Prosesi Pemakaman Jenazah Korban Covid-19: Mengapa Harus Berbeda?
Angka kematian akibat Covid-19 kian bertambah hari demi hari. Kondisi ini lantas memancing kekhawatiran publik terkait proses pemulasaran jenazah korban infeksi virus corona tersebut. Meskipun hingga kini belum ada bukti ilmiah yang mengatakan bahwa jasad pasien terinfeksi Covid-19 mampu menjadi agen penularan, WHO secara tegas memberlakukan protokol internasional pemulasaran jenazah infeksius sebagai bentuk prevensi.
Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap jenazah, langkah sigap WHO ini diharapkan mampu mencegah kontak antara jasad dengan keluarga yang sehat. Perlu diketahui bahwa virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, merupakan virus jenis baru yang proses transmisi serta progresi infeksinya belum diketaui secara pasti. Untuk itu, protokol penanganan infeksi, termasuk proses pemulasaran jenazah dibuat seketat mungkin.
Mengapa harus berbeda?
Sejumlah ahli menduga bahwa jasad pasien Covid-19 memiliki paru-paru dan organ tubuh yang mungkin masih mengandung virus hidup. Virus yang keluar dari tubuh masih dapat bertahan di suhu ruang selama 48-72 jam. Sementara itu, pengurusan jenazah tentunya melibatkan kontak erat, seperti memandikan hingga menguburkan. Upacara pemakaman juga melibatkan kerumunan massa. Hal tersebut meningkatkan risiko penularan tidak hanya pada petugas pemakaman tetapi juga keluarga dan kerabat yang datang.
Protokol Pemulasaran Jenazah Covid-19
WHO telah membuat protokol pemulasaran jenazah terinfeksi Covid-19. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam protokol tersebut.
- Petugas (tenaga medis atau tim pemakaman) yang berkontak dengan tubuh jenazah menerapkan tindakan kewaspadaan standar, meliputi:
- mencuci tangan;
- menjaga kebersihan lingkungan; dan
- menggunakan APD yang sesuai (gaun, sarung tangan, kacamata, masker).
- Petugas boleh memandikan, merapikan rambut, memotong kuku jenazah.
- Keluarga diperbolehkan melihat jenazah, namun tidak menyentuh dan tetap menjaga jarak (minimal 1 meter) serta mencuci tangan dengan sabun setelahnya.
- Anak-anak, lansia >60 tahun, orang dengan imunosupresi (sistem kekebalan tubuh lemah), dan orang dengan gejala pernapasan tidak diperbolehkan melakukan kontak dengan jenazah
- Upacara adat sebaiknya ditunda setidaknya sampai wabah berakhir atau tanpa pengumpulan massa.
Pemulasaran Jenazah Sesuai Agama
Pemulasaran jenazah pasien Covid-19 di Indonesia disesuaikan dengan aturan keagamaan dan kepercayaan masing-masing. Hal ini telah diatur oleh Kementerian Agama Republik Indonesia melalui publikasi surat edaran protokol pengurusan jenazah terinfeksi Covid-19.
Pengurusan jenazah Muslim disesuaikan dengan Fatwa MUI No. 18 tahun 2020. Pemulasaran dilakukan oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit yang ditetapkan oleh Kemenkes. Jenazah ditutup kain kafan/plastik, lalu disalatkan di rumah sakit atau masjid yang sudah didisinfeksi sebelum dan sesudahnya. Lokasi pemakanan minimal 50 meter dari sumber air tanah dan 500 meter dari permukiman terdekat. Jenazah dikuburkan pada kedalaman 1,5 meter dan ditutup dengan tanah setinggi 1 meter.
Jenazah beragama Kristen dan Katolik menggunakan pakaian sepantasnya lalu dimasukkan ke dalam kantung jenazah (plastik) dan peti. Ibadah pemakaman selanjutnya diatur oleh petugas gereja dengan prosedur biasa dan hanya boleh mengikutsertakan keluarga dengan jumlah yang ditetapkan petugas kesehatan.
Bagi jenazah beragama Hindu, proses Upacara Pita Yajna sebaiknya melalui proses kremasi atau dikubur dengan sesajen sederhana sehingga tidak melibatkan banyak orang. Proses upacara di krematorium atau pemakaman hanya dilaksanakan dengan jumlah orang yang terbatas, yaitu Pinandita Lokapalasraya, Sarati Banten, dan pihak keluarga terdekat. Apabila hendak mengadakan Ngaben maka upacaranya dilaksanakan melalui proses kremasi.
Sementara itu, upacara kedukaan agama Buddha mulai dari memasukkan jenazah ke peti, penutupan, pemberangkatan dan penyempurnaan dilakukan oleh petugas rumah sakit bersama Pandita (jika memungkinkan). Penyempurnaan jenazah dapat dilakukan dengan cara pemakaman atau kremasi. Seluruh prosedur tersebut tidak boleh dilakukan lebih dari 4 jam dan harus sesuai dengan protokol kewaspadaan terhadap Covid-19.
Lihat juga seputar Covid-19 di sini.
Referensi:
- Organization W. Infection prevention and control for the safe management of a dead body in the context of COVID-19: interim guidance, 24 March 2020 [Internet]. Apps.who.int. 2020 [cited 4 April 2020]. Available from: https://apps.who.int/iris/handle/10665/331538
- Eropean Centre for Disease Prevention and Control. Considerations related to the safe handling of bodies of deceased persons with suspected or confirmed COVID-19. Stockholm: ECDC; 2020
- Surat edaran direktur jenderal bimbingan masyarakat islam nomor P-003/DJ.III/HK.00.7/04/2020 tentang protokol penanganan Covid 19 paa area publik dan protokol penanganan jenazah [Internet]. Kemenag.go.id. 2020 [cited 4 April 2020]. Available from: https://kemenag.go.id/home/artikel/43325
- Imbauan direktur jenderal bimbingan masyarakat buddha perihal pelaksanaan ibadah, pencegahan virus covid-19 dan perawatan jenazah [Internet]. Kemenag.go.id 2020 [cited 4 April 2020]. Available from : https://kemenag.go.id/home/artikel/43321
- Imbauan direktur jenderal bimbingan masyarakat hindu perihal layanan di lingkungan direktorat jenderal bimbingan masyarakat hindu dan pedoman perawatan jenazah dan upacara pitra yajna bagi jenazah pasien Covid-19 [Internet]. Kemenag.go.id 2020 [cited 4 April 2020]. Available from : https://kemenag.go.id/home/artikel/43319
- Imbauan direktur jenderal bimbingan masyarakat kristen perihal layanan ibadah, layanan pemberkatan nikah, layanan penguburan terkait darurat Covid 19 [Internet]. Kemenag.go.id 2020 [cited 4 April 2020]. Available from : https://kemenag.go.id/home/artikel/43318