Stunting

Definisi

Stunting adala gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak, yang disebabkan oleh asupan nutrisi yang buruk, infeksi berulang, dan kondisi sosiekonomi. Anak dianggap stunting apabila tinggi badan anak lebih rendah >2 standar deviasi dari median untuk usianya menurut standar pertumbuhan WHO.1

Pada tahun 2017, sebanyak 22,2% balita di Indonesia mengalami stunting. Setengah balita stunting (55%) di dunia berasal dari Asia. Prevalensi stunting di Indonesia merupakan ketiga tertinggi.2

Sinonim: Balita pendek

Faktor Risiko

Hal-hal yang berkontribusi terhadap terjadinya stunting:

  • Kondisi gizi dan kesehatan ibu, baik sebelum, saat, maupun setelah kehamilan, sangat memengaruhi pertumbuhan janin dan memiliki andil dalam stunting. Kondisi tersebut meliputi:
    • Postur tubuh ibu (tinggi dan berat badan): ibu dengan postur pendek/stunting lebih berisiko melahirkan anak yang stunting juga
    • Usia ibu yang masih remaja: kehamilan di usia terlalu muda meningkatkan risiko berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan BBLR mempengaruhi 20% kejadian stunting
    • Jarak antarkehamilan yang terlalu dekat
    • Infeksi pada ibu
    • Gangguan kesehatan mental ibu
    • Hipertensi
    • Asupan nutrisi yang tidak adekuat selama kehamilan: kekurangan energi kronik dapat membuat protein yang dibutuhkan janin tidak tercukupi.2,3
  • Nutrisi bayi setelah lahir yang tidak cukup dapat menyebabkan growth faltering yang berujung kepada stunting. Faktor-faktor nutrisi seperti:
    • Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini
    • Pemberian ASI eksklusif yang gagal
    • Penyapihan dini
    • Kualitas, kuantitas, dan keamanan bahan makanan pendamping ASI
    • Pola asuh dan pola makan lainnya dari ibu.1-4
  • Keberadaan penyakit-penyakit infeksius parah yang berdampak pada pertumbuhan linear, dinilai dari tingkat keparahan, durasi, dan kambuhnya penyakit tersebut. Ketersediaan nutrisi juga penting untuk meningkatkan kualitas proses pemulihan.4
  • Infeksi subklinis akibat sanitasi yang buruk memengaruhi proses penyerapan nutrisi dan sistem pencernaan anak.4

Patofisiologi

Sampai saat ini, patogenesis dan patofisiologi stunting belum dketahui secara jelas. Namun, selain faktor risiko yang dipaparkan di atas, penemuan terbaru menunjukkan adanya peran environmental enteric dysfunction (EED) dalam stunting. EED adalah gangguan pada struktur dan fungsi usus halus (atrofi vili usus, infiltrasi sel-sel radang, hiperplasia kelenjar usus, dll) yang umum dijumpai pada anak-anak yang tinggal di lingkungan yang tidak bersih.5

Keberadaan EED pada bayi sampai masa anak-anak dapat mengamplifikasi gangguan pertumbuhan yang telah ada sejak kehamilan. Bersamaan dengan kekurangan nutrisi dan faktor risiko lainnya, EED membatasi peredaran dan persiapan nutrisi sehingga mengganggu pematangan dan perbanyakan sel-sel epitel usus halus, sel nefron ginjal, sel beta pankreas, miosit pada rangka, sampai kondrosit.5

Mekanisme EED yang berkontribusi terhadap kejadian stunting adalah adanya kebocoran usus, peradangan sistem pencernaan, permeabilitas yang meningkat, dan gangguan penyerapan nutrisi. Selain itu, mayoritas anak dengan EED mengalami kekurangan mikronutrien (vitamin & mineral) sehingga memperparah gangguan sistem pencernaan yang dialami. EED juga menurunkan nafsu makan anak dan menghambat growth factor.5

Faktor Eksternal

Menurut WHO, faktor sosial, ekonomi, dan politik juga turut mempengaruhi tingkat terjadinya stunting, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerangka ditunjukkan di bawah.4

stunting
WHO, 2013)

Dari kerangka kerja tersebut, masing-masing kategori saling berdampak sehingga menyebabkan stunting. Sebagai contoh, faktor sanitasi dan ketersediaan air bersih. Secara langsung, penggunaan dan konsumsi air tidak bersih ditambah sanitasi yang buruk (tidak ada kamar mandi yang memiliki septic tank) menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi parasit. Infeksi tersebut akan mengganggu sistem pencernaan. Apabila ada infeksi berulang, pertumbuhan anak akan terganggu dan timbul stunting.4,6

Namun, sanitasi yang buruk dan ketersediaan air bersih yang terbatas dipengaruhi oleh faktor sosioekonomi. Keterbatasan ekonomi membuat masyarakat menggunakan fasilitas seadanya, termasuk sanitasi buruk. Faktor budaya seperti kebiasaan buang air besar di sungai juga turut meningkatkan kejadian stunting.4,6,7

Diagnosis

Jika menemukan anak dengan perawakan pendek, perlu dipikirkan apakah hal tersebut disertai dengan kecepatan tumbuh yang normal atau tidak. Bisa saja anak tersebut memang memiliki perawakan pendek secara keturunan, atau bisa saja disertai dengan kelainan hormon maupun kelainan lain. Pendekatan yang diperlukan adalah:8

  1. Pemantauan tinggi badan secara berkala dan kontinu, sesuai panduan IDAI
  2. Memantau kecepatan pertumbuhan anak dengan meliahat tinggi badan pada grafik kurva pertumbuhan yang sesuai
  3. Mengukur perkiraan tinggi akhir dengan perhitungan mid-parental height dan potensi tinggi genetik8

stunting

Tata Laksana

Penanganan stunting paling baik diberikan dalam dua tahun pertama kehidupan agar memaksimalkan potensi untuk mengejar kekurangannya.

Program yang dilakukan untuk mengintervensi stunting melibatkan:
(1) peningkatan nutrisi wanita
(2) penurunan kejadian BBLR
(3) peningkatan kualitas makanan yang diberikan saat MPASI
(4) menerapkan pola makan yang baik pada bayi
(5) meningkatkan akses terhadap sanitasi yang baik.

Makanan-makanan yang diberikan direkomendasikan menggunakan sayuran dan buah yang segar serta menurunkan angka penggunaan makanan yang diproses/cepat saji. Selain itu, konsumsi vitamin, mineral, serat, dan antioksidan alami perlu ditingkatkan.9

Prognosis

Efek Jangka Pendek

Stunting menyebabkan anak memiliki proporsi tinggi yang tidak optimal dan umumnya disertai dengan massa tubuh yang kurang berisi. Hal tersebut dapat berpengaruh pada kemampan fisik anak yang tidak sekuat anak-anak non stunting. Selain itu, kekebalan tubuh dapat menjadi lebih rentan sehingga mudah sakit akibat malnutrisi. Postur tubuh yang pendek juga dapat membuat anak malu karena tidak setinggi anak-anak lainnya.­4

Efek Jangka Panjang

Terdapat banyak konsekuensi jangka panjang, antara lain:

  • Penurunan kemampuan kognitif, berdampak pada kemampuan akademis masa depan
  • Produktivitas ekonomi yang lebih rendah
  • Daya saing di dunia kerja lebih rendah
  • Bagi perempuan, aliran darah rahim dan pertumbuhan dari rahim, plasenta, dan fetus dapat terganggu, menyebabkan intrauterine growth restriction (IUGR)
  • Panggul perempuan stunting lebih kecil, berkaitan dengan kematian saat proses melahirkan yang terhambat
  • Rentan terhadap sindrom metabolik (seperti diabetes tipe 2) dan perubahan epigenetik
  • Lebih berisiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah.4,10,11

Referensi

  1. Stunting in a nutshell [Internet]. Geneva: World Health Organization; date unknown [cited 2020 Apr]. Available from: www.who.int/nutrition/healthygrowthproj_stunted_videos/en
  2. Kementerian Kesehatan RI. Situasi balita pendek (stunting) di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2018.
  3. Kementerian Kesehatan RI. Cegah stunting dengan perbaikan pola makan, pola asuh dan sanitasi (2) [Internet]. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2018 Apr [cited 2020 Apr]. Available from: www.depkes.go.id/article/view/1804700002/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi-2-.html
  4. Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, et al. Contextualising complementary feeding in a broader framework for stunting prevention. Maternal & Child Nutrition. 2013; 9(Suppl 2): 27-45.
  5. Owino V, Ahmed T, Freemark M, et al. Environmental enteric dysfunction and growth failure/stunting in global child health. Pediatrics. 2016;138(6):e20160641.
  6. Cumming O, Cairncross S. Can water, sanitation, and hygiene help eliminate stunting? Current evidence and policy implications. Maternal & Child Nutrition. 2016;12:91-105.
  7. Mary S. How much does economic growth contribute to child stunting reduction? Economies. 2018;6(4):55.
  8. Batubara JRL, Tjahjono HA, Aditiawati, editors. Pandian praktik klinis ikatan dokter anak Indonesia: Perawakan pendek pada anak dan remaja di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2017.
  9. Elshazly RMSM, Haridy LAE. Catch up and control of malnutrition in stunted children under the age of 5 years by using recent recipe of nutriition. EC Nutrition. 2018;13(4): 193-9.
  10. Dewey K, Begum K. Long-term consequences of stunting in early life. Maternal & Child Nutrition. 2011;7:5-18.
  11. Deboer M, Lima A, Oria R, et al. Early childhood growth failure and the developmental origins of adult disease: do enteric infections and malnutrition increase risk for the metaboolic syndrome? Nutrition Reviews. 2012;70(11):642-53.

Share your thoughts