Sindrom Nefrotik (Dewasa)
Daftar Isi
Definisi dan Informasi Umum
Sindrom nefrotik merupakan keadaan di mana terjadi penyakit ginjal yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema perifer, dan hiperlipidemia. Sekitar 80-90% kasus sindrom nefrotik disebabkan oleh penyakit glomerulus primer seperti focal segmental glomerulosclerosis, membranous nephropathy, atau minimal change disease, sedangkan sisanya disebabkan oleh penyebab sekunder.1,2
Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang paling sering dialami oleh seseorang dengan sindrom nefrotik adalah1,2:
- Edema ekstremitas bawah yang progresif
- Lelah
Namun, selain gejala umum tersebut, pasien juga dapat mengalami beberapa gejala di bawah ini1,2:
- Sesak napas dengan atau tanpa nyeri dada karena efusi pleura atau asites
- Edema periorbital (edema di sekitar mata)
- Edema di area genitalia
- Asites
- Hipertensi
- Urine berbusa
- Xanthoma eruptif (penimbunan lemak di bawah kulit)
Etiologi dan Patogenesis
Sebagian besar kasus sindrom nefrotik (80-90%) disebabkan oleh penyakit glomerulus primer, di antaranya adalah focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), membranous nephropathy, minimal change disease, membranoproliferative glomerulonephritis, IgA nephropathy, dan C3 glomerulopathy.2,3
Sementara itu, sekitar 10-20% kasus lainnya disebabkan oleh penyakit lain, misalnya nefropati diabetik, systemic lupus erythematosus, amyloidosis, atau penyakit genetik seperti sindrom Alport.2,3
Mekanisme terjadinya kerusakan glomerulus bergantung pada jenis penyakit glomerulus yang ada. Sebagian besar penyakit glomerulus primer merupakan hasil dari mekanisme imun dan antibodi. Adanya antibodi pada glomerulus dapat terjadi melalui 2 cara: (1) pengendapan kompleks antigen-antibodi pada dinding kapiler glomerulus atau mesangium, dan (2) antibodi yang bereaksi langsung in situ pada glomerulus, baik dengan antigen pada glomerulus atau molekul ekstrinsik yang melekat pada glomerulus.2,3
Gambar 1. Mekanisme kerusakan glomerulus akibat antibodi.3
Gambar di atas menunjukkan mekanisme kerusakan glomerulus akibat respons imun antibodi. Perbedaan antara kerusakan glomerulus akibat kompleks imun yang bersirkulasi dan mengendap, atau antibodi yang bereaksi langsung tanpa pembentukan kompleks imun dapat terlihat pada gambaran imunofluoresens, yang berupa granular atau linear.2,3
Patofisiologi
Pada ginjal, terdapat membran dasar glomerulus (glomerular basement membrane) yang berfungsi untuk menyaring zat-zat dari plasma dalam proses filtrasi berdasarkan ukuran molekul dan muatannya. Dalam keadaan normal, protein (terutama albumin) yang berukuran besar dan bermuatan negatif tidak akan dapat melewati membran tersebut, sehingga tidak ditemukan di urine.2,4
Mekanisme terjadinya edema pada sindrom nefrotik kemungkinan terjadi melalui 2 cara: underfill dan overfill hypothesis. Menurut underfill hypothesis, protein yang keluar pada urine menyebabkan penurunan kadar albumin serum. Jika hati ternyata gagal memproduksi protein lebih sebagai kompensasi terhadap kehilangan ini, maka konsentrasi albumin plasma akan menurun. Tekanan onkotik plasma menurun, sehingga air cenderung keluar ke ruang interstisial.2,4
Sementara itu, menurut overfill hypothesis, sindrom nefrotik dapat menyebabkan retensi natrium. Hal ini diduga dipicu oleh aktifnya kanal natrium (epithelial sodium channel atau ENaC) pada duktus kolektivus akibat proteinuria. Akibatnya, terjadi penurunan sekresi Na pada urine, terjadi retensi Na, dan dengan demikian, diikuti oleh retensi cairan.2,4
Diagnosis
Kriteria diagnosis sindrom nefrotik pada orang dewasa adalah sebagai berikut1,2:
- Proteinuria >3,5 g/24 jam atau rasio protein urine sewaktu terhadap kreatinin >300-350 mg/mmol
- Terdapat edema perifer
- Albumin serum <2,5-3 g/dL
Hiperlipidemia yang cukup parah juga sering ditemukan pada sindrom nefrotik. Kadar kolesterol total dapat mencapai >386 mg/dL (10 mmol/L).
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengonfirmasi proteinuria, menilai komplikasi, dan mengidentifikasi penyebab. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, urinalisis, dan pemeriksaan darah spesifik yang mengarah pada kecurigaan penyakit tertentu, serta pencitraan atau biopsi ginjal jika diperlukan.1,2
Pemeriksaan darah rutin dapat mengidentifikasi kadar albumin serum yang seharusnya menjadi rendah pada sindrom nefrotik. Nitrogen urea darah serta kreatinin serum kadang dapat meningkat. Pemeriksaan lipid juga dapat menemukan adanya peningkatan kadar LDL (low density lipoprotein), total kolesterol, dan trigliserida yang meningkat. Sementara urinalisis digunakan untuk menilai kadar protein pada urine, serta mengidentifikasi hematuria serta infeksi jika ada.1,2
Biopsi ginjal diindikasikan untuk kasus sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya agar dapat menegakkan diagnosisnya. Diagnosis patologis pada kasus ini penting karena minimal change disease, focal glomerulosclerosis, dan membranous nephropathy memiliki pilihan tata laksana dan prognosis yang berbeda. Namun, untuk sindrom nefrotik dengan penyebab yang jelas, misalnya pada pasien dengan diabetes kronik, biopsi ginjal tidak perlu dilakukan lagi.1,2
Tata Laksana
Tata laksana ditujukan untuk menangani gejala klinis serta patologi ginjal yang menyebabkan sindrom nefrotik tersebut. Secara umum, karena retensi natrium berperan penting dalam patofisiologi sindrom nefrotik, maka pasien dianjurkan untuk membatasi konsumsi natrium <3 gram per hari dan cairan sebanyak <1500 mL per hari.2,5
Untuk edema, umumnya pasien dapat diberikan obat diuretik. Namun, pasien sindrom nefrotik sering kali resistan terhadap diuretik meskipun filtrasi glomerulusnya masih normal. Diuretik yang paling sering digunakan adalah loop diuretic, dimulai dengan sediaan oral. Furosemide 40 mg oral 2 kali per hari atau bumetanide 1 mg 2 kali per hari dapat diberikan sebagai dosis awal, dengan peningkatan dosis setiap 1-3 hari apabila respons masih inadekuat. Sediaan diuretik intravena dapat diberikan apabila absorpsi oral pasien tidak baik.2,5
Antikoagulan dapat diberikan pada pasien dengan risiko tinggi trombosis vena, meski tidak rutin dilakukan. Selain itu, ACEI (angiotensin-converting enzyme inhibitor) atau ARB (angiotensin receptor blocker) sering dianjurkan untuk pasien sindrom nefrotik karena efek anti-proteinurianya. Kortikosteroid juga sering digunakan untuk terapi sindrom nefrotik, meskipun hasil studi belum sepenuhnya merekomendasikan terapi ini. Namun, pemberiannya bergantung pada jenis patologi ginjal yang terjadi.2,5
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom adalah sebagai berikut:2,5
- Penyakit tromboemboli, seperti trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) atau trombosis vena renalis
- Infeksi, seperti selulitis dan pneumonia
- Gagal ginjal akut dan kronik
- Hiperlipidemia
Prognosis sindrom nefrotik bergantung pada patologi ginjal yang menjadi penyebabnya serta keadaan klinis pasien. Untuk membranous nephropathy yang idiopatik, salah satu penyebab sindrom nefrotik yang paling sering pada orang dewasa, prognosisnya cukup baik. Sementara itu, patologi lain, misalnya focal segmental glomerulosclerosis, memiliki prognosis yang lebih buruk dan derajat proteinuria sangat berperan penting sebagai faktor prognosis. Oleh sebab itu, penegakan diagnosis patologi penting untuk menilai prognosis pasien sindrom nefrotik.2,5
Referensi
- McCloskey O, Maxwell AP. Diagnosis and management of nephrotic syndrome. Practitioner. 2017 Feb;261(1801):11-5
- Hull RP, Goldsmith DJ. Nephrotic syndrome in adults. BMJ. 2008 May 24;336(7654):1185-9
- Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathology. 10th Philadelphia: Elevier; 2018. p.549-56
- Denker BM, Rennke HG. Renal Pathophysiology -The Essentials. 4th Edition. Baltimore, MD: Lippincott, Williams, and Wilkins; 2014
- Kodner C. Diagnosis and management of nephrotic syndrome in adults. Am Fam Physician.2016 Mar 15;93(6):479-485.