Telemedicine sebagai Solusi Pelayanan Pasien Tuberkulosis

Tuberkulosis sebagai masalah kesehatan global, kini diperparah oleh adanya pandemi Covid-19. Benarkah Telemedicine adalah solusi?

telemedicine

Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil tahan asam yakni Mycobacterium tuberculosis. Secara global, terjadi penurunan diagnosis dan laporan baru TB dari 7,1 juta temuan kasus pada 2019 menjadi 5,8 juta pada 2020. Salah satu negara yang berkontribusi pada penurunan temuan kasus secara global adalah Indonesia. Jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia yang ditemukan pada tahun 2020 telahdan menurun dibandingkan pada tahun 2019 sebanyak. Walaupun demikian, dampak segera dari adanya penurunan temuan kasus TB pada 2020 adalah peningkatan jumlah pasien yang meninggal baik pada skala global, regional, maupun nasional.

Penurunan deteksi dan pelaporan kasus TB selama pandemi Covid-19 disebabkan oleh adanya hambatangangguan pelayanan diagnostik dan terapi TB selama pandemi, pembatasan sosial, kekhawatiran akan risiko terpapar Covid-19 di fasilitas kesehatan, dan stigma terkait kemiripan gejala TB dan Covid-19. Alhasil, target Strategi END TB pada tahun 2020, yang dicanangkan mengalami penurunan sebesar 35% untuk jumlah kematian TB dan penurunan 20% pada tingkat kejadian TB dibandingkan tahun 2015, tidak tercapai. Selain itu, WHO memperkirakan bahwa angka mortalitas TB akan memburuk pada 2021-2022.

Jika melihat karakteristik Mycobacterium tuberculosis sebagai agen penyebab TB, bakteri ini umumnya menular umumnya melalui inhalasi seperti saat seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau bicara. Risiko transmisinya menjadi meningkat jika didukung berbagai faktor, baik Terdapat beberapa faktor risiko TB yang terbagi menjadi faktor individu maupundan lingkungan. Faktor individu dapat berkaitan dengan usia, jenis kelamin, status kekebalan tubuh, malnutrisi, konsumsi alkohol tinggi, perokok, dan diabetes. Adapun faktor lingkungan meliputi kepadatan penduduk, tempat tinggal dengan sirkulasi udara yang buruk, dan ruangan dengan sinar matahari yang kurang.

Jika melihat aspek gejalanya, tTuberkulosis paru dan Covid-19 memiliki beberapa kemiripan,gejala yang mirip seperti batuk, demam, sesak napas, kelelahan, dan hilangnya nafsu makan. Namun, keduanya tentu masih dapat dibedakan.terdapat perbedaan antara keduanya. pada TB paru aktif Misalnya, TB paru aktifyakni bersifat kronik dengan gejala berupa berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, sementara. Adapun Covid-19 cenderung bersifat akut dengan gejala nyeri otot dan hilangnya kemampuan membau atau mengecap rasa.

Pandemi Covid-19 sedikit banyak telah menjadi tantangan baru untuk program penanganan TB nasional. Penelitian mengidentifikasi beberapa perubahan yang terjadi pada manajemen kontrol TB seperti penurunan pembiayaan pemerintah terhadap pengobatan TB, penurunan kualitas pelayanan dan pengobatan TB, TB dengan resisteansi obat, serta TB dengan HIV. Selain itu, penurunan deteksi kasus dan pelayanan diagnostik cepat TB, serta berkurangnya pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pasien TB turut menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencanangkan solusi inovatif seperti halnya pemanfaatan telemedicine.

Beberapa studi kasus yang dihimpun oleh WHO telah mengungkap penggunaan telemedicine dan terapi observasional berbasis video selama pandemi Covid-19. Moda pelayanan kesehatan berbasis daring tersebut telah berhasil dipakai di beberapa negara, dalam hal skrining, penyelidikan kontak, dan perawatan psikososial pada pasien TB atau TB dengan Covid-19.

Walaupun demikian, pemakaian telemedicine tetap perlu memperhatikan beberapa hal terkait otonomi dan privasi pasien, hubungan dokter dengan pasien, dan kualitas pelayanan kesehatan. Hubungan dokter dengan pasien harus dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati. Selain itu, dokter turut bertanggung jawab untuk memastikan kerahasiaan pasien, privasi, dan integritas data. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan secara berkala terkait efektivitas, efisiensi, dan keamanan data dari telemedicine.

 

Referensi:

  1. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014 Jul. p. 863-70.
  2. World Health Organization. Global tuberculosis report 2021. Geneva: World Health Organization; 2021.
  3. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2020.
  4. Narasimhan P, Wood J, MacIntyre CR, Mathai D. Risk factors for tuberculosis. Pulm Med. 2013;828939.
  5. Cunha JP. What are the differences between tuberculosis and Covid-19 [Internet]. California: eMedicineHealth; 2021 Apr 28 [cited 2022 Maret 21]. Available from: https://www.emedicinehealth.com/differences_between_tuberculosis_and_covid_19/article
  6. Caren GJ, Iskandar D, Pitaloka DAE, Abdulah R, Suwantika AA. Covid-19 pandemic disruption on the management of tuberculosis treatment in Indonesia. J of Multidisciplinary Healthcare. 2022 Jan 26;15:175-83.
  7. World Health Organization. Programmatic innovations to address challenges in tuberculosis prevention and care during the COVID-19 pandemic. Geneva: World Health Organization; 2021.
  8. World Medical Association. WMA statement on the ethics of telemedicine [Internet]. France: WMA; 2018 Oct. Available from: https://www.wma.net/policies-post/wma-statement-on-the-ethics-of-telemedicine/

Penulis: Cahyadi Budi Sulistyoaji

Editor: Laurentia

Share your thoughts