Toksoplasmosis Kongenital

Definisi & Informasi Umum Penyakit

Definisi

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii. Ketika infeksi T. gondii diperoleh selama kehamilan, parasit dapat ditransmisikan melalui plasenta ke janin sehingga terjadi toksoplasmosis kongenital.

Klasifikasi

Klasifikasi toksoplasmosis kongenital menurut Desmonts dan Couvreur berdasarkan kondisi anak ketika sudah lahir:

  1. Anak dengan kelainan neurologis, seperti mikrosefalus, hidrosefalus, dan makroftalmus, dengan atau tanpa retinokoroiditis. Gejala dapat timbul ketika lahir atau di kemudian hari.
  2. Anak dengan kelainan berat dan penyakit generalisata seperti eksantema makulopapular, pneumonia, purpura, jaundice berat, hepatosplenomegali, uveitis, dan pembesaran ventrikel.
  3. Anak dengan kelainan sedang dan tanda infeksi pre-natal seperti hepatosplenomegaly dan jaundice dengan atau tanpa trombositopenia atau gejala non-spesifik.
  4. Anak dengan infeksi subklinis.

Epidemiologi

Perkiraan insidensi toksoplasmosis kongenital dunia adalah 190.100 kasus per tahun, atau 1,5 kasus per 1000 kelahiran hidup.

Di berbagai wilayah di Indonesia, prevalensi toksoplasmosis berkisar antara 2%-88%. Sanitasi lingkungan yang buruk dan tingginya jumlah kucing serta famili Felidae sebagai sumber penularan toksoplasma merupakan penyebab tingginya angka kejadian toksoplasmosis di Indonesia.

Antibodi T. gondii ditemukan pada 7 dari 66 anak dengan hidrosefalus yang berusia 1 hari sampai dengan 12 tahun di Jakarta. Dari 99 bayi berusia 1 hari sampai dengan 6 bulan dengan kelainan kongenital, 18,2% menderita toksoplasmosis kongenital.

Tanda dan Gejala

Penderita toksoplasmosis kongenital dapat tidak menunjukkan gejala pada sekitar 75% penderita, namun juga dapat mengalami:

  • Retinokoroiditis (inflamasi pada retina dan koroid) dan/atau kondisi yang melibatkan sistem saraf pusat.
  • Kalsifikasi intrakranial yang ditandai dengan hidrosefalus, keterlambatan perkembangan mental, epilepsi, dan gejala lainnya yang mirip dengan gejala infeksi TORCH (rubella, sitomegalovirus, herpes simplex virus).
  • Lesi retina pada bagian makula (bintik kuning). Kondisi ini menyebabkan kebutaan atau low vision.

Gejala lainnya meliputi abnormalitas cairan spinal, anemia, demam, tuli, kejang, hepatomegali, gangguan pertumbuhan, jaundice, gangguan pembelajaran, ruam makulopapular, dan limfadenopati.

Beratnya gejala bergantung pada usia kehamilan saat terjadi infeksi primer. Infeksi pada kehamilan trimester pertama berujung pada gejala yang lebih berat. Pada beberapa kasus, dapat terjadi aborsi, kelahiran prematur, atau lahir mati.

Anak-anak yang terinfeksi, namun tidak menunjukkan gejala saat neonatus dapat terhindar dari komplikasi serius. Namun, pada 14-85% pasien mengalami korioretinitis, strabismus, kebutaan, hidrosefalus/mikrosefalus, kalsifikasi otak, gangguan perkembangan, epilepsi, atau ketulian beberapa bulan atau tahun kemudian.

Etiologi dan Patogenesis

Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit protozoa Toxoplasma gondii. Parasit ini dapat menginfeksi banyak spesies hewan berdarah panas, termasuk manusia. Inang Toxoplasma gondii adalah anggota famili Felidae, yaitu kucing domestik.

Siklus hidup Toxoplasma gondii adalah sebagai berikut:

  1. Ookista yang belum disporulasi dilepaskan melalui feses kucing. Ookista membutuhkan 1-5 hari untuk tersporulasi dan menjadi infektif. Inang seperti burung dan tikus menjadi terinfeksi setelah mengonsumsi air atau tanaman yang terkontaminasi dengan ookista tersporulasi.
  2. Ookista berubah menjadi takizoit setelah tertelan oleh hewan, lalu berubah menjadi bradizoit.
  3. Kucing menjadi terinfeksi setelah mengonsumsi hewan-hewan yang terkontaminasi dengan bradizoit. Kucing juga bisa langsung terinfeksi setelah mengonsumsi ookista tersporulasi.
  4. Manusia dapat terinfeksi melalui beberapa rute:
    • Memakan daging tidak matang yang mengandung bradizoit.
    • Mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses kucing atau sampel lainnya.
    • Transfusi darah atau transplantasi organ.
    • Perpindahan parasit dari ibu ke fetus melalui plasenta.
  5. Parasit akan membentuk kista jaringan, terutama pada otot rangka, otot jantung, otak, dan mata.

Siklus Hidup Parasit Toksoplasmosis

Gambar 1. Siklus hidup Toxoplasma gondii
Sumber: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html

Transmisi T. gondii dapat terjadi secara oral, melalui darah atau organ, atau melalui plasenta.

  • Transmisi oral

Sebagian besar kasus infeksi toksoplasma pada manusia diperoleh melalui rute oral. Toksoplasma didapatkan melalui konsumsi ookista tersporulasi dari tanah, makanan, atau air yang tercemar. Ookista ini sangat infeksius dan dapat hidup selama bertahun-tahun di tanah dan air. Setelah terinfeksi, manusia dapat membentuk antibodi terhadap ookista.

Anak-anak dan orang dewasa juga dapat memperoleh infeksi dari bradizoit. Makanan yang dimasak kurang matang serta pembekuan daging yang kurang memadai merupakan sumber infeksi pada negara-negara maju.

  • Transmisi melalui darah atau organ
  1. gondii dapat ditransmisikan dari donor seropositif kepada resipien seronegatif melalui transplantasi jantung, paru-paru, ginjal, hati, atau pankreas. Persediaan darah transfusi juga dapat terkontaminasi oleh parasit. Reaktivasi T. gondii terjadi pada pasien transplantasi sumsum tulang, sel punca hemapoietik, dan hati, serta pada orang dengan AIDS.

Selain itu, orang yang bekerja di laboratorium dapat terinfeksi setelah kontak dengan jarum dan alat lain yang terkontaminasi.

  • Transmisi melalui plasenta

Sepertiga ibu yang terinfeksi T. gondii selama kehamilan mentransmisikan parasit tersebut pada janin. Maka dari itu, diperlukan usaha perlindungan kepada ibu yang terdeteksi seropositif sebelum kehamilan supaya tidak terjadi infeksi akut dan tidak melahirkan neonatus yang terinfeksi secara kongenital.

Infeksi kongenital biasanya terjadi setelah infeksi primer pada wanita hamil. Namun, kasus-kasus menunjukkan bahwa transmisi terjadi dari wanita yang terinfeksi tidak lama sebelum hamil, karena reaktivasi pada wanita imunosupresi, dan terkena infeksi oleh serotipe yang berbeda. Parasit juga dapat menyebar secara hematogen melalui plasenta jika ibu terkena infeksi primer saat kehamilan.

Patofisiologi

Setelah manusia mengonsumsi kista yang mengandung bradizoit atau ookista yang mengandung sporozoit, parasit dilepaskan dari kista oleh proses pencernaan tubuh manusia. Bradizoit bersifat resisten terhadap pepsin dan akan menginvasi saluran gastrointestinal.

Di dalam enterosit, parasit menjalani transformasi morfologi menjadi takizoit. Takizoit menginduksi respons IgA sekretorik. Dari saluran gastrointestinal, parasit menyebar ke organ-organ lainnya, terutama jaringan limfatik, otot rangka, otot jantung, retina, plasenta, dan sistem saraf pusat. Pada organ-organ tersebut, parasit melakukan infeksi, dan menyebabkan kematian sel, nekrosis, dan respons inflamasi akut. Infeksi pada jaringan mata diduga karena dibawa oleh sel dendritik dan makrofag.

Pada host imunokompeten, respons imun humoral dan seluler mampu mengontrol infeksi. Takizoit akan diserang oleh mekanisme imun, seperti induksi antibodi terhadap parasit, aktivasi makrofag, produksi interferon g, dan stimulasi limfosit T CD8+ sitotoksik.

Pada host immunocompromised atau fetus, faktor imun yang dibutuhkan untuk mengontrol penyebaran takizoit tidak ada. Akhirnya, takizoit dapat bertahan dan menyebabkan kerusakan progresif.

Organ-organ yang dapat terdampak oleh infeksi parasit adalah:

  • Nodus limfe

Pada nodus limfe, terjadi hiperplasia folikuler dan kluster makrofag ireguler dengan sitoplasma eosinofilik.

  • Mata

Pada mata, inflitrat monosit, limfosit, dan sel plasma dapat memproduksi lesi uni- atau multifokal. Lesi granuloma dan korioretinitis dapat diamati pada ruang posterior bola mata setelah retinitis akut.

  • Sistem saraf pusat

Meningoensefalitis terpusat dan menyebar dapat terlihat, dengan adanya nekrosis dan nodul mikrogial. Ensefalitis pada pasien tanpa AIDS dicirikan dengan lesi kecil menyebar dengan perivascular cuffing (daerah dengan agregasi leukosit di sekitar pembuluh darah). Pada pasien dengan AIDS, terdapat leukosit polimorfonuklear di samping monosit, limfosit, dan sel plasma.

  • Paru-paru dan jantung

Pneumonitis dapat terjadi pada neonatus dan pasien immunocompromised. Terlihat septa alveolus yang menebal dan terdapat edema. Kista dan agregat parasit terdapat pada jaringan otot jantung pasien AIDS yang meninggal karena toksoplasmosis.

  • Saluran gastrointestinal

Beberapa kasus infeksi saluran pencernaan oleh T. gondii ditunjukkan dengan ulserasi pada mukosa.

  • Tempat-tempat lain, seperti otot rangka, pankreas, lambung, dan ginjal.

Diagnosis

Diagnosis Toksoplasmosis Kongenital

Gambar 2. Alur Diagnosis Toksoplasma Kongenital
Sumber: CDK-255. 2017;44(8):537-39.

Diagnosis toksoplasma kongenital dilakukan dengan skrining serologi. Skrining dapat dilakukan pada masa kehamilan. Metode diagnosis yang paling sering untuk toksoplasmosis kongenital adalah PCR menggunakan cairan amnion.

Ibu yang tidak melakukan skrining saat kehamilan memerlukan pemeriksaan paralel serum maternal saat bayi sudah lahir dan serum bayi baru lahir. Pemeriksaan serum bayi baru lahir meliputi pemeriksaan adanya IgG, IgM, dan/atau IgA, serta PCR pada cairan serebrospinal, darah, dan urine. Alur diagnosis lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.

Tata Laksana

Terapi dapat dilakukan pada periode pre-natal dan post-natal. Terapi pre-natal bertujuan untuk mencegah transmisi infeksi maternal ke fetus, sedangkan terapi post-natal bertujuan untuk menangani infeksi anak yang didiagnosis toksoplasmosis kongenital.

Terapi prenatal meliputi:

  1. Pengobatan dengan spiramisin. Spiramisin adalah antibiotik toksoplasmosis yang paling aktif dibandingkan antibiotik lainnya. Spiramisin telah terbukti menurunkan frekuensi transmisi vertikal, yang lebih terlihat pada wanita yang terinfeksi dalam periode trimester pertama. Namun, spiramisin tidak dapat melewati plasenta. Dosis yang diberikan adalah 3 gram/hari.
  2. Pengobatan dengan pirimetamin, sulfadiazine, dan asam folat. Kombinasi ini ditujukan untuk ibu hamil yang terinfeksi gondii pada akhir trimester kedua atau pada trimester ketiga.

Dosis pirimetamin adalah 25-50 mg per oral sekali sehari dikombinasikan dengan sulfonamid selama 1-3 minggu, lalu terapi dilanjutkan hingga 4-5 minggu dengan dosis dikurangi setengah dari sebelumnya. Dosis sulfadiazine adalah 2-4 gram per oral sehari sekali selama 1-3 minggu, kemudian terapi dilanjutkan hingga 4-5 minggu dengan dosis dikurangi setengah dari sebelumnya.

Terapi post-natal (untuk bayi) adalah kombinasi sulfadiazin, pirimetamin, dan asam folat.

Toksoplasma dapat dicegah dengan:

  1. Mengurangi risiko infeksi dari makanan, dengan cara memasak makanan secara matang. Warna daging bukan indikator yang dapat diandalkan untuk menentukan apakah daging sudah cukup matang untuk memastikan tidak ada gondii.
  2. Mengurangi risiko infeksi dari lingkungan, seperti tidak meminum air yang belum diolah, menggunakan sarung tangan ketika berkebun dan mencuci tangan dengan sabun, menutup bak pasir agar terhindar dari feses kucing, memberikan makanan kering atau matang pada kucing, dan membersihkan kotoran kucing secara teratur. Orang immunocompromised dapat meminta bantuan orang lain untuk membersihkan kotoran kucing.

Komplikasi dan Prognosis

Toksoplasmosis kongenital yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, yaitu kehilangan pengelihatan, tuli, disabilitas intelektual, dan keterlambatan perkembangan. Selain itu, keguguran, ensefalitis, keterbelakangan mental, inflamasi visual dan auditori, dan abnormalitas kardiovaskular dapat terjadi.

Pada ibu hamil, komplikasi toksoplasmosis salah satunya adalah kenaikan berat badan berlebih.

Referensi

  1. Dalimi A, Abdoli A. Latent toxoplasmosis and human. Iran J Parasitol. 2012;7(1):1–17.
  2. Chaudhry SA, Gad N, Koren G. Toxoplasmosis and pregnancy. Can Fam Physician. 2014;60(4):334–336.
  3. Aryani IGAD. Toksoplasmosis kongenital. CDK-255. 2017;44(8):537-39.
  4. Torgerson PR, Mastroiacovo P. The global burden on congenital toxoplasmosis: a systematic review. Bulletin of the World Health Organization2013;91:501-508
  5. Rachmawati I. Analisis hubungan higiene perorangan dengan kejadian toksoplasmosis pada komunitas pemelihara kucing “Bungkul Cat Lovers” di Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2019;11(2):116-122. doi: 10.20473/jkl.v11i2.2019.116-122
  6. Hamdan AB. Toxoplasmosis dalam kehamilan. ISM. 2015;2(1):13-18.
  7. Furtado JM, Smith JR, Belfort R Jr, Gattey D, Winthrop KL. Toxoplasmosis: a global threat. J Glob Infect Dis. 2011;3(3):281–284. doi:10.4103/0974-777X.83536
  8. Weiss LM, Dubey JP. Toxoplasmosis: A history of clinical observations. Int J Parasitol. 2009;39(8):895–901. doi:10.1016/j.ijpara.2009.02.004
  9. CDC – Toxoplasmosis – Biology [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; 2018 [cited 2020Feb9]. Available from: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html
  10. Kasper DL, et al. Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2015.
  11. Suparman E. Toksoplasmosis dalam kehamilan. Jurnal Biomedik. 2012;4(1):13-19.
  12. CDC – Toxoplasmosis – Prevention and Control [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; 2018 [cited 2020Feb9]. Available from: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/prevent.html
  13. Kota AS, Shabbir N. Congenital Toxoplasmosis. [Updated 2019 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545228/
  14. Oz HS. Maternal and congenital toxoplasmosis, currently available and novel therapies in horizon. Frontiers in Microbiology. 2014;5:385.
  15. Oz HS. Toxoplasmosis complications and novel therapeutic synergism combination of diclazuril plus atovaquone. Front Microbiol. 2014;5:484. Published 2014 Sep 15. doi:10.3389/fmicb.2014.00484

 

Share your thoughts