Ranitidin, Sahabat Asam Lambung atau Karsinogen?

ranitidin

Penggunaan Ranitidin pada tahun 2019 sempat ditarik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), apakah penyebabnya?

 

Ranitidin merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala tukak lambung, nyeri ulu hati, penyakit refluks gastroesofageal (GERD), dan penyakit lainnya yang berkaitan dengan produksi asam lambung. Ranitidin bekerja sebagai antagonis reseptor histamin H2 sehingga sekresi asam lambung dapat dikurangi dan keasaman lambung pun dapat menurun. Obat ini sudah digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1983. Selain itu, negara lain pun turut menjadi target pasar dari obat ini, termasuk Indonesia.

 

Pada tahun 2019, peredaranobat ini sempat dihentikan oleh BPOM akibat laporan dari US Food and Drug Administration (US-FDA) dan European Medicine Agency (EMA) bahwa ranitidin terkontaminasi oleh suatu zat yang bersifat karsinogenik bagi manusia. Zat tersebut adalah nitrosodimethylamine (NDMA). NDMA merupakan suatu turunan nitrosamin yang dapat ditemukan pada makanan, produk kosmetik, atau terkontaminasi di udara, air, atau tanah sehingga masuk ke dalam tubuh manusia dan bersifat karsinogen.

 

Penelitian yang dilakukan oleh Gerald McGwin menyatakan bahwa penggunaan ranitidin meningkatkan risiko terjadinya kanker gastrointestinal. Pada penelitian tersebut ditemukan fakta bahwa penggunaan ranitidin yang terkontaminasi NDMA dapat meningkatkan risiko kanker lambung atau esofagus hingga 2,4 kali lipat. Penelitian ini juga meneliti kandungan ranitidin pada obat-obatan yang beredar secara luas di masyarakat. Kesimpulan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat 2,5 juta nanogram NDMA di dalam sampel ranitidin. Jika dikonsumsi harian oleh seseorang dengan berat badan 70 kilogram, didapatkan hasil bahwa setidaknya terdapat 35 mikrogram/kilogram NDMA yang dikonsumsi tiap harinya. Apabila dibandingkan dengan kadar NDMA yang dapat memicu pembentukan kanker pada tikus, angka tersebut tiga kali lebih tinggi. Dengan adanya penemuan tersebut, US FDA menyatakan bahwa kadar NDMA yang aman untuk dikonsumsi per harinya adalah 0,096 mikrogram.

 

Selain adanya risiko kanker gastrointestinal, NDMA juga meningkatkan risiko terjadinya kanker hati. Hati merupakan organ penting yang berperan dalam metabolisme nitrosamine yang merupakan salah satu komponen pembentuk NDMA. Dari beberapa penelitian ditemukan adanya korelasi positif antara dosis NDMA dengan insidens kanker hati. Namun, pada beberapa penelitian tidak ditemukan adanya hubungan positif antara keduanya sehingga studi lebih lanjut masih perlu dilakukan.

 

Ranitidin sebagai salah satu obat pilihan dalam mengalami masalah asam lambung bagi seluruh rakyat Indonesia, sebenarnya apakah pantas untuk dipertahankan penggunaannya? Ranitidin memiliki efek samping berupa konstipasi, diare, mual, rasa tidak nyaman pada perut, pusing, dan sakit kepala. Namun, beberapa jurnal menemukan adanya risiko kanker pada ranitidin akibat NDMA yang terkandung di dalamnya. Dengan ditemukannya fakta tersebut, sudah sepantasnya rakyat menyadari obat yang dikonsumsinya dan memilih terapi yang aman tidak hanya untuk masa sekarang, tetapi juga di masa depan.

 

Untuk mengatasi masalah tersebut, masyarakat tidak perlu risau karena pemerintah telah mengambil langkah tegas dan sigap terkait penggunaan ranitidin di Indonesia. Pada tahun 2019, BPOM menarik penggunaan ranitidin di masyarakat dan menginstruksikan perusahaan farmasi untuk menghentikan produksi obat ini. Untuk menggantikan ranitidin sebagai obat asam lambung, terdapat berbagai pilihan lain yang dapat dipilih oleh tenaga kesehatan atau masyarakat. Obat tersebut meliputi golongan H2 antagonis, seperti famotidin atau cimetidin. Tidak hanya itu, ada juga obat golongan antasida, penghambat pompa proton (PPI), dan sitoprotektif yang juga dapat menjadi opsi aman selain penggunaan ranitidin. Saat ini, masyarakat tidak perlu khawatir karena BPOM telah mengawasi dan menginstruksikan bahwa ranitidin yang boleh beredar adalah ranitidin dengan kandungan NDMA maksimal 96 mikrogram/hari. Oleh karena itu, penting menjadi konsumen yang cerdas dan selalu berhati-hati terhadap kandungan obat-obatan yang dikonsumsi.

Penulis: Fadila
Editor: Alifa

 

Sumber:

  1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7793066/
  2. https://www.pom.go.id/new/view/direct/hotissue-ranitidin

 

Share your thoughts