Toksoplasmosis

Definisi & Informasi Umum Penyakit

Definisi

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa Toxoplasma gondii. Parasit ini menyerang sistem saraf pusat.

Klasifikasi

Klasifikasi toksoplasmosis merujuk pada tipe parasit Toxoplasma gondii yang menjadi penyebabnya. Toxoplasma gondii memiliki tiga genotip utama yang berbeda virulensi dan pola epidemiologisnya:

  • Tipe I, dikaitkan dengan virulensi tinggi pada tikus dan ditemukan pada pasien dengan toksoplasmosis okular (toksoplasmosis pada mata).
  • Tipe II, bersifat tidak virulen pada tikus, namun menimbulkan infeksi kronik dengan keberadaan kista jaringan. Tipe ini juga berkaitan dengan banyak infeksi di Eropa dan Amerika Utara.
  • Tipe III, bersifat tidak virulen pada tikus dan paling banyak ditemukan pada binatang.

Tipe I dan II telah ditemukan pada pasien dengan penyakit kongenital dan AIDS (sindroma imunodefisiensi didapat).

Sumber lain menyebutkan tiga jenis toksoplasmosis berdasarkan manifestasi klinisnya, yakni toksoplasmosis okular, toksoplasmosis yang menyebabkan ensefalitis, dan toksoplasmosis kongenital.

Epidemiologi

Pada berbagai tempat di dunia, diperkirakan sebanyak lebih dari 60% populasi tertentu telah terinfeksi toksoplasma. Di Amerika Serikat, Toksoplasma telah menjangkiti 11% populasi berusia 6 tahun ke atas.

Sumber lain menyatakan bahwa lebih dari 6 miliar orang di dunia telah terinfeksi oleh Toxoplasma gondii. Prevalensi penemuan IgG terhadap Toxoplasma gondii adalah 6,7% di Korea, 12,3% di Tiongkok, 23,9% di Nigeria, 47% di daerah pedesaan Perancis, dan 46% di Tanzania. Pada beberapa wilayah, prevalensi toksoplasmosis mencapai 98%.

Di berbagai wilayah di Indonesia, prevalensi toksoplasmosis berkisar antara 2%-88%. Sanitasi lingkungan yang buruk dan tingginya jumlah kucing serta famili Felidae sebagai sumber penularan toksoplasma merupakan penyebab tingginya angka kejadian toksoplasmosis di Indonesia.

Tanda dan Gejala

Pada manusia dengan sistem imun yang baik, infeksi Toxoplasma gondii umumnya tidak menunjukkan gejala. Orang yang terinfeksi dapat mengalami limfadenopati servikal tanpa gejala, atau dengan tanda dan gejala seperti nyeri otot, sakit tenggorokan, demam, dan kemerahan di kulit dengan makula dan papul. Gejala yang jarang muncul adalah polimiositis (peradangan dan kelemahan otot) dan miokarditis (inflamasi pada otot jantung).

Toksoplasmosis okular ditandai dengan gangguan penglihatan akibat peradangan pada selaput jala (retina).

Toksoplasmosis ensefalitis merupakan peradangan pada otak yang disebabkan oleh invasi kuman ke otak. Akibatnya, dapat ditemukan gejala neurologis, seperti demensia (gangguan proses mental yang ditandai dengan gangguan ingatan, perubahan sikap, dan gangguan berpikir), ataksia (kesulitan mengontrol gerakan tubuh), letargi (rasa lesu), dan kejang. Pada pasien AIDS, ciri-ciri yang umum terjadi namun bukan patognomonik adalah abses otak, yang disebabkan oleh buruknya respons imun tubuh terhadap patogen.

Penderita toksoplasmosis kongenital dapat tidak menunjukkan gejala, namun juga dapat mengalami:

  • retinochoroiditis (inflamasi pada retina dan koroid) dan/atau kondisi yang melibatkan sistem saraf pusat.
  • Kalsifikasi intrakranial yang ditandai dengan hidrosefalus, keterlambatan perkembangan mental, epilepsi, dan gejala lainnya yang mirip dengan gejala infeksi TORCH (rubella, sitomegalovirus, herpes simplex virus).
  • Lesi retina pada bagian makula (bintik kuning). Kondisi ini menyebabkan kebutaan atau low vision.

Etiologi dan Patogenesis

Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit protozoa Toxoplasma gondii. Parasit ini dapat menginfeksi banyak spesies hewan berdarah panas, termasuk manusia. Inang Toxoplasma gondii adalah anggota famili Felidae, yaitu kucing domestik.

Siklus hidup Toxoplasma gondii adalah sebagai berikut.

  1. Ookista yang belum disporulasi dilepaskan melalui feses kucing. Ookista membutuhkan 1-5 hari untuk tersporulasi dan menjadi infektif. Inang seperti burung dan tikus menjadi terinfeksi setelah mengonsumsi air atau tanaman yang terkontaminasi dengan ookista tersporulasi.
  2. Ookista berubah menjadi takizoit setelah tertelan oleh hewan, lalu berubah menjadi bradizoit.
  3. Kucing menjadi terinfeksi setelah mengonsumsi hewan-hewan yang terkontaminasi dengan bradizoit. Kucing juga bisa langsung terinfeksi setelah mengonsumsi ookista tersporulasi.
  4. Manusia dapat terinfeksi melalui beberapa rute:
    • Memakan daging tidak matang yang mengandung bradizoit.
    • Mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses kucing atau sampel lainnya.
    • Transfusi darah atau transplantasi organ.
    • Perpindahan parasit dari ibu ke fetus melalui plasenta.
  5. Parasit akan membentuk kista jaringan, terutama pada otot rangka, otot jantung, otak, dan mata.

Siklus Hidup Parasit Toksoplasmosis

Gambar 1. Siklus hidup Toxoplasma gondii
Sumber: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html

Transmisi T. gondii dapat terjadi secara oral, melalui darah atau organ, atau melalui plasenta.

  • Transmisi oral

Sebagian besar kasus infeksi toksoplasma pada manusia diperoleh melalui rute oral. Toksoplasma didapat melalui konsumsi ookista tersporulasi dari tanah, makanan, atau air yang tercemar. Ookista ini sangat infeksius dan dapat hidup selama bertahun-tahun di tanah dan air. Setelah terinfeksi, manusia dapat membentuk antibodi terhadap ookista ini.

Anak-anak dan dewasa juga dapat memperoleh infeksi dari bradizoit. Makanan yang dimasak kurang matang dan pembekuan daging yang kurang memadai merupakan sumber infeksi pada negara-negara maju.

  • Transmisi melalui darah atau organ

T. gondii dapat ditransmisikan dari donor seropositif kepada resipien seronegatif melalui transplantasi jantung, paru-paru, ginjal, hati, atau pankreas. Persediaan darah transfusi juga dapat terkontaminasi oleh parasit. Reaktivasi T. gondii terjadi pada pasien transplantasi sumsum tulang, sel punca hemapoietik, dan hati, serta pada orang dengan AIDS.

Selain itu, orang yang bekerja di laboratorium juga dapat terinfeksi apabila berkontak dengan jarum dan perkakas lain yang terkontaminasi.

  • Transmisi melalui plasenta

Sepertiga ibu yang terinfeksi T. gondii selama kehamilan mentransmisikan parasit tersebut ke fetus. Maka dari itu, diperlukan usaha perlindungan kepada ibu yang terdeteksi seropositif sebelum kehamilan supaya tidak terjadi infeksi akut dan tidak melahirkan neonatus yang terinfeksi secara kongenital.

Patofisiologi

Setelah manusia mengonsumsi kista yang mengandung bradizoit atau ookista yang mengandung sporozoit, parasit dilepaskan dari kista oleh proses pencernaan tubuh manusia. Bradizoit bersifat resisten terhadap pepsin dan akan menginvasi saluran gastrointestinal.

Di dalam enterosit, parasit menjalani transformasi morfologi menjadi takizoit. Takizoit menginduksi respons IgA sekretorik. Dari saluran gastrointestinal, parasit menyebar ke organ-organ lainnya, terutama jaringan limfatik, otot rangka, otot jantung, retina, plasenta, dan sistem saraf pusat. Pada organ-organ tersebut, parasit melakukan infeksi, dan menyebabkan kematian sel, nekrosis, dan respons inflamasi akut.

Pada host imunokompeten, respons imun humoral dan seluler mampu mengontrol infeksi. Takizoit langsung dikelilingi oleh mekanisme imun, seperti induksi antibodi terhadap parasit, aktivasi makrofag, produksi interferon g, dan stimulasi limfosit T CD8+ sitotoksik.

Pada host immunocompromised atau fetus, faktor imun yang dibutuhkan untuk mengontrol penyebaran takizoit tidak ada. Alhasil, takizoit dapat bertahan dan menyebabkan kerusakan progresif.

Organ-organ yang dapat terdampak oleh infeksi parasit adalah:

  • Nodus limfe

Pada nodus limfe, terjadi hiperplasia folikuler dan klaster makrofag ireguler dengan sitoplasma eosinofilik.

  • Mata

Pada mata, inflitrat monosit, limfosit, dan sel plasma dapat memproduksi lesi uni- atau multifokal. Lesi granuloma dan korioretinitis dapat diamati pada ruang posterior bola mata setelah retinitis akut.

  • Sistem saraf pusat

Meningoensefalitis terpusat dan menyebar dapat terlihat, dengan adanya nekrosis dan nodul mikrogial. Ensefalitis pada pasien tanpa AIDS dicirikan dengan lesi kecil menyebar dengan perivascular cuffing (daerah dengan agregasi leukosit di sekitar pembuluh darah). Pada pasien dengan AIDS, terdapat leukosit polimorfonuklear di samping monosit, limfosit, dan sel plasma.

  • Paru-paru dan jantung

Pneumonitis dapat berkembang pada neonates dan pasien immunocompromised. Terlihat septa alveolus yang menebal dan terdapat edema. Kista dan agregat parasit terdapat pada jaringan otot jantung pasien AIDS yang meninggal karena toksoplasmosis.

  • Saluran gastrointestinal

Beberapa kasus infeksi saluran pencernaan oleh T. gondii ditunjukkan dengan ulserasi pada mukosa.

  • Tempat-tempat lain, seperti otot rangka, pankreas, lambung, dan ginjal.

Diagnosis

Diagnosis toksoplasmosis biasanya dilakukan dengan uji serologi. Untuk mengetahui apakah seseorang sudah terinfeksi atau belum, dilakukan tes untuk mengukur immunoglobulin G (IgG). Untuk memperkirakan lama infeksi (yang terutama penting bagi ibu hamil), uji untuk mengukur immunoglobulin M (IgM) dilakukan seiring dengan tes lan seperti tes aviditas.

Diagnosis juga dapat dilakukan melalui pengamatan langsung parasit pada jaringan, cairan serebrospinal, dan material biopsi lainnya. Namun, teknik ini jarang dilakukan karena kesulitan memperoleh spesimen-spesimen ini.

Parasit dapat diisolasi dari darah dan cairan tubuh lainnya.

Teknik molekuler dapat mendeteksi DNA parasit pada cairan amnion untuk mengetahui adanya transmisi ibu ke anak (kongenital).

Toksoplasmosis okuler dapat diketahui dari penampakan lesi pada mata.

Tata Laksana

Farmakoterapi

Beberapa obat dapat digunakan untuk menangani toksoplasmosis. Pilihan obat yang biasa digunakan adalah pirimetamin dikombinasikan dengan sulfonamid. Asam folinik biasanya ditambahkan untuk mencegah supresi sumsum tulang dari pirimetamin. Apabila pasien tidak dapat mentoleransi sulfonamid, klindamisin adalah alternatifnya. Pasien yang tidak toleran terhadap sulfonamid atau klindamisin dapat diberikan atovakuon.

Spiramisin direkomendasikan untuk wanita karena obat tersebut dapat mencapai konsentrasi yang tinggi di plasenta, sekalipun penetrasi obat tersebut pada sistem saraf pusat kurang baik. Pasien dengan toksoplasmosis kronik dapat diberikan profilaksis. Trimetoprim/sulfametoksazol dapat mencegah toksoplasmosis serebral pada pasien AIDS seropositif T. gondii.

Bagi ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis, penanganannya adalah sebagai berikut.

Algoritma toksoplasmosis

Gambar 2. Penanganan Toksoplasmosis bagi Ibu Hamil
Sumber: Fetal Diagn Ther. 2007;22(6):444–8.

 

Pencegahan

Toksoplasma dapat dicegah dengan:

  1. Mengurangi risiko infeksi dari makanan, dengan cara memasak makanan secara matang. Warna daging bukan indikator yang dapat diandalkan untuk menentukan apakah daging sudah cukup matang untuk memastikan tidak ada gondii.
  2. Mengurangi risiko infeksi dari lingkungan, seperti tidak meminum air yang belum diolah, menggunakan sarung tangan ketika berkebun dan mencuci tangan dengan sabun, menutup bak pasir di luar ruangan agar terhindar dari kotoran kucing, memberikan makanan kering atau matang pada kucing, dan membersihkan kotoran kucing secara teratur (namun, orang yang immunocompromised dapat meminta bantuan orang lain untuk membersihkan kotoran kucing).

Komplikasi dan Prognosis

Toksoplasmosis kongenital yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, yaitu kehilangan pengelihatan, tuli, disabilitas intelektual, dan keterlambatan perkembangan. Selain itu, keguguran, ensefalitis, keterbelakangan mental, inflamasi visual dan auditori, dan abnormalitas kardiovaskular dapat terjadi.

Pada ibu hamil, komplikasi toksoplasmosis salah satunya adalah kenaikan berat badan eksesif.

Komplikasi toksoplasmosis secara umum adalah gastroenteritis, pankreatitis, diabetes, retinochoroiditis, anoreksia, dan ensefalitis.

Referensi

  1. Dalimi A, Abdoli A. Latent toxoplasmosis and human. Iran J Parasitol. 2012;7(1):1–17.
  2. Furtado JM, Smith JR, Belfort R Jr, Gattey D, Winthrop KL. Toxoplasmosis: a global threat. J Glob Infect Dis. 2011;3(3):281–284. doi:10.4103/0974-777X.83536
  3. CDC – Toxoplasmosis – Epidemiology [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; 2018 [cited 2020Feb9]. Available from: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/diagnosis.htmlhttps://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/epi.html
  4. Rachmawati I. Analisis hubungan higiene perorangan dengan kejadian toksoplasmosis pada komunitas pemelihara kucing “Bungkul Cat Lovers” di Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2019;11(2):116-122. doi: 10.20473/jkl.v11i2.2019.116-122
  5. Kumar GG, Mahadevan A, Guruprasad AS, et al. Eccentric target sign in cerebral toxoplasmosis: neuropathological correlate to the imaging feature. J Magn Reson Imaging. 2010;31(6):1469–1472. doi:10.1002/jmri.22192
  6. Weiss LM, Dubey JP. Toxoplasmosis: A history of clinical observations. Int J Parasitol. 2009;39(8):895–901. doi:10.1016/j.ijpara.2009.02.004
  7. CDC – Toxoplasmosis – Biology [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; 2018 [cited 2020Feb9]. Available from: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/biology.html
  8. Kasper DL, et al. Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2015.
  9. CDC – Toxoplasmosis – Diagnosis [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; 2018 [cited 2020Feb9]. Available from: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/diagnosis.html
  10. Halonen SK, Weiss LM. Toxoplasmosis. Handb Clin Neurol. 2013;114:125–145. doi:10.1016/B978-0-444-53490-3.00008-X
  11. CDC – Toxoplasmosis – Prevention and Control [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention; 2018 [cited 2020Feb9]. Available from: https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/prevent.html
  12. Kota AS, Shabbir N. Congenital Toxoplasmosis. [Updated 2019 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545228/
  13. Oz HS. Maternal and congenital toxoplasmosis, currently available and novel therapies in horizon. Frontiers in Microbiology. 2014;5:385.
  14. Oz HS. Toxoplasmosis complications and novel therapeutic synergism combination of diclazuril plus atovaquone. Front Microbiol. 2014;5:484. Published 2014 Sep 15. doi:10.3389/fmicb.2014.00484

Share your thoughts