Tepat Memilih Anestesi dan Analgesik dalam Operasi

Ketika keselamatan dan kebahagiaan pasien yang diutamakan, apa pilihan anestesi dan analgesik terbaik?

Memilih Anestesi dan Analgesi untuk Operasia
Memilih Anestesi dan Analgesi untuk Operasia

Manajemen tindakan analgesi untuk nyeri perioperatif bertujuan agar pasien tidak merasa sakit. Beberapa nyeri yang dialami pasien dan penting untuk dilakukan penanganan adalah sakit karena intubasi, pembedahan, dan sakit pascaoperasi. Langkah penanganan pertama pada nyeri perioperatif adalah dengan memberikan opioid penambahan anestesi lokal yang menjadi blok sensori sehingga rasa sakit terhambat.

Penting bagi seorang dokter untuk dapat memilih obat analgesik paling baik dan rendah efek samping bagi pasiennya. Oleh karena itu, salah satu simposium dalam 17th Indoanesthesia 2020 engambil topik “Improving Anesthesia and Analgesia in The Operating Theatre: Which Drug Should I Choose?“. Simposium ini berlangsung pada hari Sabtu, 15 Februari 2020 di Shangri-La Hotel, Jakarta dengan narasumber dr. Yutu Solihat, SpAn, KAKV dan Dr. Sudadi, dr., SpAn, KNA, KAR.

Untuk mencapai harapan pasien dapat bangun dan lebih cepat pulang pascaoperasi, obat anestesi dan analgesik yang digunakan harus memiliki durasi yang pendek dan awitan baik. Yutu memperkenalkan beberapa jenis opioid yang umum digunakan dokter spesialis anestesiologi. Opioid ini selain berperan dalam mengurangi nyeri perioperatif juga dapat menurunkan respon somatik maupun autonomik terhadap manipulasi pernapasan. Opioid juga berperan meningkatkan stabilitas hemodinamik yang berhubungan dengan analgesik intraoperatif. Fentanil merupakan salah satu analgesik opioid yang kuat, bekerja dalam jangka pendek, serta poten. Efek sampingnya lebih rendah dibandingkan dengan morfin dan dapat dinaikkan dosisnya sedikit demi sedikit, sebab dalam 1 ampul fentanil memiliki dosis sekitar 100 mikrogram saja.

Yutu menampilkan data bahwa dalam salah satu studi terhadap pasien operasi yang berusia 65-92 tahun menunjukkan fentanil membantu menurunkan kenaikan tekanan sistolik dan diastolik pasien, rata-rata tekanan arteri, dan denyut jantung. Obat ini juga berperan dalam menurunkan insidensi terjadinya fluktuasi variabel hemodinamik pada kelompok pasien geriatri. Oleh karena itu, Yutu menyimpulkan bahwa fentanil dan derivatnya merupakan pilihan yang baik serta rasional sebagai analgesik dalam keseimbangan anestesia.

Adapun Sudadi membahas mengenai kelebihan dan manfaat levobupivakain dalam anestesi. Levobupivakain merupakan isomer murni dari bupivakain. Dalam farmakokinetiknya, obat ini diabsorpsi dengan konsentrasi maksimal dalam plasma sekitar 0,58-1,02 mg/L, dimetabolisme oleh sitokrom P450, dan akan diekskresikan di urin sebanyak 71% serta feses sebanyak 24%. Adapun dalam farmakodinamiknya, levobupivakain memiliki kesamaan poten dengan bupivakain dan memproduksi blok sensorik serta motorik yang serupa.

Penggunaan levobupivakain dalam anestesi spinal cukup baik. Dalam salah satu penelitian, kualitas dalam pemakaian intratekal levobupivakain dibandingkan bupivakain menunjukkan awitan yang hampir sama, namun durasi blok lebih panjang pada levobupivakain dan efek samping terjadinya hipotensi pun lebih rendah. Salah satu jurnal pun menunjukkan bahwa denyut jantung pada pasien yang diberikan levobupivakain lebih stabil dibandingkan dengan pemberian bupivakain.

Kombinasi antara levobupivakain dengan fentanil ternyata dapat menjadi alternatif yang baik untuk operasi caesar, sebab durasi blok motoriknya lebih cepat dan efek samping bagi pasien seperti mual, hipotensi, dan brakikardia lebih rendah. Namun, dalam manajemennya tergantung kepada dokter akan menggunakan obat apa untuk kebaikan pasiennya.

Share your thoughts