Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia (World Antimicrobial Awareness Week)
Kasus resistensi terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan serius yang dihadapi oleh dunia di abad 21 ini. Sebuah artikel pertama dari Badan Kesehatan Dunia / World Health Organization (WHO) mengenai pengawasan terhadap resistensi agen antimikroba dipublikasi pada April 2014, menunjukan bahwa terjadi peningkatan kasus resistensi di berbagai belahan dunia dan kurangnya pengawasan terhadap penggunaan antimikroba telah menyebabkan kesenjangan yang besar antara ilmu yang ada dengan perkembangan fenomena resistensi ini. Dimana kasus resistensi terhadap antibiotik menjadi masalah yang paling besar untuk saat itu, yang didasari oleh semakin tingginya kasus resistensi pada berbagai jenis bakteri dan semakin kompleksnya kasus infeksi yang dialami pasien akibat resistensi antibiotik.
Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia diperingati secara berkala setiap tahunnya, pada tanggal 18-24 November, yang bertujuan untuk mengkampanyekan potensi resistensi dari antimikroba dan mendorong praktek yang lebih bertanggung jawab di bidang kesehatan sehingga mampu mencegah bertambahnya kasus obat resistensi. Kampanye ini sudah berlangsung sejak tahun 2015.
Manfaat Antimikroba
Keefektifan obat antimikroba di dalam tindakan pasca operasi ataupun dalam lingkup pengobatan infeksi sangat tergantung pada respon tubuh terhadap obat tersebut. Kasus resistensi terhadap obat antimikroba tentu akan sangat mengganggu terapi.
Antimikroba juga menjadi obat yang sangat dibutuhkan pada pengobatan infeksi yang mengancam jiwa, namun keefektifan penggunaannya menjadi diragukan seiring dengan semakin meningkatnya kasus resistensi pada bakteri penyebab infeksi.
Penggunaan Antimikroba yang Sesuai
Prinsip penggunaan antimikroba sebenarnya sama seperti obat-obat an lain. Hanya saja penggunaan antimikroba yang kurang tepat dapat sangat berpengaruh pada lingkungan, hal ini terjadi akibat mekanisme kerja dari obat antimikroba yang bekerja selektif pada mikroba tertentu saja.
Idealnya pemberiaan antimikroba didasarkan setelah ada hasil diagnosis mikrobiologi dan tidak dianjurkan menggunakan antimikroba spectrum luas untuk mengobati beberapa pathogen meskipun gejala klinis nya sama. Sehingga pada kenyataannya, kondisi ideal ini sangat sulit untuk diwujudkan.
Penyebaran Resistensi Antimikroba
Kejadian resistensi antimikroba merupakan hal yang tidak dapat dihindari dari penggunaan antimikroba dalam kehidupan sehari-hari. Kemiskinan; kurangnya pengawasan terhadap penjualan, kualitas, dan kegunaan antimikroba; dan buruknya sistem pembuangan limbah dan pengaturan sistem pengairan menjadi beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan serta penyebaran kasus resistensi antimikroba. Kasus resistensi telah banyak ditemukan, termasuk pada Escherichia coli, penyebab utama dari kebanyakan kasus infeksi pada manusia.
Semakin banyak kasus resistensi dapat menyebabkan kesulitan dalam pemilihan terapi baik sebagai pengobatan empiris ataupun definitive pada kasus-kasus infeksi yang serius. Beberapa penelitian mungkin menyarankan penggunaan antimikroba spectrum luas, seperti carbapenem, sebagai pilihan terapi empiris, namun kerusakan tambahan dari organisme baik dalam tubuh dan koloni organisme lain dapat mempercepat kasus resistensi terhadap lebih banyak obat yang terjadi akibat organisme memproduksi enzim metallo-β-laktamase.
Pakan hewan ternak merupakan sumber kehidupan bagi bakteri-bakteri penyebab infeksi pada makhluk hidup, seperti spesies Campylobacter dan Salmonella. Bakteri baik dalam tubuh makhluk hidup, seperti E. coli dan Enterococcus, dan gen resistensi yang mereka miliki, kemudian berpindah ke manusia melalui rantai makanan atau interaksi langsung dengan hewan. Tingkat penggunaan antimikroba pada campuran pakan hewan daripada lebih tinggi daripada konsumsi antimikroba manusia.
Jumlah bakteri resisten dalam tubuh akan berkembang secara seimbang dengan total penggunaan antimikroba, dan perkembangan proses resistensi dipengaruhi melalui cara konsumsi obat tersebut. Pada kebanyakan negara, pengunaan antimikroba pada pakan hewan ternak terjadi ketika biaya terbatas atau kebutuhan akan tambahan manfaat bagi hewan ternak (seperti penunjang pertumbuhan) yang turut berkontribusi dalam kasus resistensi antimikroba.
AMR (Antimikrobial resistensi)
Resistensi terhadap obat antimikroba terjadi ketika bakteri, virus, dan parasit telah berevolusi dan tidak dapat dikendalikan jumlahnya dengan menggunakan obat sehingga proses pengobatan infeksi menjadi semakin sulit.
Antimikroba – termasuk antibiotic, antijamur, antivirus dan antiparasit – merupakan obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati kasus infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Mikroorganisme yang telah berevolusi menjadi resisten dikenal dengan istilah “superbug”. Salah satu contoh dari “superbug” adalah Salmonella serotype Infantis. Salmonella biasa ditemukan pada daging mentah atau makanan yang terkontamisasi kotoran dan dapat menyebabkan diare. Di Amerika, kasus resistensi pada pengobatan ciprofloxacin terhadap nontyphoidal Salmonella meningkat hingga 10% pada tahun 2017.
Upaya Memerangi Resistensi Antimikroba
Pada tahun 2005, Badan kesehatan dunia (WHO) berdiskusi untuk mengembangkan daftar antimikroba yang berperan penting bagi kesehatan manusia. Daftar ini dikeluarkan sebagai upaya penilaian dalam analisa resiko dan memfokuskan sumber daya yang dapat digunakan untuk mengatasi penggunaan antimikroba pada pertanian dan peternakan. Upaya mengurangi penggunaan dari jenis antimikroba dengan kategori sangat penting pada pakan hewan dapat mengurangi jumlah bakteri resisten yang terbentuk dan tersebar. Hal ini juga sebagai upaya untuk meminimalkan ancaman bagi kesehatan manusia dan mengurangi angka mortalitas dan morbiditas, dengan cara menjaga agar penggunaan antimikroba tersebut hanya diperuntukan untuk pengobatan penyakit serius yang sesuai dengan mikroba nya.
Masyarakat juga dapat berperan dalam upaya mengurangi penggunaan antimikroba yang kurang tepat, yakni melalui konsumsi obat antimikroba secara tepat pada pengobatan infeksi bakteri, virus, atau jamur dan bila penggunaan antimikroba tersebut tidak diperlukan maka sebaiknya pertimbangkan alternatif pengobatan lain (seperti pada sinusitis, bronkitis). Pada kasus tertentu terapi non farmakologi juga dapat membantu meredakan gejala.
Daftar pustaka
Food and Agriculture Organization of the United Nations. World Leaders and Experts Call For Significant Reduction in the Use of Antimicrobial Drugs in Global Food Systems [internet]. FAO. 2021 [cited 24 November 2021]. Available from : https://www.fao.org/news/story/en/item/1434486/icode/
Frederick J. Angulo, Peter Collignon, John H. Powers, Tom M. Chiller, Awa Aidara-Kane, Frank M. Aarestrup, World Health Organization Ranking of Antimicrobials According to Their Importance in Human Medicine: A Critical Step for Developing Risk Management Strategies for the Use of Antimicrobials in Food Production Animals, Clinical Infectious Diseases, Volume 49, Issue 1, 2009, Pages 132–141, https://doi.org/10.1086/599374
Prestinaci F, Pezzotti P, Pantosti A. Antimicrobial resistance: a global multifaceted phenomenon. Pathog Glob Health. 2015;109(7):309-318. doi:10.1179/2047773215Y.0000000030
U.S Department of Health and Human Services. Drug-Resistant Nontyphoidal Salmonella [internet]. CDC. 2019 [cited 23 November 2021]. Available from : https://www.cdc.gov/drugresistance/pdf/threats-report/nt-salmonella-508.pdf
World Health Organization. World Antimicrobial Awareness Week [internet]. WHO. 2021 [cited 24 November 2021]. Available from : https://www.who.int/campaigns/world-antimicrobial-awareness-week
World Health Organization. WHO Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance. World Health Organization; 2001.