Terapi Cahaya: Solusi Aman Atasi Insomnia
Pola tidur kembali teratur tanpa obat.
Insomnia adalah gangguan sulit tidur yang sering dialami oleh berbagai kalangan. Gangguan ini dialami oleh sekitar 33% populasi dewasa. Meskipun memiliki kesempatan dan waktu yang cukup, penderita insomnia sulit untuk memulai dan mempertahankan tidur yang berkualitas. Bahkan, 5-10% penderita insomnia mengalami gangguan pada siang hari, seperti kelelahan, gangguan konsentrasi, memori, dan kerentanan terhadap kecelakaan saat beraktivitas. Berdasarkan durasi dan frekuensinya, insomnia dapat bersifat akut atau kronis. Insomnia akut terjadi kurang dari satu bulan dan dapat pulih tanpa terapi. Sementara itu, insomnia kronis terjadi lebih dari tiga bulan dan memerlukan terapi khusus.
Terapi insomnia dapat berupa perbaikan kebiasaan tidur (sleep hygiene), perbaikan keadaan psikologis, serta pemberian obat. Selain meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur, terapi insomnia juga bertujuan mengurangi gangguan yang terjadi pada siang hari. Pendekatan awal terapi harus melibatkan minimal satu intervensi kebiasaan, seperti terapi kontrol stimulus, terapi relaksasi, atau cognitive behavioral therapy untuk insomnia (CBT-I). Penderita insomnia juga dapat mengonsumsi obat penenang, seperti golongan agonis reseptor benzodiazepine short-intermediate acting, antidepresan sedatif, serta agen sedatif lain, seperti antiepilepsi dan antipsikotik atipikal. Sayangnya, obat-obatan tersebut merupakan golongan psikotropika yang dapat menimbulkan sejumlah efek samping berbahaya, mulai dari mengantuk, pusing, kebingungan, hingga depresi. Penelitian terkait terapi insomnia yang lebih aman dan efisien pun terus dikembangkan, salah satunya adalah terapi cahaya.
Terapi cahaya atau fototerapi merupakan metode pengobatan dengan menggunakan cahaya buatan yang didekatkan ke arah pasien. Metode ini awalnya ditujukan sebagai terapi untuk gangguan depresi dan seasonal affective disorder (SAD) yang dianggap berkaitan dengan kurangnya paparan sinar matahari. Pada dasarnya, terapi cahaya memanfaatkan prinsip ritme sirkadian tubuh, yakni respons adaptasi manusia terhadap siang dan malam. Salah satu teori menyatakan bahwa cahaya secara alami dapat memicu produksi serotonin, yaitu hormon yang menimbulkan rasa nyaman sehingga penderita insomnia dapat lebih relaks saat beristirahat. Meskipun demikian, ilmuwan belum bisa memastikan secara pasti mekanisme dibalik kemampuan terapi cahaya menangani insomnia.
Proses pelaksanaan terapi cahaya cukup mudah. Pasien hanya perlu duduk di dekat alat penghasil cahaya buatan yang menyerupai sinar matahari alami. Durasi paparan cahaya yang digunakan sangat bervariasi, bergantung pada kemampuan pengguna dalam menerima terapi cahaya serta intensitas cahaya yang dihasilkan.
Aspek keamanan dalam pengguanaan fototerapi menjadi keunggulan utama metode ini. Selain itu, alat terapi cahaya cukup fleksibel dibawa ke mana-mana sehingga terapi dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Pengguna bahkan dapat menjalani terapi sambil melakukan aktivitas lain. Meskipun tergolong sebagai terapi yang cukup aman, sejumlah efek samping, seperti mata dan hidung kering, sakit kepala, kulit terbakar, dan hipomania masih mungkin terjadi. Selain itu, rangsangan cahaya yang diberikan pada terapi ini berkaitan erat dengan ritme sirkadian. Oleh sebab itu, efektivitas terapi cahaya bagi pasien insomnia tanpa gangguan pola sirkadian masih diragukan. Paparan cahaya yang lama juga berisiko terhadap kesehatan mata sehingga tidak dianjurkan bagi pasien dengan masalah pada mata.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang tidak boleh dianggap remeh. Kualitas dan kuantitas tidur yang baik sangat memengaruhi kualitas hidup seseorang. Kehadiran terapi cahaya diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengobatan yang aman dan mudah untuk mengembalikan penurunan kualitas hidup akibat insomnia.
Referensi:
1. Schutte-rodin S, Broch L, Ph D, Buysse D, Dorsey C, Ph D, et al. Clinical guideline for the evaluation and management of chronic insomnia in adult. J Clin Sleep Med. 2008;4(5):487–504.
2. Devi P, Samreen S, Sumari K, Sharma J. A review on insomnia : the sleep disorder. Pharma Innov J. 2018;7(12):227–30.
3. Brien EMO, Kay D, Mccrae CS. Tackling sleeplessness : psychological treatment options for insomnia in older adults. Nat Sci Sleep. 2010;2:47–61.
4. Sloane PD, Figueiro M, Cohen L. Light as Therapy for Sleep Disorders and Depression in Older Adults. Clin Geriatr. 2008 Mar 1;16(3):25-31.
5. Rubiño JÁ, Nicolau C, Gamundi A, Akaarir M, Cañellas F. Effect of bright light therapy on sleep and mood in elderly institutionalized subjects with mild to moderate cognitive impairment. Sleep Medicine. 2017; 45.
6. Mayo Clinic. Light therapy [internet]. Rochester: Mayo Clinic; 2016 March 16. Available from: https://www.mayoclinic.org/about-mayo-clinic
7. Sloane PD, Fieguro M, Cohen L. Light as Therapy for Sleep Disorders and Depression in Older Adults. Clin Geriatr. 2008 Mar 1; 16(3): 25–31.
8. Lack L, Wright H. Treatment of Insomnia [internet]. Available from: https://www.med.upenn.edu/cbti/assets/user- content/documents/Lack_BrightLightTreatmentofInsomnia.pdf