat kristal dimer heme yang disebut hemozoin.

P. falciparum akan mengubah struktur sel darah merah sehingga terjadi penempelan sel darah merah (cytoadherence/sequestration) pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini menyebabkan hambatan aliran darah pada pembuluh darah otak (menyebabkan cerebral malaria) dan plasenta (menyebabkan malaria terkait kehamilan/pregnancy-associated malaria). Cytoadherence juga membuat sel darah merah yang terinfeksi dapat terhindar dari pembersihan oleh limpa.

Diagnosis

Diagnosis malaria dapat sulit untuk dilakukan. Pada daerah di mana malaria tidak lagi endemik, tenaga kesehatan mungkin tidak familier dengan malaria sehingga mereka tidak menyertakan malaria sebagai kemungkinan diagnosis. Sementara itu, pada daerah endemik malaria, transmisi malaria sangat intens sehingga sebagian besar masyarakat terinfeksi namun tidak sakit (hanya karier).

Riwayat

Ada beberapa hal yang wajib ditanyakan oleh dokter ketika melakukan anamnesis, yaitu:

  1. Keluhan pasien, meliputi demam, menggigil, dan berkeringat. Keluhan lain yang dapat menyertai adalah sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal-pegal, mual, dan muntah
  2. Riwayat terinfeksi malaria atau mengonsumsi obat malaria
  3. Riwayat berkunjung ke dan tinggal di daerah endemik malaria

Pemeriksaan Fisik

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik untuk mendukung diagnosis malaria adalah:

  1. Suhu tubuh aksila ≥ 37,5 °C
  2. Sklera ikterik
  3. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
  4. Pembesaran hati (hepatomegali) dan limpa (splenomegali)

Diagnosis dapat berupa:

  • Diagnosis klinis (berdasarkan gejala dan temuan fisik ketika pemeriksaan)

Gejala awal malaria seringkali tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit lain. Gejala tersebut meliputi demam, kedinginan, banyak berkeringat, sakit kepala, sakit otot, mual, dan muntah. Namun, pasien yang mengalami siklus menggigil, demam, dan berkeringat yang berulang-ulang perlu dicurigai menderita malaria.

Malaria berat yang disebabkan oleh P. falciparum biasanya ditunjukkan dengan kebingungan, koma, tanda-tanda neurologis, anemia parah, dan kesulitan bernapas.

Dokter umum yang menemukan pasien malaria dengan komplikasi wajib merujuk pasien kepada spesialis.

  • Diagnosis mikroskopis

Dengan mengambil sampel darah pasien dan melakukan pemeriksaan darah tipis dan tebal, infeksi malaria dan spesies patogennya dapat ditemukan. Sebelumnya, spesimen diwarnai dengan pewarna Giemsa.

  • Deteksi antigen

Tes imunokromatografi dapat memberikan hasil setelah 2-15 menit. Tes ini merupakan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) alternatif diagnosis mikroskopis.

Hasil yang dapat ditunjukkan oleh RDT adalah:

Rapid Test Malaria

RDT dapat mendeteksi secara spesifik P. falciparum dengan mendeteksi histidine-rich protein 2 (PfHRP-2) atau P. falciparum-specific parasite lactate dehydrogenase (Pf-pLDH).
Diagnosis molekuler

Asam nukleat P. falciparum dapat dideteksi menggunakan polymerase chain reaction (PCR). PCR sangat berguna untuk mengonfirmasi spesies parasit malaria setelah diagnosis mikroskopis atau RDT.

  • Serologi

Mendeteksi antibodi parasit malaria. Tes serologi dilakukan dengan menggunakan indirect immunofluorescence assay (IFA) atau enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Tes serologi tidak dapat mendeteksi infeksi yang sedang terjadi, namun dapat mendeteksi infeksi terdahulu.

Tata Laksana

Tujuan utama tata laksana malaria adalah memastikan kesembuhan total, yaitu dengan mengeliminasi cepat parasit Plasmodium dari darah pasien, untuk mencegah perkembangan malaria menjadi lebih berat. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, tujuan tata laksana adalah mengurangi transmisi infeksi kepada orang lain. Hal ini dicapai dengan mengurangi reservoir infeksius, dan mencegah terjadinya resistensi terhadap obat antimalaria.

Tata Laksana Farmakoterapi

Pasien malaria harus diobati dengan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT). Pengobatan dengan ACT yang efektif menurut Riskesdas 2013 harus memenuhi tiga kategori: (1) Jenis obat yang diberikan adalah ACT; (2) Penderita harus meminum obat maksimal 24 jam setelah dinyatakan sakit; (3) Dosis obat yang diberikan adalah diminum selama 3 hari dan harus dihabiskan.

  • Tata laksana infeksi falciparum

Penderita dapat diberikan Artemisinin-based combination therapies (ACTs) yang mengombinasikan dua bahan aktif dengan mekanisme kerja yang berbeda. Selain itu di daerah transmisi malaria rendah, primakuin dengan dosis rendah dapat diberikan untuk mengurangi transmisi infeksi karena dapat membunuh sporozoit.

  • Tata laksana infeksi vivax

ACT atau klorokuin dapat diberikan pada daerah tanpa P. vivax yang resisten terhadap klorokuin. Untuk mencegah kambuhnya penyakit, primakuin dapat diberikan dengan dosis dan frekuensi pemberian mengikuti aktivitas enzim glucose-6-phosphate dehydrogenase pasien.

  • Tata laksana malaria berat

Pasien ditangani dengan artesunat injeksi (intramuskular atau intravena) selama setidaknya 24 jam, dilanjutkan dengan pemberian ACT selama 3 hari. Bagi anak di bawah 6 tahun yang tidak dapat diberi penanganan secara injeksi, diberikan artesunat rektal. Perlu dipahami bahwa injeksi atau obat rektal artemisinin atau artesunate bukan terapi tunggal, namun harus disertai pemberian ACT selama 3 hari.

Tata Laksana Nonfarmakoterapi

Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara:

  1. Pengendalian Vektor

Dilakukan untuk membatasi kemampuan vektor mentransmisikan penyakit dengan melindungi daerah-daerah di mana transmisi mudah terjadi. Metodenya meliputi:

  • Memberantas sarang nyamuk dengan insektisida
  • Manajemen sumber larva (lingkungan akuatik yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk)
  • Pemberian obat secara massal tanpa melalui prosedur pemeriksaan ada/tidaknya infeksi. Namun, prosedur ini berpotensi menimbulkan resistensi parasit terhadap obat tersebut.
  • Obat pembunuh nyamuk
  • Pemberian insektisida pada lingkungan hidup hewan ternak
  1. Pemberian Vaksin.
  2. RTS,S/AS01 (RTS,S) adalah vaksin pertama dan satu-satunya yang dapat mengurangi malaria secara signifikan. Vaksin ini bekerja melawan falciparum, parasit malaria paling mematikan.

Komplikasi Prognosis

  • Anemia, karena kerusakan sel darah merah oleh parasit
  • Malaria serebral, otak membengkak dan dapat menyebabkan kerusakan otak permanen
  • Gagal hati dan sakit kuning
  • Syok
  • Edema paru
  • Sindroma distres pernapasan akut
  • Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
  • Gagal ginjal
  • Kerusakan limpa
  • Dehidrasi

Pada ibu hamil, malaria dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, pertumbuhan bayi dalam rahim terbatas, bayi lahir mati, dan keguguran. Komplikasi ini disebabkan oleh sekuestrasi eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum dan infiltrasi sel imun pada plasenta. Kedua proses ini mengganggu pertukaran zat (termasuk nutrisi) antara ibu dan janin.

Referensi

  1. Bartoloni A, Zammarchi L. Clinical aspects of uncomplicated and severe malaria. Mediterr J Hematol Infect Dis. 2012;4(1):e2012026. doi:10.4084/MJHID.2012.026
  2. “Malaria Fact sheet N°94”. WHO. March 2014. Archived from the original on 3 September 2014. Retrieved 24 January 2020.
  3. “Malaria Fact sheet”. WHO. January 2020. Retrieved 24 January 2020.
  4. Volatile biomarkers of symptomatic and asymptomatic malaria infection in humans. https://doi.org/10.1073/pnas.1801512115
  5. Milner DA Jr. Malaria Pathogenesis. Cold Spring Harb Perspect Med. 2018;8(1):a025569. Published 2018 Jan 2. doi:10.1101/cshperspect.a025569
  6. WHO World Malaria Report 2019. https://www.who.int/publications-detail/world-malaria-report-2019
  7. Pusat Data dan Informasi (Infodatin) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Malaria 2016.
  8. Toovey S. Malaria: diagnosis, treatment, and prevention in primary care. CME. 2005;23(3):113-119.
  9. Tham W-H, Healer J, Cowman AF. Erythrocyte and reticulocyte binding-like proteins of Plasmodium falciparum. Trends in Parasitology. 2012;28(1):23–30.
  10. Lee W-C, Russell B, Rénia L. Sticking for a Cause: The Falciparum Malaria Parasites Cytoadherence Paradigm. Frontiers in Immunology. 2019;10.
  11. Marti M. Cytoadherence and sequestration in malaria transmission stages [Internet]. Grantome. 2020 [cited 3 February 2020]. Available from: http://grantome.com/grant/NIH/R01-AI077558-01A2
  12. Lee AH, Symington LS, Fidock DA. DNA Repair Mechanisms and Their Biological Roles in the Malaria Parasite Plasmodium falciparum. Microbiology and Molecular Biology Reviews. 2014Jan;78(3):469–86.
  13. Rinehart MT, Park HS, Walzer KA, Chi J-TA, Wax A. Hemoglobin consumption by P. falciparum in individual erythrocytes imaged via quantitative phase spectroscopy. Scientific Reports. 2016;6(1).
  14. Hermand P, Cicéron L, Pionneau C, Vaquero C, Combadière C, Deterre P. Plasmodium falciparum proteins involved in cytoadherence of infected erythrocytes to chemokine CX3CL1. Scientific Reports. 2016;6(1).
  15. Centers for Disease Control and Prevention. Malaria. 2018. Available from: https://www.cdc.gov/malaria/diagnosis_treatment/diagnosis.html
  16. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2017.
  17. How to use a rapid diagnostic test (RDT): A guide for training at a village and clinic level (Modified for training in the use of the Generic Pf-Pan Test for falciparum and non-falciparum malaria). 2009. The USAID Quality Assurance Project (QAP), University Research Co., LLC, and the World Health Organization (WHO), Bethesda, MD, and Geneva.
  18. Maltha J, Gillet P, Cnops L, Ende JVD, Esbroeck MV, Jacobs J. Malaria rapid diagnostic tests: Plasmodium falciparum infections with high parasite densities may generate false positive Plasmodium vivax pLDH lines. Malaria Journal. 2010Oct;9(1).
  19. World Health Organization. Overview of malaria treatment. Geneva; 2018. Available from: https://www.who.int/malaria/areas/treatment/overview/en/
  20. Tizifa TA, Kabaghe AN, McCann RS, van den Berg H, Van Vugt M, Phiri KS. Prevention Efforts for Malaria. Curr Trop Med Rep. 2018;5(1):41–50. doi:10.1007/s40475-018-0133-y
  21. World Health Organization. Malaria key facts. Geneva; cited 2020 Jan 14. Available from; https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria
  22. National Health Service. Malaria: complication. London; 2018. Available from: https://www.nhs.uk/conditions/malaria/complications/
  23. Sharma L, Shukla G. Placental Malaria: A New Insight into the Pathophysiology. Front Med (Lausanne). 2017;4:117. Published 2017 Jul 25. doi:10.3389/fmed.2017.00117

Share your thoughts