Mastitis Laktasional
Daftar Isi
Definisi & informasi umum
Secara umum, mastitis merupakan kondisi inflamasi pada payudara. Mastitis terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu mastitis laktasional dan non laktasional. Pada mastitis laktasional, inflamasi diakibatkan oleh adanya stasis air susu ibu (ASI) yang kemudian dikelompokkan menjadi mastitis laktasional noninfeksius, infeksius, dan subklinis. Mastitis laktasional infeksius, terdiri atas mastitis superfisial (terjadi pada lapisan dermis) dan mastitis intramammaria parenkimal (melibatkan jaringan glandula/kelenjar) atau interstisial (melibatkan jaringan ikat) . Mastitis laktasional biasanya terjadi pada 6-12 minggu pertama pasca melahirkan (74-93% pada 12 minggu pertama) dan berangsur-angsur menghilang dalam 3 bulan. Berbagai studi menunjukkan sebanyak 3-20% wanita menyusui mengalami mastitis.1,2
Tanda & Gejala
Pasien biasanya mengeluhkan kesulitan menyusui, kemerahan (eritema), nyeri (terutama pada puting), sensasi panas, dan pembengkakan pada payudara dengan atau tanpa demam, menggigil, atau mialgia. Pada mastitis subklinis umumnya tidak terdapat gejala dan satu-satunya gejala hanyalah penurunan keluaran ASI. Secara umum,gejala muncul secara tiba-tiba dan terjadi unilateral.1,2
Etiologi & Patogenesis
Berbagai hal yang menyebabkan stasis ASI dapat menjadi etiologi mastitis laktasional, antara lain hisapan bayi yang tidak adekuat, produksi ASI berlebihan, trauma puting, sumbatan duktus pada kelenjar mammae baik akibat internal maupun eksternal, seperti penekanan berlebih pada payudara, hingga penyapihan (berhenti menyusui). Bila kondisi ini terus berlanjut, patogen dapat menyebabkan perkembangan mastitis noninfeksius menjadi mastitis infeksius. Patogen terbanyak yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal kulit. Selain itu,beberapa patogen minor seperti E. coli, Streptococcus pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, danCandida albicans juga dapat menyebabkan mastitis infeksius.
Pada mastitis noinfeksius, inflamasi dicetuskan oleh peningkatan sitokin inflamasi, terutama IL-8, yang banyak terdapat pada ASI. Sitokin ini akan mengaktivasi sistem imun dan persinyalan paraseluler antarsel kelenjar susu sehingga terjadi pembesaran. Produksi susu yang berlebih dan tidak tertampung akan mengakibatkan sitokin inflamasi meluap ke jaringan sekitar dan memperburuk inflamasi. Kondisi inflamasi kronik ini dapat menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri yang biasanya menyebar dari puting melalui sistem limfatik, peredaran darah, atau duktus laktiferus.1,2
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya mastitis adalah sebagai berikut1,2
- riwayat mastitis sebelumnya
- nutrisi maternal yang buruk
- tekanan berlebihan pada payudara baik karena posisi tidur atau pakaian (bra)
- cracked nipple (retakan puting)
- stres dan kelelahan
- krim antijamur topikal pada puting
- usia lanjut
Patofisiologi
Pada mastitis laktasional, gejala yang muncul merupakan bentuk dari inflamasi akibat rangsangan sitokin inflamasi. Sitokin ini terakumulasi pada jaringan yang berasal dari ASI yang tidak dapat diejeksi. Inflamasi akan menyebabkan vasodilatasi yang juga meningkatkan suhu, memunculkan tanda kemerahan, dan pembengkakan akibat keluarnya carian intravaskular ke interstisial.1,2
Diagnosis
Anamnesis ditujukan untuk menggali gejala dan faktor risiko, meliputi riwayat dan kebiasaan menyusui, penggunaan obat-obatan, terutama krim topikal, seperti antifungal pada puting, dan kondisi atau kebiasaan yang menyebabkan tekanan berlebih pada dada. Faktor risiko lain, seperti stres dan riwayat mastitis juga perlu digali. Pemeriksaan fisik meliputi kondisi umum, terutama suhu tubuh dan pemeriksaan payudara. Hasil pemeriksaan payudara, meliputi deskripsi indurasi: lokasi (area), warna kemerahan, nyeri, dan suhu (hangat). Diagnosis ditegakkan secara klinis berdasarkan anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik terutama jika nyeri terasa menjalar dari puting ke dinding dada atau terdapat tanda kandidiasis oral pada bayi. Pemeriksaan kultur diindikasikan bila tidak ada respon setelah 2 hari pemberian antibiotik atau memiliki alergi antibiotik, terdapat bukti hospital-acquired infection, merupakan mastitis rekurens atau kronik, dan terjadi abses atau mastitis parah.1,2
Tata Laksana
Pengobatan untuk mastitis laktasional berupa pengeluaran ASI maupun terapi suportif seperti analgesik, istirahat, dan meningkatkan konsumsi cairan. Pengeluaran ASI dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitumeningkatkan frekuensi menyusui, penggunaan pompa, pemijatan, kompres air hangat saat menyusui, dan kompres air dingin setelah menyusui untuk meredakan nyeri dan bengkak. Edukasi cara menyusui yang benar juga penting untuk mencegah rekurensi mastitis.1,2
Pemberian antibiotik jarang digunakan. WHO merekomendasikan pemberian regimen antibiotik 10-14 hari jika tidak terdapat perbaikan setelah 12-24 jam pengeluaran ASI, terindikasi infeksi melalui hitung sel, koloni, atau kultur ASI, kondisi mastitis berat, dan retak puting yang tampak jelas. Beberapa antibiotik dapat digunakan, antara lain siprofloksasin atau klindamisin untuk S. aureus dan amoksiklav atau sefaleksin untuk bakteri gram negatif. Menyusui tetap dapat dilakukan melalui payudara terdampak, kecuali untuk ibu dengan HIV.1,2
Komplikasi & Prognosis
Mastitis laktasional pada umumnya sembuh dalam beberapa hari setelah pengobatan. Rekurensi terjadi pada 40-54% kasus (umumnya merupakan infeksi kandidiasis) dan seringkali terjadi karena keterlambatan pengobatan. Mastitis rekuren dapat menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan menetap. Bila terjadi abses payudara, keterlambatan pengobatan mengakibatkan produksi ASI dapat terganggu secara permanen.1,2
Referensi
- DynaMed [Internet]. Ipswich (MA): EBSCO Information Services. 1995 – . Record No. T116795, Lactational Mastitis; [updated 2018 Nov 30, cited 2020 Oct 28]. Available from https://www.dynamed.com/topics/dmp~AN~T116795.
- Blackmon MM, Nguyen H, Mukherji P. Acute mastitis. Treasure Island: StatPearls Publishing; 2020.