Mewujudkan Eradikasi Demam Berdarah di Indonesia
Kabar peningkatan kasus demam berdarah kerap kali meramaikan kanal berita, sampai kapankah akan menjadi persoalan?

Memasuki pertengahan tahun, Indonesia kembali menghadapi musim pancaroba, yakni peralihan antara musim kemarau dan musim hujan. Penyakit yang ramai menjelang periode ini adalah demam berdarah dengue (DBD). DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD dapat menjangkit berbagai kalangan usia dengan dampak merugikan, baik segi kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Penyebaran DBD sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan kebersihan lingkungan sehingga telah menjadi ‘langganan’ pada musim hujan di berbagai negara tropis, termasuk Indonesia.
Sampai saat ini, DBD selalu menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mengkhawatirkan akibat komplikasi yang dapat berujung pada kematian. Di Indonesia sendiri, per pekan ke-22 tahun 2022, kasus DBD telah mencapai angka 45.387 kasus dengan jumlah kematian sebesar 432 kasus. Laporan kasus pada 449 kabupaten/kota di 34 provinsi ditemukan sebanyak 162 kabupaten/kota di 31 provinsi memiliki kasus kematian. Bila mengacu kasus DBD pada pekan ke-43 tahun 2021 yang berjumlah 37.646 kasus dengan 361 kematian, angka kasus dan kematian pada tahun ini memiliki tren peningkatan yang lebih cepat dari tahun sebelumnya.
Besarnya jumlah kasus DBD setiap tahun menimbulkan pertanyaan mengenai hingga kapankah DBD akan benar-benar terberantas di Indonesia. Pemerintah telah menerapkan berbagai upaya untuk menurunkan jumlah kasus DBD di Indonesia, di antaranya gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J) dan 3M Plus. Jumantik merupakan anggota masyarakat yang secara sukarela berperan dalam memantau jentik nyamuk di sekeliling tempat tinggal. Program G1R1J sendiri merupakan upaya pemantauan dan pencegahan DBD yang telah dilaksanakan secara serentak di 154 kabupaten/kota dengan 6.122 koordinator jumantik. Dalam memantau adanya jentik nyamuk, jumantik juga turut melaksanakan gerakan 3M Plus. Singkatan 3M terdiri dari menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk. Kata “plus” merujuk pada upaya pencegahan tambahan seperti memberikan larvasida pada penampungan air yang sulit dikuras.
Melalui program jumantik, upaya promotif dan preventif DBD semakin menjangkau berbagai lingkungan masyarakat. Berbagai penelitian juga melaporkan peningkatan angka bebas jentik pada daerah yang melaksanakan program G1R1J secara aktif. Tak hanya itu, angka bebas jentik juga direfleksikan melalui penurunan kasus DBD di daerah tersebut. Meskipun demikian, jumlah kasus di Indonesia masih fluktuatif. Sebagaimana pada 2018, tercatat 65.602 kasus kemudian tahun berikutnya meningkat pesat hingga 138.127 kasus. Sementara itu, pada tahun 2020 dan 2021, Indonesia kembali mengalami tren penurunan dengan masing-masing berjumlah 103.509 dan 71.044 kasus.
Penelitian dari Harapan dkk. pada tahun 2019 menunjukkan bahwa angka insidens DBD di Indonesia memiliki tren peningkatan dalam lima puluh tahun terakhir. Hal ini membuat fokus terpenting berpusat pada upaya pencegahan wabah DBD melalui kesadaran dan kebiasaan masyarakat, terutama terkait jentik nyamuk. Sebab keterlibatan masyarakat masih menjadi tantangan. Misalnya, kendati pun program jumantik dan 3M Plus telah berjalan, ketika kasus DBD di lingkungan menurun masyarakat kerap menganggap bahwa lingkungannya sudah aman. Akhirnya, upaya pencegahan pun terabaikan.
Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran bahwa perilaku 3M serta upaya hidup bersih dan sehat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Harapannya, sekalipun kasus DBD menurun maupun bukan musim penghujan, masyarakat tetap menerapkan kebiasaanhidup bersih dan 3M Plus agar lingkungannya terhindar dari perkembangan nyamuk Aedes aegypti.
Sebagai penyakit endemis, DBD di Indonesia memerlukan tindakan promotif dan preventif yang tepat untuk betul-betul mewujudkan eradikasi DBD . Di samping upaya yang telah dicanangkan oleh pemerintah, kesadaran serta kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat serta 3M Plus menjadi penting untuk diinternalisasi oleh masyarakat demi meminimalisir risiko peningkatan kasus DBD di Indonesia, khususnya pada musim pancaroba. rahmi