Vaksin Covid-19 Menyebabkan Lebih Mudah Terinfeksi Omicron?

Sumber: https://www.kominfo.go.id/

Beredar sebuah cuitan di Twitter pada tanggal 23 Desember 2021 yang melampirkan hasil sebuah penelitian di Denmark tentang efektivitas vaksin Covid-19. Menurut cuitan tersebut, penelitian itu mengungkapkan bahwa efektivitas dua vaksin Covid-19, Pfizer dan Moderna, menjadi negatif setelah 3 bulan penyuntikan. Akun tersebut mengklaim, efektivitas vaksin yang menjadi negatif setelah 91–150 hari pasca penyuntikan tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak peserta yang divaksinasi yang justru terkena Covid-19 daripada peserta yang tidak divaksinasi. Akun tersebut juga menyatakan bahwa penerima vaksin Pfizer 76,5% lebih rentan terhadap infeksi Omicron dibandingkan orang yang tidak divaksinasi. Terakhir, penerima vaksin Moderna juga dikatakan 39,3% lebih rentan terinfeksi Omicron dibandingkan orang yang tidak divaksinasi. Apakah kesimpulan akun ini benar?

 

MedRxiv (Med-archive), platform digital tempat hasil penelitian tersebut diunggah sebagai laporan awal pada 22 Desember 2021, menyatakan bahwa pengguna Twitter yang memposting hal tersebut salah membaca dan menafsirkan informasi yang ada pada jurnal. MedRxiv merupakan situs yang mendistribusikan manuskrip atau jurnal ilmu kesehatan yang belum terpublikasi. Sebenarnya, penelitian tersebut menemukan bukti perlindungan vaksin terhadap infeksi varian Omicron, tetapi efektivitasnya lebih rendah secara signifikan daripada efektivitasnya dalam melawan varian Delta dan menurun dengan cepat hanya dalam beberapa bulan. Para penulis menambahkan, efektivitas vaksin meningkat kembali setelah vaksinasi ulang sehingga mereka menegaskan perlunya vaksinasi dan vaksinasi booster. Sebagai tambahan, MedRxiv memperingatkan bahwa studi yang terdapat di situsnya belum ditinjau oleh para ahli kesehatan dan tidak boleh digunakan untuk memandu praktik klinis atau perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

 

Salah satu penulis jurnal tersebut yang juga menjadi kepala departemen vaksin di Denmark’s Staten Serum Institute memberikan klarifikasi ke AFP pada tanggal 28 Desember 2021. Ada tiga alasan cuitan tersebut keliru. Pertama, di banyak tempat, termasuk Denmark, individu yang divaksinasi dites Covid-19 lebih sering daripada individu yang tidak divaksinasi sehingga tingkat kejadian pada individu yang tervaksinasi menjadi lebih tinggi dibandingkan yang tidak divaksinasi. Kedua, identifikasi kasus Omicron di Denmark berasal dari individu yang telah bepergian ke luar negeri dan sebagian besar telah tervaksinasi. Ketiga, perkiraan studi tentang efektivitas vaksin didasarkan pada asumsi bahwa orang yang divaksinasi dan tidak divaksinasi mengambil tindakan pencegahan yang sama terhadap Covid-19. Pada kenyataannya, orang-orang di Denmark yang tidak divaksinasi biasanya lebih menaati protokol kesehatan dan lebih menghindari kegiatan berisiko tinggi daripada mereka yang telah menerima suntikan sehingga efektivitas vaksin tidak dapat tercermin seutuhnya dalam penelitian.

 

Cuitan yang sudah di-retweet sebanyak lebih dari 16.100 kali itu telah dinyatakan keliru dan dinyatakan sebagai disinformasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Peneliti merekomendasikan masyarakat untuk melakukan vaksinasi penuh dan melanjutkan vaksinasi booster setelah vaksin penuh. Mari kita segera vaksinasi booster agar lebih terlindung dari Covid-19.

 

Referensi:

  1. https://www.kominfo.go.id/content/detail/39267/disinformasi-penerima-vaksin-Covid-19-lebih-mudah-terinfeksi-omicron/0/laporan_isu_hoaks
  2. https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.12.20.21267966v3
  3. https://factcheck.afp.com/http%253A%252F%252Fdoc.afp.com%252F9VK7LW

 

Penulis: Medhavini Tanuardi
Editor: Albertus Raditya Danendra

Share your thoughts