Sindrom Mata Kering, Hal Umum yang Sering Diabaikan

Sindrom mata kering (SMK) adalah gangguan yang terjadi pada permukaan mata akibat tidak stabilnya produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Di seluruh dunia, sekitar 10– 30% orang menderita mata kering dan di Indonesia, jumlah kejadian mata kering diperkirakan sebesar 27,5%. Sindrom mata kering ini sangatlah prevalen, tetapi banyak yang mengabaikannya karena merasa bahwa mata kering disebabkan oleh kelelahan biasa.
Kornea seharusnya selalu dialiri oleh air mata ketika berkedip untuk memberikan nutrisi serta melindungi mata dari lingkungan luar. Air mata berperan penting dalam melindung mata dari unsur-unsur mengganggu dan menjaga permukaan mata tetap halus. Oleh karena itu, saat terjadinya gangguan pada produksi air mata, fungsi mata dapat saja terganggu.
Tingkat keparahan sindrom mata kering bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Meskipun gejala yang ditemui sebagian besar masih ringan, gejala-gejala ini dapat memberat apabila penderita berada dalam kondisi tertentu, seperti terlalu lama menatap layar ponsel, berada di lingkungan yang kering, atau membaca dalam waktu lama.
Tujuan dari penanganan sindrom mata kering adalah meringankan gejala dan mengatasi penyebabnya. Apabila sindrom mata kering disebabkan oleh faktor medis, faktor medis tersebut akan ditangani lebih dahulu.
Tata laksana dari SMK bergantung pada tingkat keparahan yang dialami oleh pasien. SMK diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu ringan, sedang, dan berat. Pada pasien dengan SMK ringan, gejala yang dialami mungkin tidak disadari, hanya sedikit rasa tidak nyaman yang sesekali muncul. Sedangkan pada pasien dengan SMK sedang hingga berat, rasa tidak nyaman yang dialami oleh pasien sudah menetap hingga mengganggu aktivitas.
Untuk pasien dengan SMK ringan, tata laksana yang dapat diberikan berupa edukasi dan modifikasi lingkungan sekitar untuk mengontrol faktor yang dapat memperparah SMK. Beberapa faktor yang seringkali ditemukan dapat memperparah SMK antara lain menatap layar monitor ataupun smartphone terlalu lama; lingkungan yang berdebu, kering, ataupun berangin; dan penggunaan lensa kontak.
Selain itu, beberapa obat diketahui dapat mencetuskan SMK, seperti obat alergi, pereda nyeri, obat tidur, dan kontrasepsi oral sehingga dapat dipertimbangkan untuk dihentikan penggunaannya. Terakhir, terapi kelopak mata dengan kompres hangat dan pemberian air mata buatan dapat dipertimbangkan pada pasien dengan SMK ringan.
Bagi pasien dengan SMK sedang, tata laksana tambahan yang dapat diberikan dapat berupa obat antiinflamasi (kortikosteroid topikal mata) untuk mengontrol peradangan pada fase akut, punctal plugs untuk mempertahankan air mata, dan siklosporin 0,05% topikal untuk meningkatkan produksi air mata.
Untuk pasien dengan SMK berat atau yang gagal setelah terapi konservatif, sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter spesialis mata untuk terapi lebih lanjut. Pilihan terapi lanjutan yang dapat diberikan antara lain obat antiinflamasi sistemik, agen mukolitik, tetes mata serum autologous, oklusi punctal permanen, dan tarsorafi.
Tentu saja mencegah lebih baik daripada mengobati. Selalu utamakan edukasi sebagai pilar utama dalam tata laksana SMK, seperti melindungi mata dari kondisi lingkungan yang buruk, menghindari pemakaian riasan di daerah mata, berhenti merokok, mengurangi menatap layar ponsel, selalu menjaga kebersihan mata, dan mengonsumsi makanan yang baik untuk kondisi mata. Tindakan sederhana di atas dapat membantu penderita mencegah atau mengurangi gejala yang sudah dialami.
Referensi:
- Klinik Mata Nusantara. Pengobatan mata kering di kmn eyecare [internet]. Jakarta:Klinik Mata Nusantara; [cited 20 Aug 2021]. Available from: https://www.klinikmatanusantara.com/id/tindakan-dan-biaya/matakering/#:~:text=Sindrom%20mata%20kering%20adalah%20gangguan,yang% 20datang%20ke%20KMN%20EyeCare.
- Bhavsar, A. A review on revent advances in dry eye: pathogenesis and management. Oman J Ophthalmol. 4(2), pp. 50-56; 2011.
- Karmel, M. American Academy of Ophthalmology. A Quick Guide to Dry Eye; 2014.
Penulis: Raisa Amany
Editor: Kareen Tayuwijaya