Menjadi Dokter Internsip di Era Pandemi
Perjuangan sebagai garda terdepan bangsa.
Pada bulan Desember 2019, virus Covid-19 pertama kali muncul di dunia. Virus pun menyebar ke seluruh dunia, tidak terluput Indonesia. Kasus pertama di Indonesia yang terdeteksi pada awal Maret 2020 telah mengubah tatanan sosial secara mendadak. Pada minggu pertama bulan Maret pun, WHO menyatakan Covid-19 sebagai pandemi. Infeksi ini menyerang siapa pun tanpa pandang bulu dan mengancam kesehatan masyarakat. Adanya pandemi ini juga mengubah kebiasaan sehari-hari masyarakat untuk terbiasa melakukan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Perubahan drastis ini juga berdampak pada pendidikan kedokteran. Pada April 2020, saya lulus dan disumpah menjadi dokter secara daring. Wajib kerja setelah lulus atau yang dikenal dengan internship juga mengalami banyak perubahan dan penyesuaian karena negara membutuhkan sumber daya manusia lebih sebagai tenaga kesehatan. Tahun ini, program Internsip yang tadinya berjalan 12 bulan dipangkas menjadi 9 bulan. Selama tiga bulan pertama, saya menjalani internship di sebuah puskesmas di kota Tangerang, Banten, salah satu red zone infeksi Covid- 19. Saya ditugaskan mulai dari melayani pasien yang berobat di poli umum hingga turun langsung untuk melakukan swab massal bagi individu yang dicurigai Covid-19. Rata-rata, jumlah pasien yang di-swab sebanyak 20 hingga 40 orang, bahkan pernah mencapai 80 orang per harinya. Saat ini, di puskesmas terdapat satu unit pelayanan yang khusus melayani pasien dengan gejala influenza yaitu poli ILI (influenza-like illness). Pasien yang datang dengan gejala influenza seperti demam, batuk, dan nyeri tenggorokan dilakukan skrining untuk menyingkirkan kemungkinan Covid-19.
Selama menjalani internsip, alat pelindung diri (APD) yang disediakan cukup layak. Untuk pelayanan sehari-hari para tenaga kesehatan menggunakan APD level 2, sedangkan ketika melakukan pengambilan swab kami menggunakan APD level 3. Meskipun begitu, saya tetap terjangkit virus Covid-19 di wahana internship. Dampaknya pun, keluarga saya juga dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19. Hal ini karena saya termasuk pasien asimtomatik. Karena tidak menunjukkan gejala apa pun, saya melakukan isolasi mandiri di rumah.
Hingga saat ini, jumlah kasus positif Covid-19 makin meningkat. Sayangnya, kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menaati protokol kesehatan justru semakin berkurang. Di rumah sakit wahana internsip saya, banyak sekali pasien yang datang dengan keluhan mengarah infeksi Covid-19. Ketika dilakukan pemeriksaan rontgen, ditemukan kesan pneumonia. Bahkan, suatu ketika terdapat pasien yang datang hanya dengan keluhan dispepsia dan konstipasi tanpa ada keluhan sesak, tetapi saturasi oksigennya hanya 88% dan pemeriksaan rontgen menunjukkan paru yang sudah rusak. Kondisi yang disebut happy hypoxia ini menjadi pertanda beragamnya manifestasi klinis pada pasien yang dicurigai infeksi Covid-19.
Sebagai dokter, keadaan dunia kesehatan saat ini cukup memprihatinkan. Angka kasus infeksi Covid-19 semakin hari semakin meningkat, begitu pula dengan penyakit kronik lainnya. Peran dokter saat ini sangatlah diperlukan. Tidak hanya untuk melakukan tindakan kuratif, tetapi juga untuk tindakan promotif dan preventif guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pandemi global yang terjadi saat ini.
Narasumber:
Nama Lengkap: Phebe Anggita Gultom
Jabatan: Dokter Internship
Alamat: Tangerang, Banten
Kontak: phebe.anggita0296@gmail.com