Perdarahan Epidural

Definisi

Perdarahan epidural adalah perdarahan yang terjadi di antara lapisan dura mater dan periosteum tengkorak.1

Sinonim: hematom ekstradural, perdarahan ekstradural, hematom epidural.

Tanda dan Gejala

Pada awal perdarahan, pasien umumnya tetap sadar setelah kejadian. Namun, pasien kemudian akan mengalami penurunan kesadaran seiring dengan berjalannya waktu. Kondisi ini disebut dengan lucid interval.1 Bersamaan dengan penurunan kesadaran, pasien juga dapat menunjukkan tanda defisit neurologis, seperti pembesaran pupil pada satu sisi (pupil anisokor), lemah pada satu sisi tubuh (hemiparesis), pusing, dan afasia.2

Etiologi dan Patogenesis

Mayoritas kasus perdarahan epidural disebabkan oleh pecahnya arteri meningea media, salah satu pembuluh darah yang memperdarahi meninges. Hanya sekitar 10% kasus perdarahan epidural disebabkan rupture pembuluh vena. Umumnya, ruptur pada arteri tersebut diakibatkan oleh fraktur pada tengkorak setelah kejadian kecelakaan kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, kejadian perdarahan epidural lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita.1,2,3

Insidensi perdarahan epidural juga ditemukan lebih tinggi pada populasi remaja dan dewasa muda dengan rerata rentang usia 20–30 tahun. Selain itu, kasus perdarahan epidural jarang terjadi pada populasi berusia di atas 50 tahun. Hal ini disebabkan oleh kondisi dura mater yang semakin melekat dengan tengkorak seiring dengan bertambahnya usia yang menurunkan kemungkinan terbentuknya hematom pada ruang antara tengkorak dan dura mater.3

Patofisiologi

Ketika terjadi perdarahan, darah akan terakumulasi dan menggumpal sehingga membentuk suatu space-occupying lesion pada rongga epidural. Massa ini akan menekan bagian dalam kepala (termasuk otak) sehingga meningkatan tekanan intrakranial, terutama pada area motorik di girus presentral.4,5,6

Penekanan ini juga akan mengakibatkan pergeseran/herniasi otak yang berperan dalam mengakibatkan penurunan kesadaran dan berbagai tanda neurologis, seperti pupil anisokor yang disebabkan oleh penekanan terhadap saraf okulomotor. Peningkatan tekanan intrakranial juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, penurunan laju detak jantung, dan pernapasan yang tidak teratur. Ketiga kondisi tersebut dikenal dengan istilah “Cushing reflex”.3,6

perdarahan epiduralGambar 1. Perdarahan epidural dan patofisiologinya. Sumber:6

Diagnosis

Kecurigaan terhadap perdarahan epidural dapat terlihat melalui riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dilakukan untuk mengindentifikasi apabila pasien memiliki riwayat kejadian kecelakaan traumatik pada kepala. Pemeriksaan fisik diutamakan untuk melihat tanda-tanda gangguan neurologis pada pasien, termasuk menilai kesadaran dengan Skala Koma Glasgow (SKG).2

Penegakkan diagnosis terhadap perdarahan epidural adalah dengan melakukan pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan CT Scan tanpa kontras, perdarahan epidural menunjukkan gambaran bikonveks dan hyperdense (berdensitas tinggi).2,4

perdarahan epidural
Gambar 2. Perdarahan epidural pada pemeriksaan CT Scan. Sumber:1

Tata Laksana

Prinsip penanganan kondisi perdarahan epidural dilakukan berdasarkan penilaian trauma. Penanganan konservatif dilakukan apabila pasien memiliki nilai SKG >9 dan stabil.2 Penanganan yang dapat dilakukan antara lain memonitor tekanan intrakranial pasien serta pemberian cairan penurun tekanan intrakranial.7 Hal yang harus diperhatikan pada pasien dengan terapi konservatif adalah nilai SKG, denyut nadi, tekanan darah, dan diameter pupil.8

Sementara itu, pembedahan dapat dilakukan apabila pasien memiliki nilai SKG <9 dan ditemukan gangguan neurologis.2 Pembedahan juga diindikasikan kepada pasien yang mengalami kegagalan terapi konservatif.7 Pembedahan yang umum dilakukan adalah kraniotomi dan decompressive craniectomy (DC).3,8

Komplikasi dan Prognosis

Secara umum, kondisi perdarahan epidural memiliki prognosis yang baik apabila segera dilakukan penanganan. Namun, apabila pasien tidak segera ditangani, perdarahan epidural dapat mengakibatkan kematian karena tekanan intrakranial yang terus meningkat.1 Komplikasi lain yang dapat terjadi pada kondisi perdarahan epidural adalah kejang dan infeksi.8

Referensi

  1. Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 5th ed. Stuttgart: Thieme; 2012. p. 311.
  2. Maugeri R, Anderson DG, Graziano F, Meccio F, Visocchi M, Iacopino DG. Conservative vs. surgical management of post-traumatic epidural hematoma: a case and review of literature. Am J Case Rep. 2015 Nov 14;16:811-7
  3. Khairat A, Waseem M. Epidural hematoma [Internet]. Treasure Island: StatPearls; 2019 Oct 20 [cited 2020 Jan 15]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/
  4. Osborn AG, Hedlund GL, Salzman KL. Osborn’s brain imaging, pathology, and anatomy. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2018. p. 21-2.
  5. Snell RS. Clinical neuroanatomy. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 23.
  6. Felten DL, O’Banion MK, Maida MS. Netter’s atlas of neuroscience. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 50.
  7. Zwayed ARH, Lucke-Wold B. Conservative management of extradural hematoma: A report of sixty-two cases. Neurol Clin Neurosci. 2018;2(2):5–9.
  8. Carney N, Totten AM, O’Reilly C, Ullman JS, Hawryluk GW, Bell MJ, et al. Guidelines for the management of severe traumatic brain injury. Neurosurgery. 2017 Jan 1;80(1):6-15.

 

Share your thoughts