Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Definisi dan Informasi Umum
Definisi
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal (khususnya dalam memfiltrasi darah) yang terjadi secara bertahap. Akibatnya, pembuangan sisa metabolisme terhambat dan memengaruhi fungsi tubuh lainnya. Secara global, PGK diderita oleh sekitar 10-13,4% populasi.1 Prevalensi PGK di Indonesia meningkat dari 2‰ (Riskesdas 2013) menjadi 3,8‰ (Riskesdas 2018). Data BPJS menunjukkan PGK menjadi penyakit dengan pembiayaan terbesar ke-2 setelah penyakit jantung. Pada anak, penyakit ginjal terjadi sebanyak 18,5-58,3 per 1 juta anak secara global. Indonesia sendiri belum memiliki data nasional.2-4
Klasifikasi PGK
Penilaian fungsi ginjal pada PGK biasanya mengacu pada nilai laju filtrasi glomerular (LFG) atau glomerular filtration rate (GFR). LFG dinyatakan dalam satuan ml/menit/1,73 m2. Klasifikasi PGK didasarkan atas penurunan LFG. Sedangkan tingkat keparahan, prognosis perkembangan penyakit, dan saran jumlah kontrol dalam setahun ikut memperhitungkan albuminuria. Setidaknya 6% orang dewasa di Amerika Serikat mengalami PGK derajat 1 dan 2 serta 4.5% lainnya mengalami PGK derajat 3 dan 4.1,2
Gambar 1. Stratifikasi risiko PGK berdasarkan LFG dan albuminuria (KDIGO 2012)1,5
Derajat PGK berdasarkan LFG
G1. Fungsi ginjal terganggu dengan LFG normal (LFG ≥ 90 ml/menit/1,73 m2)
G2. Fungsi ginjal terganggu dengan penurunan LFG (LFG 60-89 ml/menit/1,73 m2)
G3. Penurunan LFG ringan, sedang hingga parah (LFG 59-30 ml/menit/1,73 m2)
3a. LFG 45-59 ml/menit/1,73 m2
3b. LFG 30-45 ml/menit/1,73 m2
G4. Penurunan parah LFG (LFG 16-29 ml/menit/1,73 m2)
G5. Gagal ginjal (LFG ≤ 15 ml/menit/1,73 m2)
Kerusakan/penurunan fungsi ginjal pada PGK harus berlangsung setidaknya 3 bulan dan meliputi beberapa hal berikut dengan efek signifikan terhadap kesehatan6
- abnormalitas patologis (didapat dari biopsi)
- albuminuria persisten
- abnormalitas urine lain: hematuria, sedimen, dll
- gangguan elektrolit
- abnormalitas pencitraan ginjal
- LFG <60 ml/menit/1,73 m2 pada dua pemeriksaan yang berjarak lebih dari 90 hari tanpa penyebab sementara seperti penurunan volume cairan tubuh
Tanda dan Gejala
Pasien PGK umumnya tidak menunjukkan gejala (asimtomatik) sampai dengan tahap G4 akhir dan G5 sehingga umumnya didiagnosis secara tidak sengaja melalui pemeriksaan darah rutin. Gejala yang ditunjukkan biasanya tidak spesifik.1,5,6
Beberapa gejala yang mungkin muncul pada penderita PGK antara lain
- sulit tidur
- nokturia
- sakit kepala
- sindrom kaki gelisah
- rasa logam pada lidah
- sesak napas dan nyeri dada
- kram/kedutan otot
- mudah lelah
- rasa gatal yang memberat pada malam hari
- gangguan pencernaan: mual, muntah, sakit perut, dan hilang nafsu makan
- penurunan berat badan
Sedangkan tanda objektif yang dapat muncul antara lain5,6
- perubahan pola napas, seperti Kussmaul (cepat dalam) atau Cheyne-Stokes (cepat dengan kedalaman berubah progresif dari dangkal ke dalam kembali ke dangkal)
- sklera ikterik (kuning) akibat endapan kalsium
- kelemahan otot
- manifestasi oral: pendarahan gusi, mulut kering (xerostomia), periodontitis, kandidiasis
- gesekan perikardial/pleural
- edema paru/perifer akibat hilangnya protein albumin ke dalam urine (albuminuria) sehingga tekanan onkotik pembuluh darah menurun dan cairan plasma berpindah ke interstisial
- manifestasi uremia: asteriksis, mulut berbau amonia (fetor uremikum), endapan kristal urea pada kulit (uremic frost)
- anemia akibat gangguan sintesis hormon eritropoetin
- penyakit pada tulang akibat gangguan sintesis vitamin D dan kontrol kadar kalsium serta fosfat tubuh
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi
Sebagai penyakit kronis, PGK dapat diakibatkan oleh banyak penyakit baik yang bersifat lokal ataupun sistemik. Berdasarkan data Indonesia Renal Registry pada 2016, berikut adalah penyebab tersering PGK:3,4
- nefropati diabetes (52%)
- hipertensi (24%)
- glomerulopati primer (6%)
- nefropati obstruktif(4%)
- pielonefritis kronis (3%)
- ginjal polikistik (1%)
- asam urat tinggi (1%)
- lupus (1%)
- penyebab lainnya (6%)
- intoksikasi logam berat
- kondisi genetik seperti sindrom Alport
- infeksi
- obat-obatan nefrotoksik
- stenosis arteri renalis
Riskesdas 2018 memetakan tiga faktor risiko utama PGK dengan jumlah penderita terbesar, yaitu hipertensi (34,1%), obesitas (21,8%), dan diabetes melitus (8,5%). Penyakit jantung juga harus mendapat perhatian mengingat penyakit ginjal berhubungan dengan penyakit jantung. Riwayat keluarga yang pernah menderita PGK juga meningkatkan risiko terkena PGK. Risiko PGK meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Beberapa ras seperti Afro-Amerika, Hispanik, dan Indian memiliki risiko lebih tinggi terkena PGK.1-3
Patogenesis
Patogenesis PGK umumnya dibagi menjadi dua jenis mekanisme terjadinya kerusakan.
- Mekanisme spesifik terhadap etiologi kerusakan ginjal meliputi5,6
- gangguan genetik pada perkembangan atau struktur ginjal
- deposisi kompleks imun dan inflamasi pada beberapa kasus inflamasi
- pajanan toksin berlebihan.
- Mekanisme yang didasari oleh adaptasi ginjal sehingga mengakibatkan hipertrofi dan hiperfiltrasi dari sisa-sisa nefron. Adaptasi ini dibantu oleh hormon vasoaktif, faktor pertumbuhan (growth factor), dan sitokin hingga pada suatu tahap menjadi maladaptif seiring dengan meningkatnya tekanan glomerulus. Peningkatan sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA) berperan pada proses maladaptif. Kondisi ini akan mengakibatkan perubahan struktur glomerulus, abnormalitas fungsi podosit, gangguan membran filtrasi, dan berujung pada sklerosis hingga kematian sisa-sisa sel nefron.5,6
Patofisiologi
Gejala yang ditunjukkan oleh PGK umumnya merupakan manifestasi dari sindrom uremik. Sindrom uremik memiliki tiga patofisiologi :5,6
- Akumulasi toksin yang umumnya diekskresi melalui ginjal akan menyebabkan deposisi zat tersebut pada organ lain seperti
- deposisi urea (uremic frost maupun fetor uremikum)
- deposisi kalsium pada sklera
- pernapasan Kussmaul akibat asidosis yang disebabkan penurunan ekskresi H+ dan akumulasi asam organik
- Ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan regulasi hormon terkait ginjal menimbulkan gejala seperti
- edema akibat albuminuria yang meningkatkan tekanan hidrostatik dan menurunkan tekanan onkotik pembuluh darah
- anemia karena penurunan produksi eritropoeitin oleh ginjal
- Inflamasi sistemik
-
- gangguan klirens sitokin akibat kerusakan fungsi ginjal mengakibatkan inflamasi terus menerus yang dapat memicu manifestasi lesi oral
Diagnosis
Melalui anamnesis harus didapatkan keluhan gejala yang mengarah pada PGK dan faktor risiko PGK meliputi riwayat hipertensi, diabetes, penggunaan obat-obatan yang bersifat nefrotoksik, gangguan kehamilan, dan riwayat PGK keluarga. Pasien dengan penyakit metabolik seperti diabetes harus melakukan pemeriksaan rutin setiap tahunnya. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan tanda-tanda objektif PGK.1,5,6
Pemeriksaan lanjutan untuk menilai fungsi ginjal dilakukan melalui serangkaian tes antara lain1,5,6
- urinalisis untuk mengidentifikasi albuminuria1,5,6
- metode carik celup (kualitatif): akan terjadi perubahan warna sesuai indikator jika terdapat albuminuria
- kadar albumin (mg/hari): menggunakan urine 24 jam, kadar albumin lebih dari 30mg/hari dinyatakan sebagai albuminuria
- rasio albumin/kreatinin urine (mg/g atau mg/mmol): menggunakan urin sewaktu, rasio albumin/kreatinin urine lebih dari 30mg/g atau 3mg/mmol dinyatakan sebagai albuminuria
- pemeriksaan darah untuk menilai LFG yang diperkirakan dari nilai klirens kreatinin1,5,6
Bila pada pemeriksaan lab tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan jaringan atau pembuluh darah. Biopsi dilakukan jika belum ada hasil meyakinkan dari seluruh tes yang telah dijalani.
Tata laksana
Tujuan tatalaksana PGK adalah memperlambat perkembangan penyakit (penurunan LFG hingga < 1ml/min/1,73m2 dan penurunan proteinuria hingga <0,5g/hari) dan mencegah komplikasi yang berujung gagal ginjal. Seluruh pasien PGK disarankan untuk melakukan hal-hal berikut sebagai bagian dari tata laksana PGK:5,6
- mengontrol tekanan darah
- albuminuria A1: TD ≤140/90
- albuminuria A2 dan A3: TD ≤130/80
- mengontrol gula darah (HbA1c < 7%)
- mengontrol asupan makanan
- mengontrol hiperurisemia dan fosfor serum
- memantau LFG dan albuminuria dalam pemeriksaan rutin
- rutin mengonsumsi obat yang diresepkan
- mengontrol berat badan
- berhenti merokok
- tidur cukup
- rutin aktivitas fisik
- menghindari stres
Terapi farmakologis untuk mengontrol tekanan darah yang dianjurkan adalah ACE-I dan ARB, sementara CCB harus dihindari. Asupan protein harus dikontrol agar mencukupi kebutuhan. Obat-obatan lainnya seperti penyekat beta, vitamin D, antagonis aldosteron, terapi alkali dilakukan untuk memperbaiki kondisi sesuai dengan kebutuhan berdasarkan penilaian dokter.5,6
Pasien PGK dengan LFG <20 ml/min/1,73m2 biasanya sudah memerlukan terapi ginjal pengganti atau renal replacement therapy (RRT). Akan tetapi, inisiasi RRT jauh lebih kompleks dari sebatas penilaian derajat PGK. Inisiasi RRT mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut5-7
- azotemia (kadar urea dan kreatinin darah tinggi)
- uremia (>30 mmol/L) beserta komplikasi uremia: neuropati, miopati, perikarditis, ensefalopati
- kelebihan cairan tubuh
- edema paru
- oliguria: urine <200ml/12 jam
- anuria: urine <50ml/12 jam
- gangguan elektrolit
- hiperkalemia: kalium >6,5mmol/L
- disnatremia: natrium >155 atau <120 mmol/L
- asidosis: pH <7
- hipo/hipertermia
Terdapat beberapa pilihan RRT: hemodialisis, hemofiltrasi, dialisis peritoneal, atau transplantasi ginjal. Dialisis dapat dilakukan di rumah sakit dalam bentuk hemodialisis (terbanyak) dimana hemodialisis atau cuci darah dilakukan sebanyak 2-3 kali per minggu (bergantung keparahan). Dialisis juga dapat dilakukan di rumah menggunakan dialisis peritoneal secara manual (CAPD) atau secara otomatis (CCPD) dan menggunakan hemodialisis rumah. Kematian terbanyak pada pasien rawat inap dengan usia di atas 80 tahun adalah mereka yang sedang menjalani hemodialisis.5-7
Secara umum hemodialisis menggunakan prinsip memindahkan solut dan sisa metabolisme yang gagal difiltrasi oleh ginjal dari darah pasien ke dalam sebuah cairan dialisat melalui membran. Proses ini terjadi dalam filter hemodialisis (dialiser). Setelah melalui alat cuci darah, darah pasien yang sudah bersih akan kembali dialirkan dalam tubuh. Perbedaan hemodialisis dengan hemofitrasi terletak pada ukuran solut yang dapat dipindahkan. Hemofiltrasi dapat memindahkan solut yang lebih besar. Akses hemodialisis dapat dilakukan melalui beberapa jalur: 5-7
- fistula arteri-vena: vena akan disambungkan langsung ke arteri sehingga seiring waktu akan melebar dan menebal, menjadi target semua pasien hemodialisis
- graft arteri-vena: menggunakan semacam selang menghubungkan arteri dan vena, dapat digunakan dalam dua minggu setelah bengkak berkurang tetapi memiliki risiko stenosis/trombosis dan infeksi
- kateter: dapat menggunakan akses vena perifer (daerah siku) atau vena jugularis, dapat segera digunakan, tetapi memiliki risiko seperti graft arteri-vena
Sementara itu, dialisis peritoneal mengalirkan dialisat ke dalam rongga peritoneum yang dihubungkan dengan selang ke luar dari rongga peritoneum berisi dialisat dengan sisa metabolisme.5-7
Komplikasi & Prognosis
Secara umum, penurunan fungsi ginjal dapat memengaruhi berbagai macam sistem organ dalam tubuh. Gangguan multiorgan itu antara lain1,5
- Gangguan kardiovaskular berupa infark miokardium akibat inflamasi berkepanjangan, gagal jantung, hipertensi, dan hipertrofi ventrikel kiri.
- Gangguan hematologi mencakup anemia dan kegagalan hemostasis.
- Gangguan saraf dapat bermanifestasi dengan kelemahan otot, neuropati perifer, dan sindrom kaki gelisah.
- Gangguan pencernaan dapat berupa fetor uremikum, gastritis, ulserasi di sepanjang traktus digestivus, mual, muntah, pendarahan saluran cerna, dan konstipasi.
- Gangguan endokrin-metabolik dapat berupa penurunan konsentrasi testosteron dan estrogen, peningkatan kadar insulin pada darah akibat penurunan degradasinya.
Referensi:
- Chronic kidney disease [Internet]. Maryland: NIH; 2016 Oct [cited 2020 Jan 20]. Available from: https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/chronic-kidney-disease-ckd
- InfoDatin situasi penyakit ginjal kronis. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.
- Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
- Peran pemerintah dalam pencegahan dan pengendalian gangguan ginjal pada anak. Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
- Fraser SD, Blakeman T. Chronic kidney disease: identification and management in primary care. Pragmat Obs Res. 2016 Aug 17;7:21-32.
- Nicholas S, Cohen D, Townsend R, Lin J, Moore C, Karim J, et al. Chronic kidney disease (CKD) clinical practice recommendations for primary care physicians and healthcare providers. 6th ed. Michigan: Henry Ford Health System; 2011.
- Weber ML. Renal replacement therapy: options and choices. Minnesota: National Kidney Foundation; 2006.