Menyorot Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19: Mampukah Habisi Pandemi?
Waktu mengejar, masalah menghadang. Apakah vaksinasi sungguh dapat menyelesaikan pandemi?
Sumber gambar: Liputan6.com
Penanganan wabah Covid-19 di Indonesia telah memasuki babak baru. Setelah setahun tanpa kejelasan berakhirnya pandemi, datangnya vaksin menjadi angin segar yang dinantikan berbagai pihak. Resmi dimulai per 13 Januari 2021, program vaksinasi Covid-19 diharapkan menjadi titik terang penanganan pandemi di Indonesia. Pemerintah pun menyasar 181 juta atau 70% penduduk akan telah divaksin pada Maret 2022. Namun, munculnya target tersebut tak terlepas dari kontroversi. Apakah pemerintah sudah realistis atau sekadar mengumbar janji manis?
Vaksinasi Sebagai Senjata untuk Melawan Pandemi
Sejak awal pandemi, vaksinasi sudah digadang-gadang menjadi senjata pamungkas untuk mengakhiri pandemi Covid-19. “Vaksin memicu produksi limfosit yang peka, antibodi, serta sel memori yang akan memberikan kekebalan,” terang Dr. dr. Sukamto, Sp.PD-KAI, ahli alergi dan imunologi FKUI-RSCM. Sukamto juga menjelaskan bahwa kekebalan yang diberikan vaksinasi diharapkan dapat memberi perlindungan jangka panjang, termasuk vaksin Covid-19. Dua jenis vaksin telah tersedia di Indonesia saat ini, yaitu CoronaVac (Sinovac) dan AstraZeneca.
Sementara itu, jika dilihat dari kacamata epidemiologi, tujuan utama vaksinasi adalah untuk mengendalikan pandemi. Telah diketahui bersama, kematian dan kebutuhan untuk perawatan di rumah sakit merupakan inti permasalahan pandemi. “Infeksi virus tidak menimbulkan masalah apabila semua orang tidak bergejala. Masalahnya, sebagian yang terinfeksi masuk rumah sakit, sebagian membutuhkan ICU, sebagian membutuhkan ventilator, dan sebagian meninggal,” tandas dr. Pandu Riono, MPH, PhD¸ ahli epidemiologi FKM UI. Oleh karena itu, sejatinya vaksinasi Covid-19 dilakukan sebagai upaya untuk menekan angka hospitalisasi dan kematian akibat Covid-19.
Dalam eksekusinya, program vaksinasi Covid-19 dibagi menjadi dua gelombang. Hal tersebut dilakukan mengingat persediaan vaksin yang masih terbatas. “Karena itulah, kelompok masyarakat yang paling berisiko diprioritaskan,” ujar Sukamto. Kini, vaksinasi masih dalam proses penyelesaian gelombang pertama yang menargetkan tenaga kesehatan, lansia, dan petugas publik. Gelombang pertama diharapkan dapat selesai tepat waktu, yaitu pada April 2021. Vaksinasi gelombang kedua yang menargetkan masyarakat umum akan dilaksanakan setelah gelombang pertama selesai, yakni pada April 2021 hingga Maret 2022.
Meninjau Pelaksanaan Program Vaksinasi: Target vs Fakta di Lapangan
Gelombang pertama yang sedang dilaksanakan sejauh ini telah berhasil menyasar 95 persen tenaga kesehatan. Namun, prosesnya cukup terhambat pada petugas publik dan lansia. Keterbatasan akses, terutama akses informasi mengenai prosedur vaksin, menjadi kendala dalam penyelesaian vaksinasi gelombang pertama. Selain itu, pelaksanaan vaksinasi yang masih terbatas di fasilitas kesehatan dan hanya dilakukan pada jam kerja juga turut andil dalam lambatnya proses vaksinasi.
“Mungkin sebaiknya (vaksinasi) juga dilaksanakan usai jam kerja dan akhir pekan karena kebanyakan lansia diantar oleh anak-cucunya,” ujar Dr. dr. Erlina Burhan MSc. Sp.P(K), anggota Satgas Covid-19 PB IDI. Erlina juga memberikan alternatif pelaksanaan vaksinasi secara massal di ruang publik, misalnya di pusat perbelanjaan atau gelanggang olahraga (GOR).
Untuk mencapai target vaksinasi bagi 180 juta orang dalam waktu 15 bulan, diperlukan laju vaksinasi yang cepat. “Idealnya, vaksinasi dilakukan pada 400 ribu orang per hari agar sasaran pemerintah tercapai,” ungkap Erlina. Saat ini, memang laju vaksinasi di seluruh Indonesia sudah mencapai sekitar 500 ribu orang per hari. Sayangnya, dikabarkan bahwa stok vaksin sudah menipis dan suplai vaksin AstraZeneca yang seharusnya datang bulan ini tertunda. Akibatnya, laju vaksinasi yang sudah cukup baik ini terpaksa diturunkan pada bulan April agar tidak terjadi kekosongan hari vaksinasi.
Selain masalah kecepatan, tujuan awal vaksinasi untuk menciptakan herd immunity pun dinilai salah kaprah. “Itu tidak mungkin. Paling jauh, kita hanya bisa mengendalikan wabah dan itu sudah bagus,” tutur Pandu. Juru wabah ini pun merujuk pada kasus polio yang masih ada kendati vaksinasi telah dilaksanakan sejak tahun 1954. Ekspektasi mengenai terbentuknya kekebalan komunitas juga tak akurat lantaran karakteristik SARS-CoV-2 yang mudah bermutasi. “Ini virusnya seperti HIV yang merupakan virus RNA. Kita perlu bersiap-siap pandemi ini akan berlangsung dalam jangka panjang,” tandas Pandu. Prediksinya, paling cepat pandemi baru akan terkendali pada tahun 2022.
Ruang Tumbuh bagi Program Vaksinasi
Kendati dibombardir berbagai permasalahan, program vaksinasi tetap menjadi tumpuan dalam usaha mengatasi pandemi. Dengan memprioritaskan kelompok rentan, terutama lansia, manfaat vaksin dalam menekan pandemi akan semakin terlihat nyata. “Kita berkaca pada Israel yang telah memberikan vaksin pada lebih dari 50% lansia. Angka kematian yang awalnya 30% kini menurun menjadi 7%. Itu merupakan penurunan yang sangat drastis. Demikian pula yang terjadi di Inggris,” ungkap Pandu.
Di samping kelompok rentan, Pandu juga berharap agar ke depannya vaksinasi mempertimbangkan laju reproduktif dan infektif yang berbeda pada masing-masing daerah. “Kalau menggunakan angka yang sama untuk setiap daerah, berarti kita tidak mengerti situasi dan tujuan,” tegas lulusan Ph.D University of California, Amerika Serikat tersebut. Pandu menerangkan, distribusi vaksin seharusnya dipusatkan terlebih dahulu pada daerah episenter Covid-19, terutama kota-kota besar, agar efek vaksinasi menjadi maksimal.
Walau menghadapi banyak sandungan, Erlina optimis masih ada harapan bagi Indonesia untuk mencapai target vaksinasi dan herd immunity. Kekompakan seluruh lapisan masyarakat menjadi kunci keberhasilan program vaksinasi dalam menghadapi pandemi. Di samping usaha pemerintah untuk memenuhi kebutuhan logistik dan infrastruktur, masyarakat dapat mengambil peran dengan menyebarkan informasi serta edukasi yang tepat terkait vaksinasi. ”Kita harus terus berusaha, berinovasi, dan jangan saling menyalahkan. Itu yang terpenting supaya hal ini bisa kita capai,” tandasnya.
Program vaksinasi tak terlepas dari berbagai permasalahan. Akan tetapi, hal tersebut tak seharusnya menyurutkan optimisme seluruh pihak. Pemerintah dan masyarakat harus saling bergandengan untuk memastikan keberhasilan program vaksinasi dan penyelesaian pandemi, sesuai dengan nilai gotong royong yang menjadi dasar negara kita tercinta ini.
Penulis: Benedictus Ansell Susanto dan Taris Zahratul Afifah
Editor: Amanda Safira Aji