Morfin

Definisi & Informasi Umum Obat

Morfin adalah obat analgesik poten dari golongan opiat yang digunakan untuk meredakan nyeri berat pada kasus kanker, serangan jantung, dsb. Penggunaannya diregulasi dengan ketat karena dapat menyebabkan toleransi, ketergantungan, dan berpotensi disalahgunakan.1–3

Indikasi

Secara umum, morfin digunakan untuk menangani nyeri sedang-berat baik yang akut maupun yang kronis. Namun, penggunaan jangka panjang perlu disertai dengan pemantauan tanda-tanda toleransi, ketergantungan, dan penyalahgunaan.3

Dosis dan Penggunaan

Di Indonesia, morfin tersedia dalam bentuk: tablet 10 mg; tablet lepas lambat 10 mg, 15 mg, 30 mg; dan injeksi 10 mg/mL.4

Dosis morfin berdasarkan indikasi dan rute pemberian sebagai berikut:

  • Intraspinal:
  • Nyeri sedang-berat: Dosis awal: 5 mg injeksi epidural. Jika belum bebas nyeri 1 jam, dosis dapat ditambah sebanyak 1–2 mg hingga 10 mg/24 jam.2
  • Nyeri pascabedah: dosis disesuaikan dengan nyeri pasien. 10–20 mg untuk injeksi lumbar tergantung jenis bedah.2
  • Intratekal:
  • Nyeri sedang-berat: 0,2–1 mg dosis tunggal untuk 24 jam.2,5 Dosis intratekal sekitar 1/10 dari dosis epidural.5
  • Intravena:
  • Dosis dewasa untuk nyeri sedang-berat, infark miokard, pascaoperasi, kanker (Patient controlled analgesia): dosis muatan 1–10 mg (maksimum 15 mg) intravena selama 4–5 menit, kemudian 1 mg jika dikehendaki dengan jeda 5–10 menit.2
  • Oral:
  • Nyeri sedang-berat:
    • Dewasa: Sediaan konvensional: 5–20 mg tiap 4 jam. Lepas-lambat: rekomendasi dosis awal: 1–2 tablet 10 mg tiap 12–24 jam.
    • Anak: Sediaan konvensional: 1–5 tahun 5 mg tiap 4 jam (maksimum 30 mg per hari); 6–12 tahun 5–10 mg tiap 4 jam (maksimum 30 mg per hari); ≥13 tahun sama dengan dewasa.2
  • Parenteral:
  • Nyeri berat (dosis dewasa): 10–20 mg tiap 4–6 jam jika perlu (kisaran dosis 5–20 mg) injeksi subkutan atau intramuskular.2
  • Edema paru akut, premedikasi bedah (dosis dewasa): 10 mg tiap 4 jam bila perlu (kisaran dosis 5–20 mg) injeksi subkutan atau intramuskular. Dapat diberikan intravena sebanyak 1/4 1/2 dosis intramuskular tidak lebih dari 4 jam sekali.2
  • Rektal:
  • 10–20 mg tiap 4 jam.2
  • Catatan:
  • Semua dosis di atas adalah untuk morfin sulfat.2
  • Dosis morfin disesuaikan dengan derajat nyeri, respons, serta riwayat analgetik pasien.2
  • Pada lansia dosis morfin perlu dikurangi.2
  • Pada pasien dengan gagal ginjal atau hati perlu dilakukan pengurangan dosis.2

Interaksi

  • Peningkatan efek depresi sistem saraf pusat (SSP) dengan depresan (contoh: sedatif, hipnotik, penenang, obat bius umum).
  • Peningkatan risiko konstipasi berat.
  • Peningkatan penghambatan neuromuskular dengan relaksan otot rangka.
  • Penurunan efek terapeutik diuretik.
  • Peningkatan konsentrasi plasma bersama simetidin.
  • Berpotensi fatal: peningkatan efek depresi penghambat monoamin-oksidase (MAO).2,5

Efek Samping

  • Efek samping sering: anoreksia, mengantuk, sedasi, kebingungan, mual-muntah, depresi pernapasan, konstipasi, angina, ruam.2,5
  • Efek samping jarang: psikosis, sinkop, xerostomia, ketergantungan, hipotensi, anafilaksis.2,5
  • Keterangan: Efek samping yang dituliskan secara miring artinya berpotensi fatal.2,5

Peringatan

Morfin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas, depresi pernapasan, PPOK, obstruksi saluran cerna, peningkatan tekanan intrakranial, dan selama/dalam 14 hari penggunaan penghambat MAO.2,5

Morfin termasuk kategori kehamilan C dan masuk ke ASI sehingga penggunaan berkepanjangan dapat menyebabkan sindrom putus opiat neonatal dan memerlukan supervisi ketat pada kehamilan dan laktasi.2,5

Overdosis

LD50: 0,78 μg/mL (pria); 0,98 μg/mL (wanita).3 Tanda dan gejala: depresi pernapasan, konstriksi pupil, hipoksia, hipotermia, hipotensi, halusinasi, konvulsi (terlebih pada anak), otot rangka kulai, kulit dingin.2

Tata laksana utama overdosis opiat adalah pemberian antagonis opiat seperti nalokson, dengan pengobatan simtomatik dan suportif seperti oksigen dan vasopresor.2,3

Farmakologi

Morfin berikatan dengan reseptor opioid di SSP sehingga mengubah respons dan persepsi nyeri melalui modulasi jaras inhibitorik desendens dari otak. Analgesia, euforia, dan ketergantungan merupakan hasil interaksi morfin dengan reseptor μ-1. Interaksi morfin dengan reseptor μ-2 menyebabkan depresi pernapasan dan inhibisi peristaltik usus. Sementara itu, analgesia spinal merupakan hasil interaksi morfin dengan reseptor κ.2

Absorpsi: morfin diserap di duodenum dan mukosa rektum yang bersifat basa. Tmax: 1 jam (tablet konvensional, epidural); 3–4 jam (tablet lepas-lambat); 20–60 menit (supositoria); 50–90 menit (subkutan); 30–60 menit (intramuskular); 20 menit (intravena). Morfin mencapai keadaan tunak (steady-state concentration) dalam 24–48 jam.2,3

Distribusi: Morfin terdistribusi secara luas di tubuh, terutama ginjal, hati, paru, limpa, dengan kadar lebih rendah di otak dan otot. Selain itu, morfin dapat melewati sawar darah otak dan plasenta serta masuk ke dalam ASI. Vd: 1–6 L/kg. Pengikatan protein plasma: ~35%.2

Metabolisme: mengalami glukuronidasi di hati dan usus menjadi morfin-3-glukuronat dan morfin-6-glukuronat. Morfin mengalami efek lintas-pertama yang signifikan.2,3

Ekskresi: urine (~60% pada oral, ~90% parenteral); feses (10% sebagai konjugat). Waktu paruh eliminasi: ~2 jam (morfin), 2,4–6,7 jam (morfin-3-glukuronat).2

Referensi

  1. National Health Service. Morphine [Internet]. Medicines A to Z. 2018 [cited 2021 Apr 13]. Available from: https://www.nhs.uk/medicines/morphine/
  2. MIMS Online. Morphine. MIMS. 2020.
  3. DrugBank Online. Morphine [Internet]. DrugBank. 2021 [cited 2021 Apr 13]. Available from: https://go.drugbank.com/drugs/DB00295
  4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/813/2019 Tentang Formularium Nasional 2019.
  5. Drugs.com. Morphine [Internet]. 2021 [cited 2021 Apr 13]. Available from: https://www.drugs.com/monograph/morphine.html

 

Share your thoughts