Termarginalkan oleh Kemajuan Zaman

Di tengah kemajuan dunia yang berkembang pesat, tetap ada mereka yang tertinggal

 

Kita hidup pada masa kejayaan teknologi, era automasi yang kaya akan inovasi setiap detiknya. Tiada hari tanpa mendengar iklan gawai edisi terbaru dengan fitur yang kian canggih, menggunakan aplikasi dengan kecerdasan artifisial  yang mengungguli kapabilitas otak manusia, bahkan mengonsumsi buah dan sayur hasil teknologi agrikultur terbaru. Begitulah dunia saat ini, terus berubah dan memaksa manusia untuk mengikuti setiap kemajuan.

 

Bidang kesehatan pun tidak luput, peneliti di seluruh dunia menerbitkan temuan kesehatan baru setiap detiknya. Secara teoritis, perkembangan teknologi kesehatan berorientasi  pada upaya memakmurkan kehidupan manusia. Akan tetapi, implementasi saat ini menunjukkan tren yang mengarah ke permasalahan baru: “di dunia yang semakin sehat, siapa saja yang akan tertinggal? Apa yang harus dihadapi oleh orang-orang yang tak mampu mengejar cepatnya dunia berlari?”

 

Catatan sejarah membuktikan manusia dapat terus bertahan hidup dengan bantuan teknologi dari jutaan wabah dan penyakit yang terus berevolusi. Contoh paling terkenal, yakni Jonas Salk, virologis asal Amerika yang dikenal sebagai penemu vaksin polio pertama. Ia memutuskan untuk tidak mematenkan penemuannya dengan tujuan vaksin ini dapat terdistribusi secara maksimal kepada orang-orang yang membutuhkan. Sosok beliau menjadi figur yang hebat dan ideal, tak pamrih dalam usahanya menyehatkan dunia dari wabah polio kala itu. 

 

Di sisi lain, idealisme yang ditunjukkan oleh Jonas seringkali tidak tercapai. Teknologi tercipta dari ide, usaha, biaya, dan waktu yang tidak sedikit. Oleh karena itu, hitungan ekonomis menjustifikasi  perusahaan untuk menaruh harga yang tinggi atas teknologi yang menjawab masalah kesehatan masa kini, seperti penuaan.. Penuaan merupakan hal yang sangat dihindari oleh masyarakat modern, seperti tampilan wajah berkerut dan berbagai penyakit penyerta. Harga yang fantastis menyebabkan hanya golongan ekonomi atas yang berpeluang mampu untuk mengakses teknologi ini. Golongan teratas dapat berhenti menua kapan pun mereka mau, sedangkan golongan menengah ke bawah terpaksa mengikuti jalannya waktu.

 

Contoh kasus di atas mungkin belum dianggap urgen bagi mayoritas, tetapi bagaimana jadinya apabila kita berbicara tentang prevensi kanker dan penyakit bawaan lain dengan modifikasi genetik? Apakah orang-orang yang tidak mampu mengakses teknologi akan dibiarkan terpaksa menderita penyakit yang diturunkan dari keluarganya, sedangkan golongan teratas dapat hidup terbebas dari penyakit? Hal ini berkaitan dengan kekhawatiran para pengamat teknologi di seluruh dunia: apakah akan ada masa ketika kesehatan menjadi suatu status sosial? Akankah terjadi kesenjangan yang lebih jauh antara mereka yang mampu secara finansial dan mereka yang bahkan masih memikirkan bagaimana keluarganya bisa makan esok hari?

 

Saat ini, perkembangan teknologi kesehatan masih cenderung berpaku pada alat paling canggih serta hasil yang paling sempurna, sedangkan inklusivitas belum menjadi prioritas. Padahal, masih banyak penduduk dunia yang tidak memiliki akses terhadap teknologi kesehatan akibat kondisi ekonomi yang lemah, status sosial yang rendah, maupun letak geografis yang tidak optimal. Kesenjangan dunia yang kian melebar  perlu diatasi dengan pemerataan hak akses setiap orang terhadap kesehatan.sofia

 

Referensi

https://www.forbes.com/sites/reenitadas/2018/01/25/will-technology-in-healthcare-make-the-rich-healthier-and-the-poor-sicker/?sh=309493ab1c5b

http://thedailycougar.com/2019/01/21/medical-advancements-inequality/# 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5882163/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6924246/ 

https://cosmosmagazine.com/people/medical-advances-can-exacerbate-inequality/ 

https://www.technologyreview.com/2014/10/21/170679/technology-and-inequality/ 

https://www.brookings.edu/wp-content/uploads/2021/02/Technology-growth-inequality_final.pdf 

Share your thoughts