Mengabdi untuk Masyarakat Kala Pandemi Melalui Internsip

Meski pandemi Covid-19 hadir sebagai tantangan tak terduga, niat untuk mengabdi dan mengemban ilmu tidak pernah sirna

dr. nadira sanjaya mengabdi di kala pandemi

Karawang, sebuah kota kecil di Jawa Barat, menjadi tempat dr. Nadira Sanjaya berlabuh dan mengemban ilmu setelah resmi mendapatkan gelar dokternya. Di tempat ini, Nadira sempat merasakan pahitnya kesehatan masyarakat pada rotasi internsip pertamanya di Puskesmas Pedes. Pasalnya, sempat terbentuk klaster Covid-19 yang menyerang seluruh warga desa di tempatnya bekerja. Setelah Nadira menyelesaikan tugasnya di wahana tersebut, ia menjalankan rotasi di Rumah Sakit Bayukarta. Namun, hal tersebut tidak seindah yang diperkirakan sebab ia harus menghadapi banyaknya pasien Covid-19 yang berdatangan. Terlebih lagi, Nadira juga harus menerima kenyataan pahit bahwa Kota Karawang tergolong dalam zona merah—menandakan tingginya transmisi virus corona di daerah tersebut.

Pandemi Covid-19 memang membuat semua keadaan menjadi semakin rumit. Namun, peristiwa tersebut tidak menurunkan semangat Nadira untuk melayani pasien sekaligus mempelajari dan mengaplikasikan pengetahuannya selama ini. Selama bertugas di Puskesmas Pedes, ia menemukan banyak kasus yang unik dan menarik perhatian, salah satunya adalah aneurisma aorta. Pada awalnya, Nadira mencurigai seorang pasien mengalami penyakit tersebut karena datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri dada, tetapi gejalanya tidak khas angina tipikal. Menurut patofisiologi penyakit yang menyerang pembuluh darah besar tersebut, salah satu tanda yang dapat ditemukan adalah adanya perbedaan nilai tekanan darah sistol yang cukup jauh antara ekstremitas kanan dan kiri. Ketika berhasil mendapatkan temuan yang sesuai dugaannya, Nadira mengaku merasa sangat puas.

Meski banyak menemukan kasus unik, pengalaman Nadira di Karawang tidak sarat akan tantangan. Menurutnya, memberikan edukasi pada pasien di desa jauh lebih sulit dibandingkan dengan pasien di kota karena perlunya edukasi ekstra. Nadira mencontohkan pasien aneurisma aorta yang tidak mempedulikan imbauannya mesti sudah dijelaskan bahwa kondisi tersebut dapat membahayakan nyawa. Nadira juga merasa bahwa pengalaman klinis jauh berbeda dengan teori yang telah dipelajari. Sebagai contoh, terdapat banyak faktor-faktor dari pasien sendiri yang akan menentukan kesembuhan penyakit dalam keadaan klinis sesungguhnya, seperti status pendidikan dan ekonomi. Meskipun awalnya cukup sedih karena beberapa hal tidak sesuai ekspektasinya, Nadira semakin menyadari bahwa itu merupakan bagian dari profesi dokter yang mulia. 

Akhir kata, Nadira memberikan pesan kepada rekan-rekan sejawat untuk memikirkan lokasi internsip dengan matang. Setiap lokasi pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ia juga mengakui bahwa seorang dokter tentu akan mendapatkan lebih banyak pengalaman klinis jika memilih lokasi di daerah tertinggal. Walaupun demikian, pilihan wahana internsip juga harus disesuaikan dengan kesibukan dan target masing-masing dokter. Nadira turut menyarankan agar dokter dapat memanfaatkan jeda yang cukup lama antara koas dan internsip untuk mengingat kembali materi yang sudah pernah dipelajari sehingga dapat diaplikasikan saat di lapangan. Terakhir, Nadira berpesan bagi sejawat yang sedang berjuang menghadapi internsip seperti dirinya agar tetap menjaga kesehatan dan menerapkan semua protokol kesehatan dasar.

Narasumber:
dr. Nadira Prajnasari Sanjaya
Dokter Umum di RS Bayukarta, Karawang

Penulis: Kelvin Kohar
Editor: Gabrielle Adani

Share your thoughts