Skrining Pra Nikah: Persiapan Dini Kesehatan Ibu dan Anak

Kesehatan ibu dan anak merupakan bagian dari kesehatan global yang menjadi prioritas bersama. Sustainable Development Goals (SDG) sebagai tindak lanjut pasca Millenium Development Goals (MDG) menetapkan kesehatan ibu dan anak, termasuk dalam hal ini kesehatan reproduksi, agar mampu diakses secara universal pada tahun 2030. Kesehatan reproduksi menjadi titik awal perkembangan kesehatan ibu dan anak yang dapat dipersiapkan sejak dini, bahkan sebelum seorang perempuan menjadi ibu. Persiapan tersebut dapat dilakukan melalui skrining pra nikah.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), skrining pra nikah atau disebut juga perawatan pra pembuahan, adalah serangkaian intervensi yang bertujuan mengidentifikasi dan memodifikasi risiko biomedis, perilaku, dan sosial yang berkaitan dengan kesehatan wanita serta hasil kehamilan nantinya. Skrining pra nikah dilakukan sebagai langkah pertama untuk memastikan kesehatan calon ibu serta calon anak sedini mungkin, bahkan sebelum proses pembuahan terjadi.

Gambar 1 - Skrining Pra Nikah (AAFP, 2013)
Gambar 1 – Skrining Pra Nikah (AAFP, 2013)

Secara umum terdapat hal-hal utama yang perlu diperhatikan pada skrining pra nikah, terutama pada calon ibu. Menurut panduan American Association of Family Physician (AAFP), hal-hal tersebut yaitu:

  • Paparan lingkungan

Cek apakah terdapat paparan bahan kimia di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, dan lakukan konseling pada calon ibu.

  • Riwayat genetik di keluarga

Lakukan skrining kelainan genetik dan kelainan bawaan di keluarga. Apabila terdapat faktor risiko, sebaiknya dilakukan tes khusus bagi kedua calon orang tua.

  • Medikasi (pengobatan)

Pastikan tidak ada obat-obatan teratogenik (obat yang berpotensi menimbulkan kelainan bawaan) yang digunakan calon ibu. Bagi calon ibu dengan penyakit kronis seperti darah tinggi, kencing manis, disarankan untuk menggunakan pilihan obat yang lebih aman.

  • Gangguan kejiwaan

Skrining apakah terdapat gangguan cemas ataupun depresi pada calon ibu.

  • Faktor psikososial

Skrining apakah terdapat risiko kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

  • Penggunaan obat terlarang dan alcohol

Skrining konsumsi alkohol, merokok, dan obat terlarang pada calon ibu.

Setelah dilakukan skrining terhadap hal-hal utama, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan tersebut meliputi:

  1. Pemeriksaan fisik utama

Tekanan darah dan indeks massa tubuh calon ibu penting untuk diketahui saat dilakukan pemeriksaan fisik.

a. Tekanan darah

Tekanan darah tinggi memiliki berbagai dampak pada kesehatan ibu dan anak nantinya, terutama saat ibu sedang hamil. Ibu dapat mengalami komplikasi fatal seperti kejang pada saat hamil, sedangkan efek pada janin juga beragam seperti pertumbuhan janin terhambat. Selain itu, jika calon ibu diketahui memiliki penyakit darah tinggi, maka pilihan obat pun harus disesuaikan terutama sebelum memulai proses pembuahan. Obat golongan ACE inhibitor seperti Captopril wajib dihindari karena memiliki efek teratogenik pada janin.

b. Indeks massa tubuh

Indeks massa tubuh juga perlu diperhatikan karena pada calon ibu dapat berisiko menyebabkan kencing manis saat hamil (diabetes gestasional), darah tinggi saat hamil, dan lainnya.

  1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan darah

  • Pemeriksaan darah rutin meliputi kadar haemoglobin (Hb), hematokrit, sel darah putih (leukosit), dan trombosit.
  • Pemeriksaan kadar gula darah dan kadar kolesterol.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah calon ibu mengalami anemia (kekurangan zat besi), adanya gangguan pembekuan darah, kencing manis (diabetes mellitus), dan risiko ke arah penyakit jantung. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol saat hamil dapat menyebabkan berbagai komplikasi terutama pada bayi baru lahir, yaitu makrosomia (berat badan lahir > 4 kg). Makrosomia pada bayi dapat berakibat fatal karena bayi dapat mengalami kekurangan gula darah (hipoglikemia) dalam waktu cepat, yang jika terlambat ditangani dapat mengakibatkan kematian.

  • Pemeriksaan golongan darah dan Rhesus (terutama jika calon ibu adalah ras Kaukasia karena hasil Rhesus dominan negatif).

Kedua pemeriksaan ini bertujuan untuk mencegah risiko penyakit autoimun pada bayi baru lahir seperti inkompatibilitas ABO dan Rhesus yang dapat berakibat fatal. Selain itu golongan darah calon ibu juga perlu diketahui sejak awal untuk persiapan darah sebelum proses persalinan berlangsung, sehingga jika terdapat komplikasi perdarahan pasca salin pertolongan dapat diberikan lebih cepat.

  • Skrining thalassemia, hemofilia, dan sickle cell disease (penyakit sel sabit).

Ketiga penyakit tersebut merupakan penyakit herediter (diturunkan secara genetik) yang sebaiknya telah diketahui kemungkinan terjadinya pada calon anak sejak dini. Transfusi darah seumur hidup merupakan salah satu dari berbagai risiko yang dapat timbul pada anak dengan penyakit thalassemia, sehingga skrining risiko sejak dini pada kedua calon orang tua amat membantu dalam memperkirakan kemungkinan terjadinya thalassemia.

  • Skrining penyakit menular seksual

Pada kelompok yang berisiko terinfeksi penyakit menular seksual, perlu dilakukan skrining terhadap penyakit gonore, non-gonore, sifilis, dan herpes simpleks

Skrining HIV saat ini menjadi skrining universal, maksudnya sangat dianjurkan untuk dilakukan pada siapapun tanpa melihat ada tidaknya faktor risiko HIV. Status HIV kedua calon orang tua penting untuk diketahui, terutama pada calon ibu karena virus tersebut dapat ditularkan ke janin melalui plasenta.

b. Pemeriksaan urin

Perlu dilakukan untuk melihat kondisi ginjal dan risiko infeksi saluran kemih pada calon ibu.

c. Skrining TB (tuberkulosis)

Skrining penyakit TB juga penting dilakukan terutama pada calon orang tua dengan gejala TB seperti batuk dahak lebih dari 2 minggu, penurunan berat badan, demam yang dirasa terus menerus, dan lainnya.

Selanjutnya perlu dilakukan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi pada calon ibu dan calon anak. Imunisasi yang dianjurkan pada saat skrining pra nikah adalah tetanus, MMR (measles, mumps, rubella), varicella (cacar air), dan pada kelompok berisiko dianjurkan untuk imunisasi hepatitis B. Imunisasi tetanus sangat penting diberikan untuk mencegah komplikasi tetanus neonatorum yang dapat berakibat fatal pada bayi baru lahir. Imunisasi tetanus menjadi salah satu persyaratan sebelum menikah yang ditentukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA), dimana calon ibu wajib telah diimunisasi tetanus minimal 2 kali dari total 5 kali pemberian. Interval pemberian tetanus terlampir pada tabel di bawah ini:

Tabel 1           Interval Pemberian Imunisasi Tetanus

Pemberian Selang Waktu Minimal
TT1 Saat kunjungan pertama
TT2 4 minggu setelah TT1
TT3 6 bulan setelah TT2
TT4 1 tahun setelah TT3
TT5 1 tahun setelah TT4

 

Imunisasi MMR dan varicella diberikan sebelum merencanakan kehamilan. MMR diberikan minimal tiga bulan sebelum mulai hamil, sedangkan varicella diberikan minimal satu bulan sebelum mulai hamil.

Gambar 2 - Rekomendasi Imunisasi Dewasa PAPDI (Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia)
Gambar 2 – Rekomendasi Imunisasi Dewasa PAPDI (Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia)

Pemberian asam folat juga dilakukan sebelum kehamilan dimulai dan dilanjutkan hingga 6-12 minggu pasca pembuahan untuk mengurangi risiko kelainan bawaan berupa neural tube defect. Dosis yang dikonsumsi adalah 400 mikrogram sehari.

Poin-poin skrining pra nikah di atas merupakan adaptasi dari panduan CDC, Amerika Serikat. Di Indonesia belum ada panduan khusus skrining pra nikah. Kondisi tersebut amat disayangkan karena kesehatan ibu dan anak harus dipersiapkan sejak dini. Selain itu gambaran penyakit di negara kita dengan negara lain belum tentu sama, sehingga panduan negara lain yang diadaptasi belum tentu sesuai dengan kondisi kesehatan masyarakat Indonesia. Contohnya skrining penyakit sel sabit yang sebetulnya dominan terjadi di masyarakat Timur tengah dan jarang terjadi di Asia.

Pemegang kebijakan kesehatan di Indonesia sebaiknya mulai merintis panduan dan anjuran skrining pra nikah bersama dengan perwakilan praktisi kesehatan. Edukasi dan konseling yang tepat guna sebelum menikah diharapkan dapat membawa dampak positif, tidak hanya bagi calon orang tua saja namun juga bagi calon generasi penerus yang lebih baik.

Referensi

  1. Farahi Narges, Zolotor Adam. Recommendations for preconception counseling and care. Am Fam Physician. 2013;88(8):499-506
  2. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
  3. United Nations Women. SDG 3: Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages. [Internet]. [13 Juli 2016] unwomen.org/en/news/in-focus/women-and-the-sdgs/sdg-3-good-health-well-being
  4. Cek Kesehatan Sebelum Menikah [Internet] [13 Juli 2016] pranikah.org/pranikah/cek-kesehatan-sebelum-menikah/
  5. Memish ZA, Saeedi MY. Six-year outcome of the national premarital screening and genetic counselling program for sickle cell disease and b-thalassemia in Saudi Arabia. Annals of Saudi Medicine; 2011; 31(3): 229-235.
  6. Catatan Imunisasi dan Jadwal Imunisasi Dewasa PB PAPDI [Internet] [13 Juli 2016] http://www.pbpapdi.org/papdi.php?pb=unduh

Share your thoughts