Poliomielitis

Definisi

Poliomielitis, atau polio, adalah suatu penyakit yang menyebabkan disabilitas serta mengancam nyawa. Penyakit ini disebabkan oleh virus polio. Polio didefinisikan sebagai suatu penyakit paralitik sehingga seseorang hanya dapat disebut menderita polio ketika sudah mengalami kelumpuhan.

Sinonim: Polio

Gejala Klinis

Infeksi Virus polio

Sebagian besar infeksi virus polio bersifat asimtomatik. Gejala ringan yang umum timbul:

  • Demam
  • Malaise
  • Radang tenggorokan
  • Anoreksia (kehilangan nafsu makan)
  • Myalgia (nyeri otot)
  • Sakit kepala

Gejala-gejala di atas biasanya akan hilang dalam 3 hari. Sekitar 1% pasien mengalami meningitis aseptik (poliomielitis nonparalitik).

Poliomielitis Paralitik

Merupakan manifestasi kelumpuhan yang jarang, namun khas. Setelah beberapa hari, meningitis aseptik akan diikuti oleh:

  • Nyeri punggung, leher, dan otot berat
  • Perkembangan kelemahan otot yang cepat atau bertahap, hingga kelumpuhan. Kelemahan otot biasanya asimetris, lebih sering terjadi di proksimal, dan menyerang kaki (paling umum), tangan, abdomen, toraks, atau bulbar. Sekitar 1 dari 200 orang yang terserang polio akan mengalami kelumpuhan dan 2—10 dari 100 orang yang mengalami kelumpuhan akibat polio meninggal karena kelumpuhan pada otot pernafasan.

Etiologi & Patogenesis

Polio, sesuai namanya, disebabkan oleh Virus polio. Virus polio masuk ke tubuh melalui saluran napas atas, orofaring, dan saluran pencernaan. Kemudian, virus akan masuk ke aliran darah. Virus polio masuk ke otak dengan cara menginfeksi otot rangka dan berjalan menelusuri saraf otot menuju otak.

Patofisiologi

Virus polio menyerang neuron motorik di cornu anterior medulla spinalis dan menuju korteks motorik. Lokasi dan jumlah sel saraf yang dihancurkan oleh virus akan menentukan tingkat kelumpuhan pada poliomielitis paralitik. Paralisis spinal akan menyerang ekstremitas, sementara paralisis bulbar (kranial) dapat menyerang saraf-saraf kranial, bahkan pusat pernapasan.

Diagnosis

Virus polio dapat dideteksi dari spesimen tenggorokan, feses, dan cairan serebrospinal dengan mengisolasi virus pada kultur sel atau mendeteksi virus menggunakan PCR.

Isolasi dan Deteksi Virus

Isolasi virus pada kultur merupakan metode paling sensitif untuk mendiagnosis infeksi virus polio. Virus paling mungkin didapatkan dari feses dibandingkan spesimen lainnya. Untuk meningkatkan kemungkinan, kumpulkan setidaknya dua spesimen dengan jarak 24 jam. Real-time PCR digunakan untuk membedakan strain virus.

Uji Serologi

Serologi dapat berguna pada pasien yang diduga tidak divaksinasi. Serum akut harus diperoleh secepatnya.

Analisis Cairan Serebrospinal

Deteksi virus polio di cairan serebrospinal jarang ditemukan. Biasanya, hanya akan terdapat peningkatan leukosit dan protein ringan, namun temuan tersebut tidak spesifik.

Tata Laksana

Belum ada obat untuk menyembuhkan polio, namun penyakit ini dapat dicegah dengan vaksinasi. Terdapat dua jenis vaksin polio:

  • Inactivated poliovirus vaccine (IPV) yang diberikan melalui injeksi di kaki atau tangan, tergantung usia pasien. IPV lebih banyak digunakan di negara maju
  • Oral poliovirus vaccine (OPV) yang masih digunakan di seluruh dunia

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan bayi untuk mendapatkan sedikitnya satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan bOPV-3 saat pemberian DTP-3 (difteri, tetanus, dan pertussis) pada usia 2, 3, dan 4 bulan ditambah booster pada usia 18 bulan. Saat ini, vaksin yang tersedia di Indonesia adalah vaksin polio oral bivalen (bOPV) yang hanya mengandung virus polio 1 dan 3. Virus polio 2 tidak dimasukkan lagi karena sudah tidak ditemukan lagi sejak tahun 1999.

Untuk orang dewasa, vaksinasi direkomendasikan bagi orang yang memiliki risiko paparan virus polio cukup tinggi. Orang dewasa yang belum divaksinasi atau status vaksinasinya belum jelas perlu menerima tiga dosis IPV. Dua dosis IPV diberikan dalam rentang 4—8 minggu, sementara dosis ketiga diberikan 6—12 bulan setelah dosis kedua. Orang dewasa yang hendak bepergian ke negara yang diketahui memiliki kasus infeksi polio selama > 4 minggu dan terakhir diberikan dosis booster vaksin polio > 1 tahun sebelumnya perlu mendapatkan dosis booster tambahan sebelum pergi.

Komplikasi

Sindrom Pascapolio

Sindrom pascapolio memengaruhi sekitar 25—40 dari 100 penyintas polio. Dimulai sekitar 15—40 tahun setelah infeksi, gejalanya antara lain:

  • Kelemahan otot
  • Lemas
  • Nyeri sendi

Prognosis sindrom post-polio cukup baik. Progresi hingga menyebabkan kelemahan yang lebih parah biasanya lambat dengan periode plateau 1—10 tahun.

Referensi

  1. Centers for Disease Control and Prevention. What is polio [Internet]. 2019 Oct 24 [accessed on 2020 Jan 27]. Available on: https://www.cdc.gov/polio/what-is-polio/index.htm
  2. Cohen JI. Enterovirus, parechovirus, and reovirus infections. In: Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J, eds. Harrison’s principles of internal medicine. 20th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018. p. 1469
  3. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Medical microbiology. 7th ed. PA: Saunders; 2013. p. 497
  4. Centers for Disease Control and Prevention. Poliovirus diagnostic methods [Internet]. 2019 Oct 25 [accessed on 2020 Jan 27]. Available on: https://www.cdc.gov/polio/what-is-polio/lab-testing/diagnostic.html
  5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal imunisasi anak usia 0 – 18 tahun rekomendasi ikatan dokter anak indonesia (IDAI) tahun 2017 [Internet]. 2017 Apr 18 [accessed on 2020 Jan 31]. Available on: www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-2017
  6. Gunardi H, Kartasasmita CB, Hadinegoro SRS, Satari HI, Soedjatmiko, Oswari H, et al. Jadwal imunisasi anak usia 0—18 tahun rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2017. Sari Pediatri 2017;18(5):417-22.
  7. Centers for Disease Control and Prevention. Post-polio syndrome [Internet]. 2019 Oct 25 [accessed on 2020 Jan 27]. Available on: https://www.cdc.gov/polio/what-is-polio/pps.html

Share your thoughts