Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksik

Definisi & Informasi Umum

Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) merupakan reaksi mukokutaneus akut yang mengancam nyawa. Kedua penyakit tersebut ditandai adanya nekrosis lapisan epidermis kulit yang luas hingga epidermis pun terlepas. Kedua penyakit ini mirip dari perjalanannya, tanda gejala, faktor risiko, hingga gambaran histopatologis. Oleh karena itu, saat ini keduanya digolongkan dalam proses yang identik, hanya dibedakan berdasarkan keparahan saja, yakni:1,2

  • Pada SSJ, ditemukan epidermolisis pada <10% luas permukaan badan
  • Pada NET, ditemukan epidermolisis pada >30% luas permukaan badan
  • Pada overlap SSJ-NET, ditemukan epidermolisis pada 10-30% luas permukaan badan

SSJ-NET merupakan penyakit yang jarang terjadi. Secara global, SSJ memiliki insidensi sejumlah 1—6 kasus/juta penduduk/tahun sedangkan NET memiliki insidensi berupa 0,4—1,2 kasus/juta penduduk/tahun. SSJ memiliki angka kematian yang lebih sedikit dibandingkan NET, yakni 5—12%, sedangkan angka kematian NET adalah 25—35%. Data dari ruang rawat inap RSCM menunjukkan bahwa selama tahun 2010-2013 terdapat 57 kasus dengan rincian: SSJ 47,4%, overlap SSJ-NET 19,3%, dan NET 33,3%.2

sinonim: nekrolisis epidermal, Lyell’s disease

Tanda dan Gejala

Gejala SSJ dapat timbul dalam waktu sejak memakai obat hingga 8 minggu setelah awal pajanan obat. Gejala yang terjadi adalah:1,2

  • Gejala nonspesifik (prodromal):
    • mendahului gejala kulit dan terjadi selama 1-3 hari,
    • contohnya demam, sakit kepala, malaise, dan batuk/pilek.
  • Lesi kulit:
    • tersebar simetris pada badan, wajah, dan bagian proksimal ekstremitas
    • awalnya berupa makula eritematosa (bercak kemerahan), serta dapat dijumpai lesi target
    • seiring bertambahnya waktu, lesi kulit meluas dan berkembang menjadi nekrotik sehingga terjadi bula kendur (lepuh) dengan tanda Nikolsky positif.
    • lesi pada mukosa berupa eritema dan erosi yang biasanya dijumpai pada minimal 2 lokasi, yaitu mulut dan konjungtiva. Selain itu, erosi di mukosa genital juga dapat ditemukan.

Erupsi Stevens-Johnson

Gambar 1. Erupsi awal SSJ-NET, terdapat makula eritematosa (bercak kemerahan) berwarna gelap (lesi target datar atipikal) yang secara progresif akan bergabung, disertai melepasnya epidermis.3

vesikel dan lepuhan kulit Stevens-Johnson

Gambar 2. Presentasi awal SSJ-NET dengan vesikel dan lepuhan kulit (blister). Atap lepuhan berwarna gelap yang sangat menyiratkan adanya nekrosis epidermis.3

erupsi lanjutan SSJ-NET

Gambar 3. Erupsi lanjut SSJ-NET. Adanya lepuhan dan pelepasan epidermis telah menyebabkan terjadinya erosi konfluens berukuran besar.3

Nekrosis epidermal

Gambar 4. Nekrolisis epidermal full-blown, ditandai adanya area erosif besar yang seakan-akan terlihat terbakar.3

Etiologi dan Patogenesis

Mekanisme pasti terjadinya SSJ-NET belum sepenuhnya diketahui. Namun, pada lesi SSJ-NET terjadi reaksi inflamasi (radang) akibat reaksi alergi yang dipicu oleh obat. Berbagai obat dilaporkan merupakan penyebab sering dari SSJ-NET, seperti antikonvulsan, sulfonamida, aromatik, allopurinol, dan nevirapin. 2

Perjalanan Stevens-Johnson

Gambar 5. Perjalanan klinis SSJ-NET. Reaksi terhadap obat didahului oleh gejala prodromal yang bersifat tidak spesifik, seperti demam, sakit tenggorokan, dan rasa tidak enak badan. Pengobatan yang baru diberikan untuk gejala prodromal tidak dikaitkan dengan SSJ-NET meskipun terlihat makula ataupun keterlibatan mukosa setelah pemberian obat tersebut. Setelah pasien dirawat, SSJ-NET akan berprogresi hingga mencapai pelepasan kulit yang maksimum dalam 5 hari pasca masuk rumah sakit.3

Diagnosis

Diagnosis SSJ-NET ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, yakni:1,2

  • Penelusuran kronologis perjalanan penyakit
  • Hubungan waktu yang jelas dengan konsumsi obat
  • Gambaran klinis lesi mukosa dan kulit

RIncian diagnosis SSJ-NET:

  • SSJ ditegakkan apabila epidermolisis ditemukan <10% luas permukaan badan
  • NET ditegakkan apabila epidermolisis >30% luas permukaan badan
  • overlap SSJ-NET apabila epidermolisis 10–30% luas permukaan badan

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat mendukung diagnosis SSJ-NET. Namun, pemeriksaan lab seperti analisis gas darah, kadar urea darah (BUN), dan kadar gula darah dapat membantu proses evaluasi keparahan penyakit, prognosis, dan penatalaksaan SSJ-NET dalam ICU.3

Tata Laksana

SSJ-NET merupakan penyakit yang sangat mengancam nyawa dan membutuhkan pengobatan optimal, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit dan dirawat di ruang perawatan khusus.1,2

 

Tata laksana awal dari SSJ-NET adalah menghentikan semua obat yang dapat menyebabkan SSJ-NET. Manajemen selanjutnya adalah memastikan tidak ada ancaman jalan napas, masalah pernapasan, dan gangguan sirkulasi.

Selanjutnya, dapat diberikan obat-obatan untuk membantu perbaikan kondisi kulit, yakni:

  • Kortikosteroid Sistemik Dexamethasone IV, dengan dosis:
    • SSJ: 1-4 mg/kgBB/hari
    • SSJ-NET: 3-4 mg/kgBB/hari
    • NET: 4-6 mg/kgBB/hari
  • Antinyeri sesuai indikasi

 

Komplikasi & prognosis

Prognosis Sindrom Stevens-Johnson – Nekrolisis Epidermal Toksik ditentukan berdasarkan SCORTEN, yakni suatu perhitungan untuk memperkirakan mortalitas pasien. Masing-masing kriteria dinilai 1 dan setelah dijumlahkan akan mengarah pada prognosis angka mortalitas penyakit. Penilaian nilai SCORTEN paling baik dilakukan pada 24 jam pertama dan hari ke-5. Kriteria yang tercakup antara lain:1,2

  1. Usia >40 tahun
  2. Denyut jantung >120 kali/menit
  3. Ada keganasan
  4. Luas epidermolisis >10% luas permukaan tubuh
  5. Serum urea >28 mg/dL
  6. Glukosa >252 mg/dL
  7. Bikarbonat <20 mmol/L

Nilai SCORTEN akan menentukan persentase angka mortalitas pada pasien SSJ-NET, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Angka kematian pasien SSJ-NET berdasarkan nilai SCORTEN.2

tabel SCORTEN SSJ-NET

Komplikasi yang dapat timbul akibat SSJ-NET adalah sepsis dan kegagalan multiorgan, seperti gagal ginjal dan gagal jantung.1,2

Referensi

  1. Sindrom Stevens-Johnson. In : Panduan praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. PERDOSKI;2017.
  2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta:Badan penerbit FKUI;2014.
  3. Mockenhaupt M, Roujeau J. Epidermal necrolysis (stevens-johnson syndrome and toxic epidermal nedrolysis). In : Fitzpatricks dermatology in general medicine. 8th ed. Mc-Graw Hill;2012. p.733-45.

Share your thoughts